Lihat ke Halaman Asli

Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work-Life Balance) dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Bintang Utama Sentosa

Diperbarui: 23 November 2024   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah salah satu bagian yang ada di penelitian ilmiah dan berisi tentang teori utama yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti, hasil penelitian dan menguraikan masalah penelitian dengan kerangka teori. 

Kajian pustaka ini menjelaskan di dalam landasan teori dalam penelitian ini terdiri dari beberapa konsep yang berhubungan dan dimulai dari manajemen sumber daya manusia, keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance), kepuasan kerja sebagai variabel bebas dan kinerja karyawan menjadi variabel terikat.


2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Drs. Malayu S. P Hasibuan didalam Eri Susan (2019), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengelola hubungan dan peran karyawan secara efektif dan efisien untuk berkontribusi pada pencapaian tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 

Sedangkan menurut Edwin B. Flippo didalam Eri Susan (2019), manajemen sumber daya manusia (MSDM)  adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan mencapai tujuan masing-masing perusahaan, karyawan, dan masyarakat. 

Dan menurut Dessler (2015) manajemen sumber daya manusia adalah proses perekrutan, pelatihan, evaluasi, dan kompensasi karyawan, dan mengelola hubungan kerja, kesehatan, dan keselamatan, dan urusan hukum/keadilan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah bidang yang mengintegrasikan berbagai aktivitas terkait pengelolaan tenaga kerja, mulai dari perencanaan dan pengorganisasian hingga kompensasi dan pemeliharaan.

2.1.2  Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work-Life Balance)

2.1.2.1  Pengertian Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work Life Balance)

Keseimbangan kehidupan kerja disebut juga work-life balance adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan tanggung jawab antara pekerjaan, kehidupan keluarga, dan kewajiban lainnya sehingga tidak terjadi konflik antara pekerjaan dan kehidupan keluarga. Dengan adanya motivasi, produktivitas, dan loyalitas dapat menambahkan prestasi kerja sehingga hasil kerja meningkat karena semua orang berpartisipasi dalam pekerjaan.

Menurut Westman et al (2009, didalam Saina et al, 2016), Work-life balance adalah tingkat dimana seseorang berpartisipasi dan merasa puas secara seimbang dalam hal waktu dan keterlibatan psikologis pada peran mereka dalam pekerjaan serta kehidupan pribadi (seperti bersama pasangan, orang tua, keluarga, teman dan anggota masyarakat) dengan minimnya konflik antara kedua peran tersebut. 

Menurut Clarke et al didalam Dina (2018)  work-life balance adalah hubungan antara keseimbangan waktu dan energi yang dialokasikan untuk pekerjaan dan kegiatan pribadi, dengan tujuan mempertahankan keharmonisan hidup secara keseluruhan. 

Menurut Singh & Khanna (2011), work-life balance adalah sebuah konsep umum tentang pengelolaan kesenjangan antara pekerjaan (karir dan ambisi) di satu sisi dan kehidupan (kebahagiaan, keluarga, waktu luang dan pertumbuhan spiritual) di sisi lainnya.

Menurut Larasati & Hasanati (2019), Work-life balance merupakan kesempatan bagi karyawan untuk menjalani gaya hidup sehat dan bermanfaat sehingga dapat mempengaruhi peningkatan kinerja. Menurut Hudson (2005), Work-life balance adalah praktik kerja yang mengakui dan berusaha mendukung kebutuhan staf dalam mencapai keseimbangan rumah dan masa kerja. 

Menurut Fisher dan Bulger (2009) work-life adalah adanya persaingan waktu dan energi setiap individu yang digunakan untuk melakukan peran yang berbeda dalam kehidupannya.

Dapat disimpulkan dari definisi dan pengertian diatas bahwa keseimbangan kehidupan  kerja (work-life balance) merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur dan menyeimbangkan tanggung jawab antara pekerjaan, keluarga, dan kewajiban lainnya agar tidak terjadi konflik antara kedua peran tersebut.

 Ini mencakup keterlibatan dan kepuasan dalam peran kerja dan kehidupan pribadi, pengaturan antara ambisi karier dan kebahagiaan pribadi, serta pencapaian gaya hidup sehat yang berdampak positif pada kinerja kerja. Selain itu, work-life balance juga melibatkan dukungan dari praktik kerja yang membantu staf mencapai keseimbangan antara kehidupan rumah dan pekerjaan.


2.1.2.2  Indikator Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work Life Balance)

Menurut Hudson (2005, didalam Arifin, 2022) terdapat tiga indikator dalam work-life balance, yaitu sebagai berikut:

1. Keseimbangan Waktu

Memperhatikan keseimbangan antara pekerjaan dan waktu di luar pekerjaan. Keseimbangan waktu mengacu pada waktu yang dimiliki setiap individu dalam melakukan pekerjaan dan kegiatan lain di luar pekerjaan. Pengaturan waktu yang baik dapat memaksimalkan keseimbangan antara waktu kerja dan istirahat, sehingga memungkinkan relaksasi menjadi lebih efektif.

2. Keseimbangan Keterlibatan

Memperhatikan keseimbangan keterlibatan psikologis dalam pekerjaan dan peran non-pekerjaan serta individu dapat menikmati waktunya dan dapat ikut serta dalam kegiatan sosial secara fisik dan emosional. Keseimbangan ini seperti tingkat stress dan keterlibatan indivitu dalam bekerja dan dalam kehidupan pribadi nya.

3. Keseimbangan Kepuasan

Perhatikan keseimbangan kepuasan setiap individu di tempat kerja dan di luar pekerjaan. Setiap individu mampu beradaptasi dengan baik terhadap pekerjaan dan kebutuhan di luar pekerjaan, maka akan menciptakan kepuasan. Hal ini terlihat pada kondisi keluarga, hubungan dengan rekan kerja, serta kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dilakukan.


2.1.2.3  Faktor-Faktor Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work Life Balance)

Menurut Schabracq (2003), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi work-life balance seseorang, yaitu sebagai berikut:

1. Karakteristik Kepribadian. Hal ini mempengaruhi pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ada hubungan antara jenis keterikatan yang dimiliki oleh seseorang ketika mereka masih kecil dan work-life balance. Individu yang memiliki secure attachment cenderung mengalami positive spillover dibandingkan individu yang memiliki insecure attachment.

2. Karakteristik Keluarga. Salah satu aspek penting untuk mengetahui ada tidaknya konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Misalnya, konflik peran atau ambiguitas peran dalam keluarga dapat mempengaruhi work-life balance.

3. Karakteristik Pekerjaan. Meliputi pola kerja, beban kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja dapat memicu adanya konflik baik konflik dalam pekerjaaan maupun konflik dalam kehidupan pribadi.

4. Sikap. Merupakan evaluasi berbagai aspek dunia sosial. Ketika faktor-faktor seperti pengetahuan, emosi, dan kecenderungan perilaku hadir dalam suatu sikap. Cara berpikir individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance).

2.1.2.4Manfaat Keseimbangan Kehidupan Kerja (Work Life Balance)

Menurut Lazar et al (dalam Pangemanan, Pio, dan Tumbel, 2017: 2) yang dikutip dalam Dina (2018) terdapat manfaat yang akan dihasilkan perusahaan dengan adanya penerapan work-life balance, diantaranya sebagai berikut:

1) Mengurangi tingkat ketidakhadiran dan keterlambatan

2) Meningkatkan produktivitas

3) Adanya komitmen dan loyalitas karyawan

4) Meningkatnya retensi pelanggan

5) Berkurangnya turn-over karyawan

Sedangkan bagi individu atau karyawan manfaat yang didapatkan dengan adanya penerapan work-life balance ini adalah sebagai berikut :

1) Meningkatnya kepuasan kerja

2) Semakin tingginya keamanan kerja

3) Meningkatkan kontrol terhadap work-life environment

4) Berkurangnya tingkat stres kerja

5) Semakin meningkatnya kesehatan fisik dan mental.

2.1.3  Kepuasan Kerja

2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Umar (2011, didalam Sandhi Fialy, 2020) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan dan evaluasi individu terhadap pekerjaanya, terutama terkati dengan kondisi kerja, dan sejauh mana pekerjaan tersebut mampu memenuhi harapan, kebutuhan, serta keinginannya. Menurut  Hasibuan (2001, didalam Iga Puspa et al, 2021) kepuasan kerja merupakan perilaku emosional positif seseorang yang mencintai dan menyenangi pekerjaannya. Menurut Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2017), kepuasan kerja merupakan kesan atau emosi bisa mendukung atau menghambat karyawan dalam menjalankan pekerjaannya. Sedangkan menurut Mckena, kepuasan kerja berkaitan dengan sejauh mana harapan pribadi seseorang di tempat bekerja sejalan dengan pencapaian yang berhasil diraih.

Menurut Robbins (dalam Bintoro & Daryanto, 2017) kepuasan kerja adalah perilaku yang biasa dilakukan seseorang ketika melaksanakan pekerjaanya. Menurut  Robbins & Judge (2018), seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi merasakan perasaan positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang dengan kepuasan kerja yang rendah cenderung memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaannya, sementara menurut Locke (dalam Wijono, 2015) kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan dan penilaian seseorang terhadap pekerjaannya, khususnya mengenai kondisi kerja, apakah pekerjaan tersebut dapat memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya. Kepuasan kerja juga sebagai perilaku penuh emosi seseorang yang mencintai dan menyenangi pekerjaannya, kesan atau emosi yang mendukung atau tidak mendukung karyawan dalam melakukan pekerjaan, serta seberapa besar harapan pribadi seseorang di tempat bekerja dibandingkan dengan capaian yang diraih. Pada intinya, kepuasan kerja mencerminkan perasaan dan penilaian seseorang terhadap pekerjaannya, apakah pekerjaan tersebut dapat memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya.


2.1.3.2  Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Robbins dan Judge, (2015 didalam Dilla Nuramdhani, 2023) mereka berpendapat bahwa kepuasan kerja memiliki beberapa dimensi dan indikator, yaitu:

1) Pekerjaan itu sendiri dengan indikator: Beban kerja yang diterima

2) Gaji dengan indikator : Jumlah bayaran yang diterima atas hasil kerjanya

3) Promosi dengan indikator: Peningkatan status

4) Pengawasan dengan indikator: Pemberian pengawasaan saat bekerja

5) Rekan Kerja dengan indikator: Karakteristik pribadi dan rasa tanggung jawab bersama.

Menurut Widodo (2015, didalam Sandhi Fialy, 2020) menyatakan bahwa ada beberapa indikator dari kepuasan kerja,yaitu:

1) Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang akibat dari pelaksanaan keja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

2) Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan.

3) Rekan kerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenagkan atau tidak menyenangkan.

4) Atasan, yaitu seseorang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara kerja atasan dapat tidak menyenangkan bagi seseorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

5) Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan, seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan besar untuk naik jabatan atau tidak. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

6) Lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik dan psikologis.


2.1.3.3  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Bintoro & Daryanto (2017), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong kepuasan kerja diantaranya:

1. Psikologis.

2. Fisik.

3. Finansial.

4. Sosial.

Menurut Hasibuan, (2014) adalah sebagai berikut:

1. kerja yang menantang secara mental

2. penghargaan yang sesuai

3. kondisi kerja yang mendukung

4. rekan sekerja yang mendukung

Sedangkan menurut Mangkunegara (2017) adalah sebagai berikut:

1) Faktor karyawan, yaitu kecerdasan IQ, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja

2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawas, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.


2.1.4  Kinerja Karyawan

2.1.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Mangkunegara (2016) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan, mencakup aspek kualitas maupun kuantitas. Menurut Stolovitch dan Keeps dalam Edison et al. (2016) kinerja adalah serangkaian hasil yang dicapai yang mencerminkan tindakan dalam memenuhi dan melaksanakan tugas yang diminta. Menurut Sutrisno (2016) kinerja merupakan hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh kemampuan, karakteristik pribadi, serta persepsi terhadap peranannya dalam pekerjaan tersebut. Menurut Pio (2015, didalam Savitra Erica, 2022) kinerja merupakan pencapaian hasil kerja yang dilakukan individu atau kelompok yang didasarkan pada fungsi dan indikator yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2009) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan dan standar yang ditetapkan oleh organisasi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, kinerja karyawan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kemampuan, motivasi, dukungan organisasi, dan lain-lain.

2.1.4.2  Indikator Kinerja Karyawan

Mengukur kinerja karyawan menurut Kasmir (2016, didalam Dina, 2018), berikut ada beberapa indikator sebagai pengukurannya :

a. Kualitas (Mutu)

Merupakan salah satu indikator penting dalam menilai kinerja karyawan, dengan melihat kualitas diri dari setiap individu dalam menyelesaikan pekerjaan mereka, yang mencerminkan seberapa mendekati sempurna hasil kerja mereka. Misalnya, jika seseorang menunjukkan kualitas yang lebih baik atau tinggi maka kinerja yang dihasilkan akan tinggi pula, sebaliknya jika kualitas diri dalam pengerjaannya rendah, hasil kinerja yang dihasilkan pun akan rendah.

b. Kuantitas (Jumlah)

Merupakan tolak ukur dalam penilaian kinerja berdasarkan pada kuantitas atau jumlah yang dihasilkan oleh individu dalam mencapai produk yang sesuai dengan target yang telah ditentapkan. Diharapkan bahwa hasil pencapaian ini dapat melebihi target atau setidaknya memenuhi target yang telah ada.

c. Waktu (Jangka Waktu)

Merupakan batasan waktu dalam pelaksanaan tugas yang mencakup pada rentang waktu maksimum dan minimum yang ditentukan. Indikator ini mengevaluasi kinerja berdasarkan kecepatan individu dalam menyelesaikan tugas. Oleh karena itu, semakin cepat seseorang menyelesaikan tugas, semakin baik kinerja yang ditunjukkan. Sebaliknya, jika tugas diselesaikan dengan lambat, kinerja yang dihasilkan dianggap kurang memuaskan.

d. Penekanan Biaya

Merupakan anggaran yang telah ditentukan oleh organisasi atau perusahaan untuk mengalokasikan biaya pada setiap bidang pekerjaan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

e. Pengawasan

Tanggung jawab terhadap pekerjaan mencakup komitmen untuk menyelesaikan tugas dengan perhatian dan dedikasi tinggi. Pengawasan merupakan indikator penting dalam menilai kinerja, karena mengukur sejauh mana individu bertanggung jawab atas pekerjaannya. Semakin besar pengawasan yang diterima, semakin baik hasil kinerja yang dihasilkan. Sebaliknya, kurangnya pengawasan dapat mengakibatkan hasil kinerja yang buruk.

f. Hubungan antar Karyawan

Indikator terakhir dalam penilaian kinerja karyawan adalah hubungan interpersonal. Interaksi yang baik antara karyawan, antara karyawan dan atasan, serta hubungan dengan lingkungan sekitar dapat menciptakan suasana yang nyaman. Hal ini berperan penting dalam mendukung individu untuk memaksimalkan potensi dan menghasilkan kinerja yang optimal.

2.1.4.3  Faktor-Faktor Kinerja Karyawan

Menurut Simajuntak (2011, didalam Sandhi Fialy Harahap, 2020), kinerja di pengaruhi 3 faktor yaitu :

1) Faktor Individu, adalah kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Kompetensi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, dibagi menjadi 2 golongan yaitu kemampuan dan keterampilan kerja serta motivasi dan etos kerja.

2) Faktor dukungan organisasi, dalam melaksanakan tugasnya seseorang perlu mendapatkan dukungan organisasi di tempat kerjanya. Dukungan tersebut dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, kenyamana lingkungan kerja, pengorganisasian yang dimaksud untuk memberi kejelasan bagi setiap individu tentang sasaran yang harus dicapai dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut. Setiap individu perlu memiliki dan memahami uraian jabatan dan tugas yang jelas.

3) Faktor dukungan manajemen, kinerja perusahaan dan kinerja setiap individu sangat bergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pemimpin, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, dengan mengembangkan kompetensi pekerja, dan menumbuhkan motivasi seluruh untuk bekerja secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline