Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Zulkarnain

TERVERIFIKASI

Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Ketua KPU DKI Terima Uang dari Kubu Ahok-Djarot

Diperbarui: 1 April 2017   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar disini

Dalam sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kemarin, kamis (30/3). Ketua KPU DKI Sumarno dan ketua Bawaslu DKI Mimah Susanti, telah mengakui menerima uang pada rapat pemenangan timses Ahok-Jarot yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2017 di Hotel Novotel Jakarta.

Dalam sidang itu, Sumarno dan Mimah mengaku menerima uang sebesar 3 juta dari kubu Ahok-Jarot.

Apa artinya semua itu? Terlepas apakah saat ini, belum ada aturan yang mengatur tentang kehadiran sang pengadil dengan yang diadili atau pengawas dengan yang diawasi. Namun, secara etis, pertemuan demikian jelas tidak etis.

Soal ada atau tidak adanya konsensuss antara para pihak kita tidak tahu. Katakan saja tidak ada konsensuss antara yang mengadili dengan yang diadili atau antara yang mengawasi dengan yang diawasi. Namun, pertemuan yang dilakukan pada tanggal 9 Maret 2017 di Hotel Novotel, paling tidak memiliki dua makna.

Makna yang pertama, pihak Sumarno dan Mimah Susanti, jelas tidak cukup memiliki harga diri, sehingga tindakan ceroboh yang dilakukannya, menurunkan marwah dirinya. Padahal pengangkatan kedua orang diatas pada posisi yang terhormat, bukan seluruhnya pertimbangan atas kecakapan yang mereka miliki. Namun, lebih pada aspek “Kepribadian” yang mereka miliki, keperkasaan mereka untuk menjaga amanah yang mereka emban. Jika kini, masalah etis itu, telah mereka langgar. Dimana lagi “Marwah” atau kepantasan yang mereka sandang akan dihargai oleh para pihak yang terlibat pada Pemilukada DKI.

Okelah, pertemuan sudah terjadi, uang saku telah diterima. Mengapa Sumarno dan Mimah Susanti tidak melaporkan hal ini pada KPK. Jangan buat alasan, bahwa nominal mereka terima kecil dan telah diberikan pada supir. Tapi, dengan menyerahkannya pada KPK, dimaksudkan sebagai bentuk pertanggung jawaban moral. Jika kelak, uang tersebut sah secara hukum, tentu KPK akan mengembalikan lagi uang tersebut pada mereka. Tapi, point keseriusan dalam menyikapi apa yang disebut gravitas telah mereka (Sumarno dan Mimah Susanti) lakukan.  

Makna kedua. Sesungguhnya, pemilukada itu, bukan hanya sekedar adu program kerja saja. Melainkan, membangun citra. Terlalu naïf rasanya, jika pihak Ahok-Jarot tidak menyadari rusaknya “Citra” yang mereka bangun, dengan mengundang kedua tokoh, Sumarno dan Mimah Susanti.

Jika alasannya, mengundang Sumarno dan Mimah Susanti untuk masukan, agar tidak terjadi kesalahan langkah pada putaran kedua. Juga, sebagai alasan ini sangat absurd. Bukankah PDIP bukan partai kemarin sore. Mereka telah berpengalaman dalam Pemilukada di banyak tempat dan dibanyak waktu. Lalu, untuk apa pengalaman selama ini, jika harus mengundang Sumarno dan Mimah Susanti untuk hal yang mereka telah alami berkali-kali. Apakah tidak dihitung pada kerugian yang diterima lebih banyak dibanding manfaat yang diperoleh. Dalam hal ini, soal “citra” yang rusak. Karna, asumsi yang beredar, bisa saja, telah terjadi kong kalingkong antara team Baja dengan pihak KPU dan Bawaslu.

sumber gambar disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline