Lihat ke Halaman Asli

Lisa Ramadhanty

Communication Consultant

Peneliti Laktasi Dr Ray Wagiu Basrowi: Cuti Melahirkan 6 Bulan Banyak Keuntungan, RUU KIA Harus Disahkan

Diperbarui: 16 Juni 2022   03:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Interview Ekslusif Bersama Dr Ray Wagiu Basrowi. Dokpri

Keputusan DPR RI untuk menyetujui RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, termasuk kewajiban cuti melahirkan menjadi 6 bulan, sudah memiliki bukti dan kajian ilmiah yang kuat, bahkan sejak beberapa tahun silam sehingga kebijakan ini harusnya sudah bisa diterapkan sejak lama.

Menurut Peneliti laktasi dari Program Studi Kedokteran Kerja FKUI Dr. Dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, cuti melahirkan 6 bulan terbukti secara ilmiah memberi dampak baik terhadap Kesehatan ibu dan anak, dan berujung pada Kesehatan masa depan bangsa.

"Mulai dari hasil review mendalam dan expert consensus penelitian kami sejaksepuluh tahun silam menunjukkan bahwa memperpanjang cuti melahirkan hingga 6 bulan mutlak memberi daya ungkit terhadap keberhasilan ASI eksklulsif, kesehatan ibu dan bayi serta mempertahankan produktivitas pekerja perempuan," ujar Dr Ray.

Beliau mengungkapkan, tim kedokteran kerja FKUI sejak tahun 2012 sudah melakukan banyak penelitian dan mempublikasikan hasil riset terkait cuti melahirkan 6 bulan pada pekerja perempuan. 

Mayoritas hasil penelitian ini merujuk pada satu bukti yang sama yaitu cuti 6 bulan sangat efektif meningkatkan potensi kesuksesan ASI eksklusif, kemudian mengoptimalkan status kesehatan ibu dan bayi, mempertahankan produktivitas pekerja serta berdampak positif bagi ketahanan keluarga.

"Bila pekerja perempuan baru masuk kerja setelah 6 bulan dan berhasil beri ASI Eksklusif, tingkat produktivitas nya 8 kali lebih baik. Sebaliknya apabila ibu menyusui harus kembali bekerja di usia bayi 2-3 bulan, maka risiko Kesehatan meningkat signifikan, terutama karena proses laktasi nya terganggu. Akibatnya produktivitas tidak maksimal." ungkap Dr Ray yang aktif memberi edukasi lewat akun Instagram @ray.w.basrowi.

Runutan penelitian dimulai sejak 2012 hingga 2015 yang menegaskan bahwa pekerja buruh perempuan yang kembali bekerja pada usia bayi 3 bulan, maka tingkat kegagalan ASI Eksklusif hingga 81%. Artinya hanya 19% buruh yang menyusui yang bisa ASI eksklusif. Peneltian yang dipublikasikan di jurnal PGHN bertajuk 

"Benefits of a Dedicated Breastfeeding Facility and Support Program for Exclusive Breastfeeding among Workers in Indonesia", membuktikan bahwa cuti melahirkan 3 bulan dan gagal ASI eksklusif mengakibatkan kondisi kualitas kerja juga menurun drastis dan pelulang ibu untuk absen dari pabrik dan kantor juga hingga 2 kali lebih besar.

"Artinya cuti 3 bulan saja tidak membuat perusahan lebih untung, malah jadi buntung karena pekerja harus sering absen", ujar Dr Ray yang penelitian Doktor nya bidang formulasi promosi laktasi pada pekerja perempuan ini.

Penelitian tim kedokteran kerja FKUI juga diperdalam dengan formulasi kebijakan dan program serta intervensi hingga tahun 2019. Dalam penelitian berjudul Developing Workplace Lactation Promotion Model in Indonesia yang dipublikasikan di BMC Archives of Public Health, konsensus multi pakar menegaskan cuti melahirkan minimal 6 bulan adalah kebijakan utama yang paling efektif dalam meningkatkan keberhasilan ASI Eksklusif hingga 8 kali lebih besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline