Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Zulkarnain

TERVERIFIKASI

Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Si “Hitam Jahanam” di Maumere

Diperbarui: 13 Oktober 2016   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulau Flores dan Pulau Lambata (dok.Pribadi)

Sore baru saja beranjak menuju malam hari, masih pukul delapan Waktu Indonesia Tengah. Di teras sebuah penginapan murah, di jalan Kartini, kota Maumere, Flores, NTT. Duduklah tiga orang yang sudah tidak muda lagi, saya dan seorang Bapak dari Lambata dan seorang Bapak Lain dari Larantuka, Flores Timur.

Bapak Yohanes dari Larantuka ke Maumere mengantarkan anaknya yang baru masuk kuliah di Universitas Nusa Nipa di Kota Maumere, beliau yang berprofesi sebagai tenaga Guru di Larantuka sengaja mencari penginapan murah, karena hanya untuk merebahkan tubuh semalam saja, besok akan kembali ke Larantuka. Begitu alasan Bapak Yohanes. Masuk akal juga.

Bapak  Ahmad yang dari Pulau Lambata, kabupaten Lambata sedang mengurus bisnis di Maumere. Saya sedang mengurus sedikit usaha di Maumere, bisa tiga hari atau bisa juga sepuluh hari di sini. Itu sebabnya, untuk soal bermalam, harus sedikit berhemat. Begitu alasan Pak Ahmad.

Sedangkan saya, hanya seorang yang sedang menyusuri daratan Pulau Flores dengan sepeda motor. Badan tua yang letih, hanya butuh tempat berbaring, sebelum akhirnya terlena disebabkan keletihan, agar esok hari dapat melanjutkan perjalanan dengan tubuh segar.

Maumere sebagai kota Pelabuhan yang ramai, sore itu masih menyisakan keramaian hingga tempat kami bertiga duduk. Suara sepeda motor, mobil yang lalu lalang serta mereka yang makan di warung Padang tempat kami menginap masih terlihat ramai.

Kami berbincang banyak hal, tentang perjalanan Larantuka-Maumere, dimana saja Bus akan berhenti untuk istirahat makan, lama perjalanan yang sekitar 4-5 jam, kondisi jalan yang meliuk-liuk mengikuti alur perbukitan yang melingkupinya serta anak Pak Yohanes yang baru saja tamat SMU, tersebab untuk sang anak inilah, maka malam  ini, dia harus bermalam di Maumere.

Sedangkan Pak Ahmad menceritakan bagaimana perjalanan dari Larantuka ke Pulau Lembata harus dilakukan dengan naik kapal laut. Pelabuhan di Larantuka untuk menyeberang ke Lambata bernama Waibalun, jika menumpang Kapal cepat, harga tiket yang harus dibayar sebesar tujuh puluh lima ribu rupiah. Lama perjalanannya sekitar satu jam setengah. Dengan laut yang tenang tanpa ombak sama sekali, karena menyusuri sisi luar Pulau Adonara. Jika saja, uang cekak, tersedia kapal lambat dengan harga tiket tiga puluh ribu. Di seberang Pelabuhan Lambata yang bernama Lewoleba ada view gunung Ile Ape yang luar bisa indah.

Saya yang baru saja tiba siang tadi di Maumere, dan besok akan melanjutkan perjalanan ke Larantruka, terbersit juga niatan untuk melanjutkan perjalanan ke Pulau Lambata, kalau saja tidak ingat, bahwa fokus perjalanan ini, hanya menyusuri daratan Pulau Flores, tidak yang lain.

Lalu, perbincangan beralih pada Pilkada, obrolan politik yang sebenarnya bagi saya kurang menarik perhatian. Namun, tak ada salahnya saya ikuti. Rupanya pengetahuan Pak Ahmad dan Yohanes tentang calon Bupati Lambata cukup detail. Bagaimana mereka menganalisa kemungkinan menangnya Herman Loli Wutun, bagaimana pribadi Herman, sePak terjangnya selama ini, serta pesaing-pesaing yang kemungkinan saja akan menjadi batu sandungan bagi Herman Loli. Seperti Eliaser Yentji Sunur dan Tarsisia Hani Chandra. Ada kesan yang saya tangkap, pada Pak Yohanes dan Ahmad. Jika mereka berdua pengagum bakal calon Bupati Lambata berikutnya Herman Loli Wutun. Saya hanya sekedar mengangguk dan mengiyakan pembicaraan mereka yang tidak sepenuhnya saya mengerti.

Jam 22.20 Pak Yohanes  undur diri, beliau ingin segera beristirahat, karena besok pagi-pagi sekali akan kembali ke Larantuka. Sikap seorang pendidik tercermin kental pada pribadi Pak Yohanes, tidak merokok dan tidur tidak larut malam.

Kini, tinggal saya dan Pak Ahmad. Dua orang penggemar asap rokok dan kopi. Kami segera memesan kopi hitam. Kurang lengkap rasanya, obrolan yang sejak tadi dengan kepulan asap rokok tanpa dilengkapi dengan kopi hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline