Sebenarnya, kedatangan saya ke Flores, bukan dalam rangka wisata, tetapi kerja. Di sela-sela perjalanan kerja itulah saya menyempatkan menulis apa yang saya lihat dan dengar. Seperti pagi itu, dalam perjalanan ke Mauponggo, sebuah kecamatan di Kabupaten Nagekeo, yang letaknya di daerah pesisir selatan. Namun, untuk mencapai daerah itu, harus melalui dataran yang cukup tinggi dan terjal. Dalam perjalanan itu, tiba-tiba mata ini disuguhi pemandangan ekstrem, seakan jalan yang dilalui tegak lurus menuju sebuah Gunung yang mengepulkan asap.
Itu, Gunung Ebolobo, Bang. Demikian celoteh salah seorang diantara kami. Beliau sudah lama bermukim di Flores dan banyak tahu tentang legenda yang beredar di masyarakat. Saya hanya tersenyum, berusaha mengabadikan view indah yang berada di depan mata.
Seminggu kemudian, masih dalam rangka kerja, saya ke Bajawa. Ibu Kota Kabupaten Ngada. Ternyata, urusannya selesai dalam waktu singkat. Lalu, atas usulan salah satu diantara kami, diputuskan acara selanjutnya jalan-jalan ke Kampung Bena. Sebuah Kampung Tradisionil yang masih memegang ketat adat istiadat dan keaslian kampungnya selama ratusan tahun. Memasuki Kampung Bena, kita seakan dibawa ke masa lalu, zaman abad megalitikum. Soal Kampung Bena, saya ceritakan dalam tulisan yang lain lagi.
Meninggalkan Kota Bajawa menuju Kampung Bena, jalan mulai menanjak tajam serta menurun tajam. Lebih banyak menanjak di banding menurun. Orang Kampung yang kami tanya arah ke Kampung Bena, untuk memastikan bahwa jurusan yang kami lalui benar, mengatakan jalanan yang seperti ular melingkar naik turun itu, sebagai jalan Gajah. Kok, jalan Gajah? Sepertinya gak nyambung ya.
Di sela-sela jalan ular naik turun itu, kami disuguhi pemandangan yang sunggguh eksotis. Gunung Inerie. Kampung Bena berada di punggung Gunung Inerie.
Yah, ternyata Gunung Inerie yang kini punggunya saya tapaki, memiliki hubungan erat dengan Gunung Ebolobo yang saya temui Minggu lalu. Bagaimana hubungan erat itu? Beginilah ceritanya;
Konon, Gunung Inerie yang dalam bahasa Ngada berarti Wanita Agung atau Bunda Agung. Telah membuat banyak pemuda jatuh hati padanya. Termasuk pemuda yang bernama Ebolobo dan pemuda yang bernama Masih. Pemuda yang disebut terakhir ini, merupakan pengawal dari Wanita Agung nan cantik yang bernama Inerie.
Singkat cerita, akhirnya pemuda Ebolobo dan pemuda Masih melakukan perang tanding. Dalam pertandingan yang berlangsung lama dan seru itu, ternyata Inerie ikut membantu Masih. Bahkan Parang Inerie berhasil membabat sejumput rambut Abulobo dan jatuh di luar Aimere. Laut selatan Flores. Kenyataan yang menjadikan Ebolobo kecewa dan lara hati. Itulah alasannya, mengapa hingga kini Ebolobo. masih mengeluarkan asapnya, sebagai tanda selalu siap siaga, terhadap kemungkinan serangan tiba-tiba yang akan dilakukan oleh Masih dan Inerie.
Perjalanan siang itu, sayangnya mendung dan berawan, hal yang tidak biasa terjadi di Flores. Langit di Flores biasanya selalu biru, tanpa awan yang menyertainya.
Akibatnya, beberapa kali ketika posisi kami sangat dekat Inerie, view yang tersedia tidak mewakili bentuk sempurnanya, puncak Inerie tertutup awan tebal. Sehingga, gunung yang memiliki ketinggian 2.245 MDPL ini, tak expose secara sempurna. Gunung yang banyak didaki oleh pecinta alam pada musim kemarau antara Mei hingga akhir Agustus ini, pernah dua kali meletus, yakni pada tahun 1882 dan 1970.
Untunglah, perjalanan pulang dari Kampung Bena, ketika sore hari, Gunung Inerie menampakkan dirinya bebas dari awan, meski hanya sebentar. Tetapi itu cukup mewakili keindahan Inerie.