Seorang perempuan muda menghadiri kesebuah acara, menyiapkan pidatonya dan berlatih berulang kali, namun selesai acara itu, dia berpikir apakah orang lain bisa menerima penampilannya ataukah tidak. Saat dirumah perempuan muda ini melihat penampilannya dikaca, apakah dia terlihat kurang cantik ataukah baju yang dipakainya kurang cocok, apakah dia nampak kurang langsing dan seterusnya. Kira-kira ini sedikit ilustrasi tentang kekhawatiran apa yang orang lain pikirkan tentang kita.
Pernahkan kamu berfikir seperti apa dirimu dalam bayangan orang lain? Ya, mungkin hampir setiap hari dan setiap saat, semua orang sibuk, mengatur image dirinya, seperti apa dia akan dilihat orang lain. Ada banyak ketakutan dari dalam diri jika orang lain tidak dapat menerima kita apa adanya. Inilah metapresepsi.
Ada ide-ide tentang apa yang orang lain pikirkan tentang kita, sebenarnya tergantung kepada konsep dirimu tentang siapa kamu dan keyakinanmu tentang siapa dirimu. Seorang professor Psikologi, Mark Leary, dari Wake Forest University di Wins Salem, North Carolina menjelaskan “seseorang menyaring isyarat apa yang mereka dapatkan dari orang lain melalui konsep diri mereka”
Bagaimanakah mula mengkonsep diri
Secara fundamental awal konsep diri dibentuk oleh satu orang secara khusus, yaitu Ibu. Ibu sebagai pengasuh utama akan merespon tangisan pertama seorang anak dan gerak tubuh sangat mempengaruhi bagaimana seorang anak akan berharap untuk dilihat oleh orang lain. Seorang pemerhati anak, remaja dan konsorsium keluarga dari Universitas Minnesota, Martha Farrell Erickson menjelaskan “Anak berperilaku dengan cara yang pernah mereka alami, seorang anak yang memiliki ibu tidak responsif akan bertindak menjengkelkan atau orang lain akan menarik jarak dengan anak yang menjengkelkan. Sedangkan Ibu yang responsif akan membuat anak- anak mereka terhubung dengan baik dengan teman-teman mereka”
Bayi akan memindai wajah ibunya dan menyerap petunjuk siapa dia, ketika dewasa, seorang manusia akan terus mencari refleksi nya dimata orang lain. Memang orang tua dan anak dalam ikatannya tidak sedikit membentuk konsep dirinya dimasa kanak-kanak. Apakah baik dan buruk.
Sebuah penelitian dari seorang Prof Psikologi di Unioversitas Texas, Austin, William Swann menunjukkan bahwa seseorang dengan konsep diri negatif menghalau orang lain untuk mengevaluasi mereka dengan keras, namun jika mereka mencurigai orang tersebut menyukai mereka, mereka lebih suka menjadi benar daripada dikagumi.
Peran kita sesuai dengan kondisi
Orang-orang yang telah belajar untuk mengatur emosi mereka, berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengetahui apa yang orang lain pikirkan mereka, kata Carroll Izard, profesor psikologi di University of Delaware"Mereka mampu mendeteksi emosi di wajah orang lain dan merasa empati ". Jika kamu kewalahan dengan perasaan atau tidak mampu mengekspresikan mereka sama sekali, menjadi sulit untuk menafsirkan respon orang lain kepada mu. Belajar memberikan ekspresi untuk perasaanmu dan untuk menenangkan diri di saat-saat yang sangat dituntut akan memberikan pegangan yang lebih baik pada dirimu sendiri dan keadaan internal (dalam diri) orang lain.
sedangkan orang yang menolak umpan balik dari orang lain membuat mereka kurang mampu untuk mengetahui bagaimana berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi,seperti bermusuhanketika menghadapi kritik. Ini akan menjadi peluang orang lain meninggalkankamu dalam gelapdan meraba-raba di atas kesalahan langkahmu sendiri.
Sikap seperti itu bahkan mungkin mendorong orang lain untuk berbohong kepadamu, kata DePaulo. Karena kamu memproyeksikan kerapuhan yang membuat orang lain takut, atau ada diantara mereka akan menghancurkan mu dengan menawarkan kritik yang jujur.
Narsis menyebabkan blok metapersepsi
Ketika dipaksa untuk melihat diri mereka di layar, narsisis menjadi lebih menyebabkan bias diri. Oliver John, Profesor Psikologi di University of California di Berkeley menjelaskan ketika ia dan tim rekaman video tape-nya didiagnosis sebagaipatologis narsisis, mereka suka menontonrekamantersebut danmereka memiliki pemikiran dan pendapat yang sama. Temuan ini menggarisbawahi bagaimana kerasnya kita membela konsep diri kita, bahkan jika mereka mencerminkan ketidakstabilan psikologis.
Jika pemalu, cemas secara sosial
Jika kamu cemas sosial (atau dikenal sebagai pemalu), kamu mungkin khawatir bahwa kamu tidak menyenangkan. Sayangnya, kamu mungkin benar. Orang pemalu menyampaikan kesan tak menyenangkan tentang diri mereka sendiri, kata DePaulo.
Di satu sisi, banyak orang pemalu yang egois, Bernie Carducci, Psikolog di Indiana University Southeast menjelaskan, mereka membayangkan bahwa semua orang menonton dan mengevaluasi setiap gerakan mereka. Mereka berpikir bahwa mereka adalah pusat dari setiap interaksi sosial, dan karena mereka tidak tahan itu, mereka menutup diri. Orang cemas secara sosial begitu sibukdengan apa yang orang lain pikir, bahwa mereka tidak bisa bertindak secara spontan. Namun, banyak orang menemukan mereka menawan, justru karena mereka tidak menjadi perhatian.
sumber : psychology today, dll
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H