Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Itsbatun Najih

Aku Adalah Kamu Yang Lain

Wartawan Tak Sekadar Menulis Berita

Diperbarui: 31 Januari 2021   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok pribadi

Seorang wartawan, kata Ignatius Haryanto (2005) harus menulis buku. Pencapaian wartawan bukanlah meninggi dengan menjadi pemimpin redaksi, melainkan bersifat "meluas-mendalam" dengan pencapaian untuk suatu bidang tertentu yang dikuasai oleh si wartawan tersebut. Kiranya maksud Ignatius, adalah menulis buku satu topik-bahasan. Bukan bunga rampai hasil pelbagai kisah di balik peliputan sang wartawan --yang kerap berganti-ganti desk.

Menjadi Wartawan dan Seikat Kisah yang Menyertainya merupakan bunga rampai; semacam catatan ringan yang kalau dipaksa-paksakan, malahan bisa dianggap sebagai satu topik: perihal kewartawanan itu sendiri. 

Amat berguna bagi para calon kuli tinta --julukan yang sudah usang-- untuk lebih memahami sisi lain dunia jurnalistik selain buku-buku teori jurnalisme dan ilmu komunikasi. 

Sisi melik ritme kerja seorang wartawan diungkapkan terbuka. Ada bagian subtil yang membawa sendu. Sejumlah peliputan yang menegangkan. Dan, selebihnya adalah keasyikan dan kegembiraan.

Buku ini ditulis Erik Purnama Putra. Meski lulusan psikologi, keaktifannya di lembaga pers kampus mendorongnya untuk lebih menekuni secara profesional dunia kewartawanan. Ia  lantas diterima kerja di media Republika biro Jawa Timur. Tak berselang lama, Erik, sapaan akrabnya, dipindahtugaskan ke Jakarta. Di ibu kota, jiwa kewartawanan Erik sungguh-sungguh ditempa; dan ia benar-benar menikmati.

Ada tiga puluh sembilan kisah yang dituturkan secara bernas dan pendek-pendek. Sejumlah kisah mengundang "cemburu" pembaca lantaran betapa nikmatnya menjadi wartawan. Erik berkesempatan liputan ke banyak daerah; seakan menjelajah Indonesia. 

Sempat ngepos di Mabes TNI, beroleh keluasan menaiki nyaris semua jenis pesawat militer. Tak cuma jelajah domestik alias meliput sudut-sudut negeri sendiri, Erik pernah mengepakkan pengalaman jurnalistiknya dengan menjejak tanah manca.    

Sekali lagi, Erik mengisahkan catatan sepuluh tahunnya (2009-2019) menjadi jurnalis dengan langgam keceriaan meski potongan-potongan kisah semi pilu tetap mewarnai. Tidak sampai terjebak pada glorifikasi diri, Erik mengemas cerita-cerita jurnalistiknya tanpa tendensi selebrasi ego. 

Berbagi pengalaman bahwa tidak semua berita yang dibuatnya lantas bisa naik/tayang; dan beberapa kali dilaporkan ke Dewan Pers. Erik juga mengurai kepelikan menulis berita semi iklan (advertorial) yang di dalamnya sarat kepentingan. Lebih dari itu, satu hal yang digarisbawahi olehnya, ketika ada pihak merasa dirugikan oleh suatu media, maka jalan yang tepat adalah membawa kasus ke Dewan Pers.

Wartawan lomba?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline