Lihat ke Halaman Asli

Noverita Hapsari

Seorang Kompasianer

Isu Perdagangan Internasional 2022: Keretakan dan Pembentengan

Diperbarui: 7 Juli 2022   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2021/12/13/perbaikan-kinerja-industri-masih-dibayangi-problem-rantai-pasok

     Lingkup perdagangan internasional mencakup satu kesatuan sistem pasar yang interdependesi: saling berkaitan, saling membutuhkan, dan bersifat win-win solution. Perdagangan antar negara ini - baik bilateral maupun multilateral -- membuahkan simpati pro-globalisme, yang membuat free trade amat didukung, disanjung ataupun direkomendasikan sebagai suatu upaya dalam memajukan perekonomian dunia.

     Sebelumnya, daya rekat dari integrasi internasional dalam bentuk perdagangan ini dipercaya dan terbukti membawa banyak keuntungannya (benefit), walaupun memang kerap kali mengundang perdebatan kontroversial jika harus membandingkannya dengan kerugiannya (cost).

Manfaat dari perdagangan bebas, antara lain:

  • Memperoleh barang yang lebih murah (ini tujuan paling utama)
  • Meningkatkan transfer teknologi
  • Menstimulasi inovasi teknologi
  • Meningkatkan investasi pada sektor yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage)
  • Menambah daya tahan yang mandiri atau resiliensi (resilience) dari suatu perekenomian
  • Memberdayakan transimisi, transportasi dari satu tempat ke tempat lain
  • Meningkatkan pendapatan tenaga kerja/ labor di negara berkembang

Namun kebaikan-kebaikan dari international trade itu kini menjadi banyak berubah atau diubah secara negatif, sejalan dengan tekanan-tekanan represif dari pandemi Covid-19 (beserta rantai panjang derivatif ikutannya), maupun peperangan yang melibatkan negara adi kuasa (super power). 

Tak heran, banyak negara di dunia ini kembali mempertimbangkan untung ruginya di dalam melakukan hubungan perdagangan, berujung pada konklusinya yakni pembatasan. Sebuah ironi dari dinamika tren dunia saat ini, mengingat sebelumnya liberalisasi perdagangan justru digadang-gadang berandil besar dalam memitigasi (mengatasi) masalah kekurangan pasokan.

Di sisi lain, banyak penelitian menyatakan bahwa pandemi terbukti signifikan dalam menurunkan nilai perdagangan dunia secara signifikan, demikian pula dengan efek peperangan, bahkan efek rumah kaca (climate change) turut memperparah keadaan.

     Tulisan ini menyoroti dua hal yang tampak menonjol pada hubungan perdagangan internasional dalam situasi terkini, yakni:

  1. keretakan atau fragmentasi akibat konflik geopolitik, dan efek panjang dari pandemi Covid 19
  2. meningkatnya Trade Barriers/ TB, melalui tarif, kuota, dan sejenisnya,  sebagai pendirian tembok barikade dalam perdagangan internasional, dengan tujuan melindungi kepentingan nasional
  3. efek/ dampak dari fragmentasi dan pembentengan di dalam perdagangan internasional

I. Fragmentasi

 Argumentasinya adalah negara-negara akan lebih sedikit terekspos/ terdampak akibat beragam gangguan (shocks) dunia, andaikata perekonomian mereka sejak awal lebih terjaga efisiensinya secara struktural. 

Proteksionisme sebagai manifestasi terhadap ketidakpastian global di atas, memperoleh dukungan intens di kalangan politikus, misalnya berupa gerakan anti perdagangan (terhadap komoditas tertentu ataupun komoditas dari negara tertentu), demi melindungi produk dalam negeri.

Invasi Rusia ke Ukraina menjadi satu epicenter dari fragmentasi tersebut. Jerman yang kebutuhan gas alamnya sangat tergantung kepada Rusia selama lebih sepuluh tahun, tentu saja akan kelimpungan dengan peristiwa tindakan agresor Rusia yang dimulai sejak Februari 2022 itu. Walau perdagangan bebas dapat menjadi sebuah solusi sederhana untuk masalah tersebut (Jerman dapat mengimpor dari negeri sumber lainnya), namun hal itu tidaklah mudah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline