Lihat ke Halaman Asli

Ita Siregar

Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Naftali [20]

Diperbarui: 20 Oktober 2022   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ulinda mengajak Naftali bertemu, berdua saja, di Starbucks Plaza Senayan. Setelah pertemuan mereka terakhir di penthouse waktu itu, dan setelah mendengar pengakuan Naftali tentang apa yang dirasanya selama ini, Ulinda merasa perlu menyelesaikan sesuatu dengan adik sepupunya itu. Ini mendesak karena dalam hitungan beberapa minggu ke depan, Naftali akan menikah. Ia merasa dirinya bersemangat, namun tegang. Pagi tadi ia dan Ara sudah berdoa khusyuk menyebut nama Naftali beberapa kali dalam doa mereka, lalu Thiru, berharap pertemuan ini direstui Roh Kudus, mencapai sesuatu tujuan. 

Ulinda memesan teh dingin. Naftali, hazelnut mocca kental yang terlalu manis sehingga ia sesekali membasuhnya dengan air putih dingin. Mereka duduk berhadap-hadapan di kursi kayu empat. Sore itu kedai modern sepi. Hanya ada dua pasang pelanggan duduk tenang, saling bicara dengan suara kecil. Hangat kopi membanjiri udara. Sebelumnya Ulinda sudah memuji penampilan Naftali yang serbakuning, manis. Ia selalu manis, batin Ulinda. 

Lalu ia memulai. Sewaktu mulutnya mulai menyebut nama Tuhan untuk pertama kali, Naftali mengangkat kedua tangannya, membuka telapaknya, berarti, saya menolak.    

"Ul, tolong, jangan mulai lagi," katanya.

"Aku dan Ara berdoa untukmu..."

"Ulinda, berhentilah berpikir superstitious."

"Aku tidak superstisius, Sayang. Aku yakin kau terpengaruh kutukan masa lalu yang belum diselesaikan. Kau tahu, si iblis selalu menuntut perjanjian darah yang sudah dibuat dengan nenek moyang atau siapa pun sebelum kita. Aku belum yakin pernikahanmu dengan Thiru."

"Ul, aku hargai keyakinan dan perhatianmu, juga Ara. Terima kasih kalian berdoa untukku, tapi aku punya pertimbangan sendiri, tolonglah mengerti. Ini hidupku, Ul."

"Aku ingin kamu bahagia dengan laki-laki yang benar-benar dari Tuhan."

"Kau pikir Thiru bukan dari Tuhan? Kalau tidak, kenapa Dia tidak menahanku bertemu dia, di mana-mana, agar kami tak bisa bersama? Ul, jangan bawa-bawa aku dengan keyakinanmu itu."

"Aku hanya ingin kau berdoa sekali lagi, minta petunjuk Tuhan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline