Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Zulkarnain

TERVERIFIKASI

Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Refleksi Akhir Tahun 2015, Kita Hanya Pandai Bicara

Diperbarui: 31 Desember 2015   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="12 Desember 2015 bertemu Presiden di Istana (dok.Pribadi)"][/caption]Tulisan ini, agaknya tidak popular bagi mereka yang tersentil didalamnya. Maka, sebelum saya lanjutkan, saya terlebih dahulu, mohon dibukakan pintu maaf.

Tahun baru, hanya tinggal menghitung jam. Setelah itu, kita akan katakan pada tahun 2015, selamat tinggal dan tahun 2016 selamat datang.

Berbagai capaian telah kita torehkan pada tahun 2015, meski jujur, tentu ada perolehan yang gagal untuk kita capai.  Untuk selanjutnya, di tahun 2016. Kita berharap akan lebih banyak lagi perolehan yang akan kita capai pada tahun 2016, baik secara kualitas maupun kuantitas dengan seminimal mungkin, kegagalan yang akan menyertainya, seperti yang kita alami selama tahun lalu.

Untuk merayakan pencapaian ditahun sebelumnya, serta harapan yang lebih baik lagi ditahun berikutnya. Maka, kita  merayakan penyambutan tahun baru. Caranya bermacam ragam, ada yang keluar kota, ada yang dengan pesta pora ada pula yang merenung. Mengkalkulasi apa sebenarnya yang telah terjadi dan akan terjadi?

Fenomenanya? Lihat kemacetan yang mengular di jalan Tol Cikampek, kemacetan di jalan tol Jagorawi, kemacetan di jalan Tol Tomang hingga Merak. Habis tandasnya semua tiket KA semua jurusan di Pulau Jawa. Melambung harga tiket pesawat Udara.

Belum cukup? Lihat status facebook, mereka memajang semua kegiatan liburannya di sana. Dari mulai liburan local, ada juga liburan ke Negara tetangga seperti Malaysia, singapura, hingga ke Eropah dan Amerika.

Apakah semua itu salah?  Tentu, tidak salah,  selama kita memiliki dana untuk itu. lalu, apa masalahnya?

Coba lihat bencana yang kita alami selama tahun 2015. Bencana asap terparah di Sumatera dan Kalimantan, gunung api meletus di beberapa tempat, tenggelamnya kapal laut. Semua bencana itu, umumnya yang menjadi pesakitan adalah saudara-saudara kita yang berasal dari ekonomi lemah. Mereka tak memiliki akses untuk memberitakan penderitaannya pada masyarakat luas di luar lingkungannya. Mereka masih tenggelam dalam kesulitan yang dialaminya, karena bantuan pemerintah sifatnya hanya temporary dan terbatas. Masih ada masalah anak yang belum jelas sekolahnya, masih banyak rumah yang belum terbengun kembali karena boro-boro untuk membuat tempat berteduh dalam kondisi minimal sekalipun, sementara untuk makan dan minum saja sulitnya minta ampun.

Untuk semua itukah kita merayakan kemenangan dan menjemput asa? Dengan segala dana yang tidak sedikit kita habiskan di jalan raya dan ditempat-tempat wisata, hingga di hotel-hotel mewah.

Masihkah kita menyebut, semua kegiatan yang kita lakukan itu, tiada yang salah, karena uang yang kita belanjakan, milik kita sendiri.

Tidakkah kita berpikir, jika jumlah nominal uang yang habiskan dijalan raya, tempat destinasi serta hotel-hotel itu, kita alihkan untuk saudara-saudara kita yang mengalami musibah di tahun 2015 kemarin? Sehingga kita dapat dengan legawa mengharapkan asa pencapaian yang lebih besar untuk tahun berikutnya, disebabkan kita telah melengkapi asa saudara-saudara kita lainnnya terlebih dahulu, ditahun sebelumnya?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline