Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Zulkarnain

TERVERIFIKASI

Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Suatu Hari Bersama Seno Gumira Ajidarma

Diperbarui: 15 Januari 2016   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Thamrin Sonata, Seno Gumira Ajidarma, Iskandar Zulkarnain (dok.Pribadi)"][/caption]Seno dalam bahasa pergaulan di Masyarakat Papua berarti gila. Pada ajang kompasianival 2015, saya benar-benar bertemu dengan “Seno”. Beliau benar-benar “gila”. Bagaimana tidak? Penulis ini, benar-benar mampu menulis dengan beragam genre. Mulai Novel, Cerpen, Catatan ringan, Catatan perjalanan, Reportase dan Opini.

Kegilaan itu, makin komplit saja, ketika Seno berani menolak penerimaan bergelimang uang dari Ahmad Bakrie Award, sebagai bentuk solidaritas pada korban lumpur Lapindo.

Beliau bernama lengkap Seno Gumira Ajidarma. Lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni 1958. Itu, berarti, usianya kini 57 tahun.

Beberapa buku karya Seno, Atas Nama Cinta, Malam, Wisanggeni, Sepotong Senja Untuk Pacarku, Biola Tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi dan Negeri Senja.

Sayang, dalam acara Kompasianival 2015, Seno tak dapat perlakuan sepantasnya, sebuah kritik Admin Kompasiana perlu dilayangkan untuk ini. Kehadiran Seno juga atas undangan Booth Kutu Buku yang dikomadoi  oleh Thamrin Sonata.  Beberapa Kompasianer yang juga sebagai Blogger seakan tak acuh atau memang tidak mengenal sosok Seno Gumira Ajidarma. Hal itu, dapat dilihat dari mereka yang hanya sekedar berlalu lalang di hadapan sang Maestro tanpa mencoba untuk mengenal, salaman atau berfoto bersama.

Padahal sebagai Blogger, Seno, bukanlah orang yang asing-asing bener, pada tahun 2014, dia meluncurkan blog bernama Panajournal.com.

[caption caption="Isson Khaerul, Seno Gumira Ajidarma, Iskandar Zulkarnain, Taufik uieks, Tjiptadinata Effendi (dok.Pribadi)"]

[/caption]Ironis lagi, pada panggung utama, hiruk pikuk dengan musik dan beberapa tokoh yang diundang. Apakah ini artinya, kita sebagai komunitas blogger terbesar di Republik ini lebih menghargai sesuatu yang hinggar bingar dibandingkan dengan blogger yang setia menulis seperti halnya Seno?.  Sebuah pertanyaan yang memerlukan perenungan kita semua.

Sudah saatnya dipikirkan, untuk Kompasianival berikutnya, acara talk show lebih dominan diisi oleh tokoh semacam Seno.

Lulusan SMA De Brito Jogya ini, masih memiliki kharisma, seperti halnya ketika SMA dulu, masih dengan rambut gondrong yang sudah ditingkahi dengan warna putih. Bak pendekar Shalolin yang sudah pada tingkat Suhu.

Hingga saat ini, Seno telah menghasilkan puluhan Cerpen yang dimuat di beberapa media massa, cerpennya Pelajaran Mengarang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993, Buku kumpulan cerpennya antara lain Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993). Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1955), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Iblis Tidak Pernah Mati (1999). Sedangkan karya Seno berupa Novel Matinya Seorang Penari Telanjang (2000). Penghargaan yang telah diperoleh Seno berupa Sea Write Award. Berkat Cerpennya Saksi Mata Seno memperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary, 1997.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline