Permasalahan yang diangkat pada studi kasus ini berkaitan berdasarkan pengalaman yang diperoleh mahasiswa selama pelaksanaan praktik pengalaman lapangan (PPL) II di SMP N 7 Yogyakarta. Melihat fenomena perundungan di lapangan yang masif terjadi dan minimnya pengawasan, penanganan dari berbagai pihak, sehingga menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran bagi korbannya. Erisma menyebutkan hal tersebut tentunya akan berdampak pada kesulitan individu dalam melakukan semua aktivitas yang memmerlukan interaksi dengan orang lain, baik perorangan ataupun interaksi dengan kelompok. Karena terdapat suatu gangguan dalam perasaan yang ditandai rasa takut, tidak nyaman . Oleh karena itu pentingnya layanan konseling individu menggunakan teknik cognitive disputation untuk dapat mereduksi kecemasan pada individu akibat menjadi korban bullying. Mengapa topik kasus ini menjadi penting, karena fenomena perundungan yang masif terjadi sekarang butuh penanganan yang serius dari berbagai pihak khususnya ranah bimbingan dan konseling. Butuh peran penting dalam layanan bimbingan dan konseling untuk setidaknya mereduksi kecemasan dari sudut pandang korban.
Berdasarkan kasus yang telah ditemukan, langkah nyata yang dilakukan konselor yaitu dengan melakukan layanan konseling individu dengan teknik cognitive disoutation. Penggunaan cognitve disputation ditujukan agar konseli dapat merubah keyakinan irasional menjadi keyakinan rasional. Disput kognitif merupakan teknik yang digunakan untuk mengkonfrontasi keyakinan irasional dan kekhawatirannya. Dengan teknik ini klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga klien dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yang diharapkan baik terhadap dirinya maupun lingkungannya.
Pada proses layanan konsleing individu ini konselor juga menambahkan penggunaan video tikok, hal tersebut bertujuan sebagai media untuk mendukung konseling agar dapat mengkonfrontasi keyakinan irasionalnya. Untuk menghadapi tantangan yang terjadi, dalam hal ini konselor telah menggunakan skala angket Olweus Bully/Victim Questionnaire. Dimana Alat ukur OBVQ adalah alat ukur yang dikembangkan oleh Olweus dan Gonçalves pada 2016 dan telah diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti. Alat ukur ini masing-masing mengukur pelaku perundungan dan korban perundungan yaitu direct bullying (perundungan langsung) dan indirect bullying (perundungan tidak langsung). Alat ukur ini memiliki 23 item diantaranya; 16 item untuk mengukur direct bullying dan 7 item untuk mengukur indirect bullying
Setelah disusun perencaan layanan konseling individu menggunakan metode cognitive disputation kemudian konselor bersama guru pamong melakukan evaluasi untuk mengetahui apakah metode yang digunakan dapat diterapkan dalam layanan konseling individu. Kemudian setelah mendapatkan hasil diskusi maka dilanjutkan dengan pelaksanaan layanan. Pelakasanaan layanan ini menunjukkan hasil bahwa social anxietynya lebih berkurang daripada sebelumnya. Penggunaa Video dalam proses layanan juga menambah gambaran dan pengetahuan baru bagi konseli sehingga dapat mereduksi social anxietynya. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Post-Test pada siklus kedua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H