Lihat ke Halaman Asli

Apakah ChatGPT Baik atau Buruk bagi Mahasiswa?

Diperbarui: 4 Desember 2024   00:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menghadirkan beragam inovasi, salah satunya adalah ChatGPT. Sebagai platform berbasis AI, ChatGPT dirancang untuk memberikan respons terhadap berbagai pertanyaan dan permasalahan. Namun, kehadiran ChatGPT menimbulkan pro dan kontra n di kalangan mahasiswa dan dosen. Apakah ChatGPT memberikan dampak positif, ataukah justru membawa pengaruh negatif bagi mahasiswa?

Di satu sisi, ChatGPT memberikan kemudahan dalam mengakses informasi. Mahasiswa dapat memanfaatkannya untuk memperluas pengetahuan, lebih mudah mengakses informasi, atau bahkan mendapatkan panduan untuk menyelesaikan tugas. Selain itu, ChatGPT dapat membantu dalam menyusun kerangka tugas atau esai. Ketika mahasiswa mengalami kesulitan dalam merancang struktur penulisan, ChatGPT mampu memberikan saran mengenai tata letak yang baik dan benar sesuai struktur dan kaidah bahasa. Kecepatan respons yang diberikan memungkinkan mahasiswa untuk dapat menghemat waktu. Dalam era modern yang serba praktis, keberadaan alat seperti ChatGPT bisa menjadi solusi praktis untuk membantu mahasiswa mengelola waktu dan tenaga.

Namun, penggunaan ChatGPT tidak lepas dari risiko. Salah satu masalah utama adalah potensi terjadinya ketergantungan terhadap teknologi ini. Mahasiswa yang terlalu sering mengandalkan ChatGPT dapat kehilangan kemampuan berpikir kritis. Dengan kemampuannya memberikan jawaban secara instan, ChatGPT sering kali membuat mahasiswa langsung menerima informasi apa adanya tanpa berusaha menganalisis atau memverifikasi kebenarannya. Padahal, proses berpikir kritis sangat penting dalam dunia perkuliahan untuk memecahkan masalah secara mandiri Selain itu, risiko plagiarisme juga meningkat, mengingat ChatGPT dapat memberikan teks yang dapat langsung digunakan. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip akademik yang salah satunya menekankan orisinalitas.

Dalam menyikapi keberadaan ChatGPT, mahasiswa perlu memahami bahwa teknologi ini hanyalah alat bantu, bukan pengganti. Penggunaan ChatGPT seharusnya diiringi dengan tanggung jawab. Mahasiswa perlu memanfaatkan ChatGPT secara bijak, misalnya dengan menggunakannya sebagai referensi awal yang kemudian dilengkapi dengan sumber-sumber lain yang lebih kredibel dan mendalam.

Pada akhirnya, dampak ChatGPT bagi mahasiswa sangat tergantung pada bagaimana mereka memanfaatkannya. Jika digunakan dengan bijaksana, ChatGPT dapat menjadi alat yang mendukung proses pembelajaran. Namun, jika disalahgunakan, teknologi ini justru berpotensi melemahkan kemampuan dari mahasiswa. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan sikap kritis dan tanggung jawab dalam menghadapi kemajuan teknologi, termasuk ChatGPT. Dengan demikian, baik atau buruknya ChatGPT tidak terletak pada teknologi itu sendiri melainkan pada cara penggunaannya. Sebagai mahasiswa yang hidup di era digital, perlu dikembangkannya sikap cerdas dalam berteknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline