Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Zulkarnain

TERVERIFIKASI

Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Ramadan Terakhir Raam Salih

Diperbarui: 20 Juni 2020   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

inaport1.co.id

Sinar Matahari mencorong dengan garangnya, tanpa tedeng aling-aling, tepat langsung menghunjam bumi Allah, Gaza. Tak ada satupun pohon besar yang dapat mengahalangi sinar itu. Sang penguasa tunggal siang itu, membakar kulit Armand, walau tertutup baju khas timur tengah yang disebut Thawb dan kafiyeh, serasa mutung rasanya tubuh Armand, belum lagi suhu udara siang itu yang mencapai angka 40 derajat Celsius. Hanya bangunan yang masih tersisa yang mampu menghalangi sinar Matahari. Selain itu, sinar Matahari tepat menghujam bumi Gaza.

Armand tiba di Gaza empat bulan lalu, ketika itu dia bersama dengan tiga rekannya yang semuanya tenaga medis. Mereka berempat, semua dari Indonesia. Dikirim oleh yayasan yang peduli dengan nasib rakyat Palestina. Khususnya yang berada di Gaza. Sejengkal tanah yang diapit oleh Mesir pada sisi sebelah barat daya, dan Israel pada Timur dan Utara, sedang pada sisi lain, berbatasan langsung dengan Laut Tengah. 

Negara mungil dan kecil yang kini terkenal di seantero dunia, meski luas totalnya hanya 365 km persegi, dengan populasi penduduk yang hanya sekitar 1,7 juta jiwa. Bayangkan dengan Jakarta, yang pada siang hari berjumlah 12 juta jiwa.

Armand masih ingat ketika itu, diperbatasan Mesir, mereka harus tertahan dengan waktu yang tak jelas, hingga kapan. Masalahnya, mereka di curigai memiliki tujuan lain, selain untuk melakukan misi kemanusiaan. Maklum, Mesir sedang bergejolak. Presiden Moersi baru saja ditumbangkan rezim Militer. Keselamatan merekapun tak terjamin. Sewaktu-waktu bisa saja ajal menjemput. Untunglah, memasuki hari ketiga Makhmoud, relawan yang asli Gaza, berhasil meyakinkan petugas Mesir hingga mereka dapat masuk Gaza.

Sejak masuk Gaza, Armand sibuk dengan agenda kemanusiaannya. Apa yang dia baca dan lihat di Televisi, ternyata kondisi rielnya lebih parah dari yang dibayangkan Armand. Benar, korban meninggal sudah tak ada lagi, tetapi mereka yang cacat dan memerlukan perawatan jumlahnya ribuan. Mulai dari RS di Rafah, di Bani Suheilla, demikian juga dengan di wilayah Al Qarya As Suwaidiyah.

Tak kenal lelah, siang malam Arnand disibukkan dengan tugas kemanusiaannya. Berpindah dari Rumah sakit yang satu ke Rumah sakit yang lain, kadang ditemani Makhmoud, tak jarang juga ditemani Reem salih, relawan yang cantik itu. Satu yang membuat Armand kagum, selalu ada rasa optimis pada keluarga korban, selalu ada rasa hangat pasien pada Armand. Tak tak tampak rasa takut pada wajah-wajah korban kekejaman Israel itu. Apa sebabnya? Tak sepenuhnya Armand tahu, apakah karena mereka sudah sangat akrab dengan kondisi ini, atau karena mereka memiliki iman yang kuat, yang menyerahkan sepenuhnya masalah mereka pada Allah, atau karena mereka memang tak memiliki pilihan lain selain pasrah, atau karena pengaruh nama tempat mereka, Gaza. Gaza yang dalam bahasa Ibrani, bahasa kitab suci Yahudi, yang berarti Kuat.

*****

"Assalamu'alaikum" tiba-tiba Makhmoud telah berada di dekat Armand.

"Waalaikum salaam..." Armand menjawab salam Makhmoud.

"Agaknya, dokter Armand, lelah banget..."

"Akh...Makhmoud tahu aja, tapi gak pake banget lho, kalau capek iya..." jawab Armand, coba membuat suasana jadi cair.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline