Seorang anak usia tiga tahun asyik masyuk memelototi layar ponsel pintar kepunyaan sang ibu. Berlama-lama dalam paparan cahaya gawai yang kini digandrungi sebagai teman baru oleh siapa saja, lebih-lebih kalangan bocah. Sang ibu bercerita, anaknya tampak mengalami gangguan berkomunikasi yang ditandai amat pasif-irit berbicara alias diam membisu. Bagaimana menyikapi kondisi seperti itu dan problem komunikasi kebahasaan para bocah di mana kesulitan mengekspresikan diri lewat bicara?
Berangkat dari cerita nyata di atas yang seakan menjadi kelaziman tersebut, apakah lantas mengkambinghitamkan gadjet sebagai sebab utama bocah-bocah menjadi generasi merunduk dan seolah mengalami keterasingan sosial? Kita mafhum rentang usia 0 hingga 6 tahun, adalah periode emas tumbuh kembang anak. Tidak saja bertumbuh badan serta raga, melainkan pula berkembang fungsi kognitif dan motorik guna memancangkan kemampuan berbahasa. Kemampuan ini sememangnya di luar problem fisik semisal cadel atau semacamnya.
Secara ideal, perkembangan bahasa anak dibagi empat tahap. Yakni, pra linguistik usia 0-12 bulan, lalu tahap satu kata (12-18 bulan); di mana mengucap "juju" berarti baju atau "mik" mengandaikan botol susu. Rentang usia 18-24 bulan, dinamakan tahap dua kata; "Ma, maem" yang bermaksud "Mama, saya mau makan." Terakhir, tahap banyak kata; kala anak usia 3-5 tahun; ditunjukkan tuturan si anak mulai lebih panjang dan tata bahasa lebih teratur. Novi Mulyani selaku penulis buku, tampak sekadar memaparkan pembagian tersebut tanpa analisis mendalam seandainya perkembangan kebahasaan anak menyelisihi rumusan.
Penulis buku yang seorang sarjana penekun PAUD ini, berikhtiar secara efektif dan efisien tanpa melebarkan dan menebalkan kajian yang mungkin saja dikhawatirkan kemana-mana tak tentu arah. Buku tipis setebal 114 halaman ini dibagi menjadi dua tema: teori dan praktik. Kombinasi ini bisa teranggap koheren dan optimal ketimbang bersubstansi serba teori ataupun praktik alias buku how to. Walhasil, teori maupun praktik yang dikemukakan bakal membentuk penalaran dan pemafhuman terhadap pengetahuan kebahasaan anak. Pun, diwedarkan dengan alur penulisan praktis-bernas menjurus cergas.
Buku ini membabar 51 bentuk permainan edukatif alias mencerdaskan. Pembaca boleh jadi berkesimpulan, 51 permainan yang dipaparkan detail berisi bahan/alat bermain beserta cara permainan, merupakan gabungan atas tiga hal. Pertama, sebagian bentuk permainan telah dikenal luas. Kedua, kesemua permainan berangkat dari teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Ketiga, penulis buku menyumbang sekian model baru permainan. Karena itu, pembaca sebagai orang tua, guru PAUD, atau yang terlibat aktif dalam tumbuh kembang anak, kiranya tidak bakal kehabisan jenis permainan.
Apa kelebihan 51 permainan edukatif tersebut? Pertama, murah bahkan gratis lantaran tidak membutuhkan banyak media peralatan. Kalaupun membutuhkan bahan, setidaknya kertas, spidol, dan papan tulis sudah cukup untuk membuat sebuah permainan yang seru. Kedua, menggaransi si anak terlibat aktif bersama teman-temannya. Seluruh permainan dirancang memerlukan orang lain. Orang tua dan guru PAUD berperan sebagai pemandu jalannya permainan. Banyaknya person yang terlibat dalam satu permainan, secara langsung memaksa saban anak untuk turut aktif berpartisipasi.
Partisipasi aktif anak dengan banyak mengeluarkan kata atau bicara, adalah tujuan utama permainan. Lantas, bukankah pada saat yang sama, permainan model tersebut seperti tebak kata atau melanjutkan cerita, menjadikan anak pasif bergerak? "Kelemahan" inilah yang tampak luput di bahasan buku. Atau, mungkin sekiranya penulis buku bakal mengajukan argumen pembanding bahwa hakikat aneka permainan yang diwedarkan sama halnya dengan mendongeng; di mana anak pasif bergerak tetapi mengaktifkan stimulus perkembangan bahasa bocah sebagai titik tekan.
Sementara sisi keunggulan, pembaca mungkin melihat buku ini merupakan antitesis dari kenormalan baru kalangan anak sekarang yang telah kecanduan gim di ponsel pintar/komputer. Tampak ada ikhtiar apik penulis buku mengembalikan permainan anak seperti tempo dulu --dengan menambahkan pelbagai kebaruan---yang terbukti menjadikan bocah berkesadaran sosial plus menyehatkan dengan tidak membuat pedih mata layaknya memelototi layar gawai lama-lama. Anak pun terlatih berani bicara, menambah perbendaharaan kosakata, aktif bersuara.
Data buku:
Judul: Permainan Edukatif: untuk Mengembangkan Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini