Lihat ke Halaman Asli

Noverita Hapsari

Fun and Fine

Menjaga Distribusi Minyak Goreng Curah dari Kleptoparasitism

Diperbarui: 29 Maret 2022   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Beberapa puluh tahun yang lalu, pemanfaatan minyak kelapa dari pohon kelapa (Jawa: minyak klenthik) untuk kebutuhan rumah tangga, masih mendominasi. Namun lambat laun mulai ditinggalkan karena masyarakat terbuai dimanjakan oleh minyak goreng berbahan dasar CPO (Crude Palm Oil). Bahkan impor minyak goreng santai saja mengalir lancar akibat pajak impor yang rendah saat itu.

Di dalam negeri sendiri, CPO yang diproduksi dari tandan buah segar kelapa sawit memicu perluasan lahan perkebunan sawit secara besar-besaran (ekstensifikasi). 

Ironisnya, terkait hal pembukaan lahan yang mengabaikan lingkungan (rain forest) ini, tak lekang dalam ingatan kita, pihak negara-negara Eropa melarang impor CPO dari negara Indonesia. 

Parlemen UE mengeluarkan resolusi pelarangan pemakaian biodisel secara bertahap (sebagai sumber energi terbarukan), meskipun negara-negara tersebut sebenarnya masih membutuhkan untuk keberlangsungan sektor industri dan transportasinya. Salah satu cara mereka adalah dengan menetapkan tarif bea masuk 8-18% terhadap biodisel dari Indonesia selama 5 tahun (2019).

Nasib minyak goreng sawit di negara kita tak terelakkan berada di bawah berbagai bayangan kelam. Seperti yang terjadi saat ini kala harga CPO dunia melonjak naik. Maka tirai-tirai 'ketidaknormalan' pun satu demi satu mulai terkuak. 

Lonjakan dan gejolak liar harga minyak goreng ini memaksa Pemerintah untuk mengeluarkan regulasi, yang mayoritas terantuk akibat menghadapi struktur pasar minyak goreng yang ternyata berbentuk oligopoli (hanya beberapa produsen besar saja yang menguasai sebagian besar pangsa pasarnya).

Akibatnya, mereka cukup kuat mendominasi pembentukan harganya (price maker) dan kuantitas pasokannya, mengarah pada praktek kartel ataupun monopolistik.

Pemusatan pasar ini bisa dihitung dengan rumus indeks Herfindahl (Herfindahl Index) sebagai berikut:

Gambar 1. Indeks Herfindahl. Indeks Herfindahl/Sumber: Microeconomics. Brue, Stanley. McGraw Hill. 2015. Edisi ke 20. Halaman 281

Ada sumber yang menyebutkan bahwa ketersediaan (supply) pasar minyak goreng ini terpusat pada empat produsen raksasa.

Skala konsentrasi dan dominasi perusahaan besar mungkin bisa juga diukur melalui kalkulasi Concentration Ratio n-firms (banyaknya perusaan besar/ dominan) sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline