Lihat ke Halaman Asli

Ita Siregar

Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

F1 H2O dan Kebahagiaan Orang-Orang Balige

Diperbarui: 17 Januari 2023   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

f1h2o.com

Tak sengaja pada satu sore yang hujan kami berlima duduk di kedai kopi. 

Di bulan Desember, cuaca Balige sangat berair. Sore itu pun hujan turun sudah dimulai sejak subuh. Seharusnya dingin. Namun ruang duduk menjadi hangat karena perbincangan kami mengerucut pada isu F1 H2O.

Balige sedang beberes kota. Pasalnya, pada akhir Februari 2023 nanti, di kota akan digelar apa yang disebut-sebut F1 H2O. Ini proyek pemerintah pusat. Dalam rangka menghadirkan tamu mancanegara ke Toba. 

Gelaran ini mirip MotorGP di Sirkuit Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu. Acara yang mendatangkan pebalap kelas dunia ke Lombok dan mencuatkan nama Mbak Rara, si pawang hujan. Bedanya, di sana balapan di darat, di sini di atas air alias di Danau Toba.

Warga Balige semestinya menyambut gembira kegiatan akbar ini. Memang begitu. Soalnya, sudah pasti kota akan dibanjiri rupiah. Hotel, homestay, restoran, kedai, pasar, tempat wisata akan dipadati tamu. Bahkan, dengan prediksi ribuan orang mendatangi kota selama tiga hari perhelatan, seribuan kamar hotel dan 200-an homestay di Balige, takkan muat menampung arus tamu. 

F1 berlokasi di pinggir Danau Toba. Di lapangan Sisingamangaraja, dekat pelabuhan. Lapangan di-makeup, dikebut pembangunan plaza, tempat mangkal kapal super cepat dan titik kumpul massa. 

Lapangan Sisingamangaraja ini sebelumnya adalah pasar darurat. Darurat dalam arti sebenarnya karena tidak beratap dan berlantai yang selayaknya tempat aktivitas manusia berjual-beli.

Para pedagang direlokasi ke tempat ini karena Pasar Balerong direnovasi. Renovasi yang mangkrak lebih dari setahun itu, rampung karena terpaksa --karena ada F1 H2O, sehingga hasilnya pun seadanya. Wajah pasar tidak lebih baik dari sebelumnya, lapak pedagang sedikit. Entah di mana yang biasa berjualan di sini.

"Masalah tanah belum selesai. Tanah lapangan itu milik marga Napitupulu dan bersertifikat. Bupati bilang itu tanah Negara. Banyak pemilik tanah dan bangunan merasa dirugikan. Tinggal di sana puluhan tahun, harus pindah tanpa kompensasi jelas," ujar kawan yang notaris.

Tentang itu, saya ingat diskusi Sersan Toba di Youtube TobaTV, sebulan lalu. Dalam tayangan bertajuk "Kehadiran F1H2O di Danau Toba, Berkah atau Musibah", Sebastian Hutabarat, aktivis Balige, mengisahkan satu bangunan di areal lapangan Sisingamangaraja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline