Lihat ke Halaman Asli

Harga Cabai Meroket, Pemerintah Salahkan Gagal Panen

Diperbarui: 28 Januari 2017   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: indowarta.com

Akhir-akhir ini masyarakat dihadapkan pada kenaikan harga cabai yang mencapai 95,2%  secara tahunan diatas harga satuan yakni berada pada kisaran harga Rp.84.902,-. Kementrian Kordinator Bidang Perekonomian dalam Sistem Peringatan Dini (Early Warning System/ EWS) menyatakan bahwa kenaikan harga suatu barang jika kenaikanya mencapai 20% diatas harga acuan, maka kondisi harga cabai per 9/1 berada pada kondisi krisis. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomer 63/M-DAGPER/9/2016 per 9 September hanya Rp.29.000 per Kg. Artinya, harga cabai rawit merah berada pada 192,77 persen diatas harga acuan.

Siapa yang dirugikan? Dan siapa yang menikmati keuntunganya??

Berdasarkan berita yang dilancir dari CNNIndonesia.com yang diterbitkan pada 10/1/2016 menyatakan bahwa, presiden Jokowidodo saat berkunjung ke Pasar Kajen Pekalongan, menyatakan bahwa keniakan-kenaikan harga cabai disebabkan oleh terbatasnya jumlah pasokan ke masyarakat akibat gagal panen pada tahun sebelumnya. Yang namanya harga tergantung supply dan demand. Karena musim lalu petani cabai mengalami gagal panen dan banyak yang busuk, sehingga supply-nya kurang” begitu tutur bapak presiden.

Seperti teori konspirasi pada dunia politik, dalam dunia ekonomi dan perdagangan banyak sekali, permainan-permainan yang seringkali merugikan beberapa pihak terutama adalah pemain kecil pada rantai ekonomi atau masyarakat kelas menengah kebawah, baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen.

Seperti kasus pada awal tahun ini, pemerintahan Indonesia dan masyarakat Indonesia dihadapkan pada kenaikan berbagai kebutuhan pokok seperti BBM, TDL atau Tarif Dasar Listrik dan kebutuhan pokok lainya termasuk cabai. Harga cabai yang melambung tinggi tidak serta merta menguntungkan bagi para petani cabai, karena hasil panen yang tidak begitu baik dan mengakibatkan petani hanya bisa menjual cabai dengan kondisi yang tidak baik dan tetap pada harga yang rendah.

Kenaikan harga cabaipun tidak juga menguntungkan bagi para pedagang yang menjual cabai, karena stok cabai yang terbatass sehingga penjual hanya dapat menjual dan mendapatkan keuntungan dari cabai dengan stok rendah, dan konsumen pun dengan harga cabai yang begitu mahal, akan berfikir ulang untuk mengonsumsi cabai dengan takaran yang sama, konsumen akan mengambil langkah untuk mengganti konsumsi cabai dengan barang subtitusi cabai seperti paprika atau cabai kering, sehingga tetap saja walaupun harga cabai begitu tinggi penjual tidak akan mendapatkan keuntungan mendadak dan besar dari kenaikan harga cabai tersebut.

Lantas siapa yang diuntungkan pada kasus ini?? Tengkulak,... ya tengkulak. Seperti teori konspirasi pada sistem politik, dunia ekonomi, keuangan dan perdaganganpun tak luput dari teori tersebut. Konspirasi menjadi salah satu alat untuk mendapatkan keuntungan bagi para tengkulak atau para pemain besar pada dunia ekonomi dan perdagangan terutama dalam permainan menaik turunkan harga suatu barang. Para tengkulak tersebut, mengatur atau terkesan mempermainkan harga dengan cara mengatur distribusi cabai kepada konsumen. Sehingga pada saat stok tercukupi, berlebih atau kurang sekalipun para pemain besar tersebut dapat tetap meraih keuntungan yang maksimal.

apa yang didapatkan oleh masyarakat kecil? Baik oleh produsen atau petani dan konsumen tidak ada peningkatan sama sekali. Mengapa demikian, karena memang petani hanya tau hasil panen nya dapat laku untuk dijual tanpa mengetahui seperti apa selanjutnya cabai tersebut diteruskan dan diterima oleh konsumen, sehingga seringkali petani hanya mendapatkan harga jauh dari harga jual dipasaran, sementara pada yang diterima oleh konsumen? Konsumen hanya tau dan menerima harga dari barang yang dia konsumsi tanpa tau sebenarnya berapa harga pokok dari barang yang dia konsumsi tersebut.

Jadi siapa yang harus disalahkan atas kasus tersebut, melihat pada pernyataan yang disampaikan oleh Presiden RI mengenai kenaikan harga cabai pada beberapa waktu lalu, menurut pendapat penulis, itu bukan pendapat yang solutif dan menyelesaikan masalah, namun justru cenderung pernyataan yang destruktif dan menyalahkan salah satu fihak yakni petani. Sebelumnya juga kementerian perdagangan menyebutkan, melambungnya harga cabai disebabkan oleh pengaruh curah hujan yang tinggi. Sehingga, membuat pasokan cabai terkuras dibeberapa sentra produksi. Belum lagi muncul kendala dari terhambatnya jalur distribusi. Menteri perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, ada solusi yang tak lazim yakni menanam sendiri komoditas cabai untuk menganggulangi harga cabai yang terus meroket. Menurut penulis ini juga bukan merupakan solusi yang dapat menyelesaikan masalah tingginya harga cabai.

Sikap pemerintah tersebut terlihat cenderung acuh dan tidak peduli dengan fenomena kenaikan harga cabai yang mergikan sebagian besar masyarakat kelas menengah kebawah. Pemerintah seharusnya mampu melancarkan program jangka pendek dan jangka panjang untuk menjaga ketersediaan pasokan suatu konoditas sehingga harga dari komoditas tersebut dapat lebih stabil. Intervensi pemerintah pada penetapan harga sangat diperlukan sehingga tidak ada rakyat yang dirugikan dan setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokok nya dengan baik, bukan malah menyalahkan salah satu pihak dan cenderung membiarkan dan lepas tangan.

Wallahu ‘alam bissowab

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline