Lihat ke Halaman Asli

Kebebasan Berekspresi? Serangan Terhadap Charlie Hebdo – France

Diperbarui: 8 Januari 2016   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengingat Setahun sesudah serangan terhadap Crarlie Hebdo, artikel ini saya muat lagi (pernah di muat di media lain) karena masih aktual dan bagaimana pendapat Soekarno terhadap Islam.

 

Serangan yang barbar terhadap Charlie Hebdo majalah mingguan Perancis bukan hanya mengejutkan tapi juga memicu kemarahan secara luas. Bukannya kalau tidak setuju ada pengadilan? Kata orang, Islam agama damai dan teroris tidak berkaitan dengan Islam tapi kenapa kalau Nabi Mohammad digambar, Muslim tersinggung dan membenarkan apa yang terjadi di Paris. Situs-situs seperti maroc.nl yang banyak disubsidi oleh pemerintah Belanda, bisa dibaca mainstream Muslim di Belanda dan begitu juga bilamana kita berkomunikasi satu lawan satu.

Dengan kemarahan ini langsung berpikir harus berbuat sesuatu untuk bersolidaritas tapi juga memberi dukungan pada para korban dan keluarga mereka. Tentu manifes ini juga membuat statement bahwa serangan di Paris adalah serangan terhadap demokrasi dan kebebasan, khususnya kebebasan berekspresi dan berbicara (freedom; freedom of expression, freedom of speech) tidak bisa dinegosiasikan atau dikompromikan.

Saya banyak berdiskusi dengan anak saya yang berumur 16 tahun karena dia sendiri ingin ikut untuk melihatkan solidaritasnya karena dia sadar apa sebabnya kakek neneknya meninggalkan Indonesia pada akhir tahun 60 dan ingin menetap di Belanda. Sadar bahwa hidup tanpa ketakutan itu esensi dalam hidup. Oleh karena itu kebebasan pers, demokrasi dan gaya hidup seperti kami di Belanda, perlu dibela.

Masyarakat bebas itu juga berarti bebas mengkritik kekuasaan dan tentunya mengolok-olok. Tinggal di Belanda atau di Barat berarti juga menerima nilai barat dan juga menerima apa saja bisa terjadi dikritik atau diolok-olok, termasuk tokoh idola bahkan tokoh-tokoh agama. Jesus, Paus, kerajaan dll semua sudah pernah diolok-olok dan dikritik habis. Puncaknya di tahun 1960-1970.

Alasan pembenaran yang saya baca di sosial media Indonesia kebanyakan salah sendiri. Juga ada yang berkomentar bahwa Holocaust oleh Timur tidak pernah diolok-olok dan bersalut Heil Hitler di Eropa dilarang sedangkan membuat kartun Nabi dibilang bebas bicara. Dan tentunya Timur tidak melakukan hal-hal begitu karena Timur atau Islam sangat toleran. Kata lain Barat pake dua ukuran. Bahwa AEL (Liga Arab Eropa) di website mereka pada tahun 2009 dengan kartun menyangkal Holocaust atau mantan Presiden Iran Ahmadinejad sering kali menyangkal holocaust tidak disebut, Begitu juga setiap demonstrasi Palestina seperti di Amsterdam tahun lalu, demonstran Muslim bersalut Heil Hitler tidak disebutkan. Padahal orang-orang yang korban dari Holocaust masih banyak yang hidup dan banyak bukti seperti film dan lain lainnya. Jadi kalau orang yang menyangkal Holocaust atau mengagungkan Heil Hitler ada tujuan lain.

Juga biar banyak yang sakit hati, apalagi yang masih hidup atau keluarga keluarga korban yang lainnya, mereka tidak membunuh atau memakai fisik dan AEL pun dibebaskan karena biar hakim berpendapat bahwa kartun mengenai Holocaust itu selera buruk, bebas bicara lebih dipentingkan. Begitu juga Muslim yang bersalute Heil Hitler.

Bebas bicara bukan datang begitu saja, itu dibayar dengan darah beratus tahun. Bebas bicara itu hal hal yang mendasar dicapai dalam peradaban Barat. Dari sejarah kita tahu bagaimana hidup beragama dan efeknya. Oleh karena itu respek pada agama minimal. Atau apakah agama tertentu unik dan merasa menang sendiri serta di atas agama yang lain?

Ada juga yang berkomentar “Orang barat mengganggu keyakinan orang lain yang sudah dia anut sejak turun menurun..”

Orang yang berkomentar begini tidak tahu pandangan Islam terhadap Jesus atau bagaimana dengan kata “haram” dan efeknya terhadap anak anak mereka melihat non Muslim. Atau bagaimana pandangan Islam terhadap orang yang tak bertuhan atau yang berpikir lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline