Lihat ke Halaman Asli

Inilah Jalanku

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tubuhku terasa kaku saat mendengar berita itu. Aku gagal masuk universitas yang ku mau. Rasanya aku ingin menangis dan pulang menemui bunda untuk meminta pelukannya. Namun apa dayaku, waktu telah membawaku ke sini. Di sebuah kota besar, dimana kehidupan baru akan ku mulai, Jakarta.

Beberapa waktu lalu, aku masih memegang harapan yang besar untuk dapat memaski perguruan tingggi yang menawarkan beasiswa penuh kepada semua mahasiswanya. Namun nasi sudah menjadi bubur untuk ku masak kembali. Kini aku sendiri menahan air mata, yang dengan gengsiku, ku pertahankan agar tidak jatuh turun. Ucapan sabar dari teman-temanku semakin membuat hati ini miris.

Di tengah kegundahanku, aku masih bisa mengingat bahwa Allah ada untukku dan akan tetap ada. Meski malam membuat air menjadi semakin dingin, ku ayunkan juga langkah kakiku untuk membasuh wajahku dan mengambil wudhu.

“Ya Allah… Hamba sungguh lemah. Beri hamba kekuatan agar dapat menerima semua ini, agar hamba tidak berputus asa. Beri hamba jalan yang terbaik ya Allah…” doaku mengakhiri sujud malam ini.

Air mata itu akhirnya jatuh juga.

***

Pagi yang cerah. Meski rasa putus asa mulai menyambangi diriku, namun aku tak ingin membuat kedua orang tuaku kecewa. Aku sudah keluar meninggalkan rumah, maka aku harus kembali membawa keberhasilan, meskipun jalan yang ku tempuh akan terasa berat.

Aku mulai mengikuti tes di perguruan tinggi yang lain. Perguruan tinggi Islam yang jurusan mata kuliahnya sama sekali tak aku suka. Tak ku suka. Namun bagaimana lagi mungkin ini yang terbaik. Meski aku telah dinyatakan lulus, namun entah mengapa hati ini tetap merasa tidak puas. Karena kekecewaan itu terus menghantuiku di setiap langkahku.

“Beri aku yang terbaik Ya Allah” selalu doaku dalam hati, setiap aku merasa begitu sedih dengan apa yang baru saja aku alami. Maninggalkan rumah,mendapat kegagalan dan menjalani apa yang tidak aku suka.

Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu yang pernah ku dapat saat aku akan mengikuti tes di universitas yang sangat aku inginkan dulu. Ku buka amplop putih itu dan aku baca isinya. Undangan dari perguruan tinggi swasta yang menawarkan beasiswa dan jurusan yang aku inginkan.

***

Aku berjalan ragu menuju kampus yang kini menjadi tempatku mencari ilmu. Di sini aku sendiri, tanpa teman-teman seperjuangan di ma’had dulu. Aku berjalan seperti orang bodoh, namun aku tetap harus berjalan agar segera tiba di kampus.

Sebuah senyum menyambut kedatanganku. Senyuman itu yang ku lihat kemarin ketika awal masuk kuliah.

“Sini saja dulu” ujar gadis cantik itu.

Aku duduk di sampingnya.

“Belum masuk?” tanyaku.

“Sebentar lagi ya, kita tunggu Citra dulu” ujarnya.

Aku hanya bisa menerka, bahwa yang dia maksud adalah temannya yang duduk di sampingnya kemarin. Dan tak lama kemudian, datanglah seseorang. Dan benar saja, dia adalah orang yang kemarin aku lihat.

“Oya, nama kamu siapa?” tanyaku.

“Aku Amalia” jawabnya.

“Aku Itsnaini” ujarku sambil tersenyum. Itulah kedua teman baruku.

Waktu terus berjalan. Maski hampir seminggu aku berada di sini, namun semua masih terasa asing. Dan pagi ini, ketika seorang teman menyampaikan kultumnya, mulailah aku tersadar dari asa-asaku selama ini.

“Universitas itu tidak menjadi tolak ukur seseorang untuk mencapai sukses, namun potensi yang ada pada diri kita masing-masing dan kamauan yang ada pada diri kita itu yang akan membuat kita sukses.”

Sebuah kultum pagi yang sangat bagus menurutku. Karena telah membuatku melangkah dengan pasti pada jalanku. Toh bukan aku sendiri yang gagal dalam memasuki universitas yang ku inginkan. Saharusnya aku bersyukur, karena masih dapat kuliah. Semantara di luar sana, masih banyak orang yang ingin kuliah, tetapi tidak bisa.

“Mungkin inilah jalan terbaik yang engkau berikan untukku Ya Allah” batinku

Aku pun mulai semangat lagi, apalagi ketika perkuliahan telah usai. Rasanya tak sabar lagi ingin bertemu dengannya, untuk mengadukan keletihanku. Kasur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline