Lihat ke Halaman Asli

Noverita Hapsari

Seorang Kompasianer

Kurva Permintaan (Demand Curve): Kasus Promo Beli 1 Gratis 1

Diperbarui: 4 Maret 2018   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pribadi

Beberapa waktu belakangan ini, dalam dunia belanja (shopping) kerap terdengar dan terlihat promo: 'beli satu dapat dua'. Bentuk promosinya pun cukup variatif, seperti:

-          Buy one get one free

-          Beli satu produk, dan untuk barang yang kedua memperoleh discount 50%

Ilustrasi Pribadi

Gambar 1. Contoh promo

Strategi pemasaran ini diharapkan menjadi obat jitu dalam mendongkrak angka penjualan. Kiat tersebut tidak hanya berlaku di dunia nyata atau di pusat-pusat perbelanjaan saja (offline) tetapi juga di dunia belanja daring (online). Cara ini sebenarnya berpotensi memicu trade war, dimana perusahaan barang sejenis juga akan menerapkan hal serupa.

Dari segi konsumen, tentu saja iklan ataupun promo sejenis ini membuat 'ngiler' para calon konsumennya.

Siapa sih yang tidak tertarik oleh iming-iming tersebut? Sedang jalan-jalan di mall, tanpa ada rencana untuk membeli barang tersebut sebelumnya, bisa jadi terpancing untuk membeli. Insting aji mumpungyang menjadi pemicu transaksi.

Nah, sekarang pertanyaannya: apakah strategi bisnis tersebut mampu mengubah pola belanja seseorang? Seperti apa bentuknya?

Fokus tulisan ini adalah menganalisa pengaruh promo 'Beli Satu Gratis Satu' ini terhadap bentuk kurva permintaan (Demand Curve) dari pihak konsumen. Hal ini direpresentasikan dari perubahan bentuk Indifference Curves (IC) sekaligus pergeserannya.  IC ini mencerminkan tingkat-tingkat kepuasan konsumen (juga diidentikkan dengan Utility curve), dimana rasa puas ini bisa bergeser ke atas atau ke bawah, disesuaikan dengan naik turunnya budget (pendapatannya).

Naik turunnya pendapatan ini bukan selalu berarti seseorang dinaikkan gajinya oleh perusahaannya, tapi bisa juga diakibatkan karena harga satu produk kegemarannya yang sedang turun (diobral), misalnya.  Nah, harga sebuah barang yang menjadi lebih murah, akan membuat seseorang menjadi lebih kaya dan mampu membeli barang tersebut lebih banyak walau uang di dompetnya tidak bertambah. Jadi sebenarnya, kenaikan anggaran belanjanya ini rada-rada semu belaka lho...

Ini akibat rasa sensasi harga yang turun. Logikanya adalah seseorang yang sebelumnya biasa membeli gula pasir seharga Rp 10.000 per kilo di toko. Tetapi, pagi itu ia mendapatkan harga gula pasir turun menjadi hanya Rp 5.000 perkilo di toko tersebut. Sesaat ia akan merasa uang yang dibawanya bertambah. Sehingga secara alami ia akan  membeli 2 kg - daripada hanya sekilo - dengan hanya mengeluarkan uang  Rp 10.000 saja. Begitu seterusnya. Ini disebut 'Efek pendapatan' yang melahirkan kurva permintaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline