Unggah-ungguh merupakan bagian dari etika atau disebut sebagai etika terapan. Karena lebih cenderung pada perilaku atau merupakan dalah satu implementasi teori etika secara umum, maka unggah-ungguh disebut sebagai etika. Unggah-ungguh menurut bahasa adalah gabugan dari dua kata yaitu kata unggah dan kata ungguh. Kata unggah dalam kamus bahasa jawa disamaartikan dengan kata munggah yang artinya naik, mendaki, memanjat. Maka kecenderungan orang jawa dalam menghormati orang ain didasarkan pada ringkat kedudukan atau derajat yang lebih tinggi.
Sedangkan ungguh dalam tingkat bahasa jawa ngoko artinya berada, bertempat, pantas, cocok, sesuai dengan sifat-sifatnya. Dalam hal ini mayoritas masyarakat jawa meghormati orang lain selalu melihat atau memperhatikan keadaan, selalu berhati-hati dalam membawa diri, sikap berhati-hati dan waspada bermaksud agar tingkah lakunya sesuai dengan sifatnya, ini menunjukkan bahwa masyarakat jawa dalam bergaul selalu memperhatikan aturan sopan-santun dan tata karma demi menjaga keselarasan sosial dan tercapainya hidup rukun, aman,damai tanpa konflik.
Aspek unggah ungguh dalam masyarakat jawa:
a. Unggah-ungguh dalam berbahasa
- Dalam unggah-ungguh berbahasa orang jawa menggunakan bahasa yang dipilih secara tepat, pemilihan kata yang tepat dan sesuai sipergunakan untuk berbicara dan berhadapan dengan orang lain. Dalam bahasa jawa, ada tingkatan pokok yang menjadi landasan untuk menerapkan ketapatan pemakaian bahasa tersebut, tingkatan itu adalah bahasa jawa ngoko, madya dan karma.[2] Kemudian ditambah lagi sesuai dengan tingkatannya yaitu karma inggil, yang mengenai pribadi, tindakan, dan beberaoa benda yang amat erat hubungannya dengan pribadi manusia serta mengungkapkan sikap hormat.oleh karena itu penggunaan bahasa jawa mengandaikan kesadaran tentang kedudukan sosial masing-masing.
b. Unggah-ungguh dalam aspek pergaulan
- Sikap halus lainnya yang diwujudkan oleh orang jawa adalah kehalusan dalam pergaulan. Selain kemampuan bertutur sapa dan pemakaian bahasa yang tepat, orang jawa juga harus bersifat hormat atau andap-asor (Rendah hati) yang berperan sangat penting dalam pergaulan masyarakat jawa. Pola andap asor ini terdiri dari segala macam perbuatan seperti berkhidmat, karena orang jawa mengartikan metafora dengan sungguh-sungguh, mengasosiasikan ketinggian dan kedudukan yang tinggi. Orang jawa selalu tau diri dan tidak egois mencari kepuasan sendiri dan menuruti hawa nafsunya, seandainya hal ini terjadi pada orang jawa, tidak berarti dia melanggar moral tetapi dia dianggap bersikap kasar, dan semacam ini patut disayangkan.
c. Unggah-ungguh dalam sikap dan tindakan
- Unggah-ungguh dalam keluarga. Dalam mewujudkan unggah ungguh di keluarga harus didukung dengan aturan yang sesuai dengan nilai adat yang erlaku di jawa, salah satu aturan yang masih berlaku adalah sopan santun yang disebut dengan unggah-ungguh. Yang muda harus menghormati yang tua, selain itu dalam bertutur kata harus sopan dengan orang tua.
- Unggah-ungguh terhadap orang lain. Orang jawa itu cenderung mempunyai kesadaran tinggi terhadap keberadaan orang lain, dalam hidup orang tidaklah sendiri, orang membutuhkan orang lain dan saling berinteraksi, dalam ungkapan jawa disebutkan "ajining diri saka ing lathi" yang artinya harga diri seseorang dapat dilihat dari lidahnya atau etika dia berbicara, dalam berbicara selalu mengutamakan perkataan yang akan disampaikan kepada lawan bicaranya. Orang jawa dalam bertutur sapa selalu memoerhatikan dengan siapa mereka bicara atau lingkungan yang bagaimana, orang jawa cenderung mengutamakan rasa dan rasa yang benar hanya dapat dicapai dengan tindakan-tindakan atau perilaku yang halus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H