Lihat ke Halaman Asli

Ita Siregar

Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Salah Dengar

Diperbarui: 7 Juli 2023   06:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pukul 9 pagi. Saya di bandara Mumbai. Dari Pune. Saya akan naik pesawat Indigo tujuan Chennai. Sore nanti. Masih banyak waktu. 

Bandara dingin sekali. Saya sudah bersweater berkupluk, angin masih menyerang leher.

Saya sudah jadi flu. Tertular teman yang sama-sama satu taksi. Dari Panchgani ke Pune. Badan terasa demam dan nyeri, hidung mampet. Saya berusaha kalau batuk, tidak bersuara keras karena takut dilirik petugas bandara. Lalu diamankan. Waktu itu awal pandemi usai. Penerbangan antar negara sudah dibuka. India sudah boleh lepas masker. Tapi saya tetap pakai masker.

Saya baru saja sarapan.  Pongal (bubur nasi dan lentil) dan sambar. Ditutup sepotong kukis dan kopi di cup kertas. Kopi  campur susu cair. Gurih berlemak. Rasa yang lembut.

Dari kedai, saya minta pegawai mengisi tumbler saya dengan air panas. Syukur dia baik hatinya. Saya duduk ke depan kedainya. Sudah minta dua kali mengisi. Saya perlu air panas, memastikan kalau ada virus, terdorong ke perut. Di bandara tersedia air minum isi ulang, tapi dingin.

Saya bengong. Menghayati nyeri dan mampet. Memperhatikan penumpang yang antre cekin. Sesekali bersihkan hidung dari ingus, ke tisu, buang ke plastik kecil. Plastik sudah penuh tisu basah mukus. Saya bolak-balik ke toilet, narik tisu baru. Angin pendingin ruangan menyakiti kulit. Sesekali menyerang kepala, nyeri. 

Badan siap menggigil. Saya hajar terus dengan minum air panas. Lalu kencing. Gitu terus.

Lalu seseorang nemplok duduk di sebelah kiri saya. Berbatas satu kursi. Saya melirik tetangga baru itu. Laki-laki berwajah India. Berperawakan sedang. Mungkin 40 tahunan.  Wajahnya rambut semua. Kumis, jenggot memenuhi setengah pipi. Kulit terang. India putih. Dan, alis hitam tebal bertaut.

Alis hitam tebal bertaut seperti ulat bulu di atas mata? Saya ingat sesuatu. Tapi ingatan tipis.

Tak lama ia duduk, hapenya berdering. Saya memiringkan kepala, sedikit. Ke arahnya. Ia meraih hape dari saku baju. Video call. 

Dia buat wajahnya dan hape berhadap-hadapan. Lalu meluncur kata-kata: honey, darling, baby.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline