Saya tidak tahu harus menuliskannya bagaimana, jika ditulis nama pelaku, serta detail lokasi, takut akan dihapus oleh Admin, juga saya takut ini menjadi ajang perdebatan apakah masuk unsur SARA atau bukan. Tapi yang jelas, semua yang saya tulis, semua kisah nyata, meskipun hanya penggalan-penggalan kisah yang terjadi pada beberapa orang.
Kisah pertama, ketika itu, waktu menunjukkan pukul tiga sore, Bus kota nomer 58 jurusan Pasar Baru – Pulo Gadung sedang penuh-penuhnya, seorang anak muda sedang duduk dekat jendela, yang sengaja jendela dia tutup rapat, karena kondisinya sore itu sedang demam tinggi.Di Depannya, duduk seorang ibu dengan balita berumur tiga tahun, sang balita menangis karena kepanasan, dengan “terpaksa” anak muda ini, membuka jendela, sang balitapun diam. Tetapi yang dirasakan anak muda itu, angin yang menerpa tubuhnya, sungguh terasa perih, dia yang sedang demam tinggi itu, harus merasakan kepedihan itu, hingga Halte Sumur Batu.
Malam harinya, ditengah rasa badan yang terasa demam tinggi itu, datang seorang tengah baya, yang diketahuinya sebagai kepala sekolah, memintanya untuk segera mengajar di tempat sekolah yang dia pimpin. Itulah awal mula perjalanan anak muda itu mencari nafkah untuk menghidupi dirinya. Anak muda itu kini telah memiliki yayasan pendidikan dan berharap beberapa tahun ke depan akan membuka perguruan tinggi.
Kisah kedua, kisah anak muda yang lain, pulang dari Nias anak muda ini, terpaksa harus menunggak bayar kost, kontrak kerjanya selama di Nias, tidak sesuai dengan apa yang disepakati ketika berangkat dari Jakarta. Seluruh fasilits yang dijanjikan tidak ada, bahkan empat bulan terakhir gajinya tidak dibayarkan.
Siang itu, ketika anak muda main ke rumah temannya di daerah Ulu Jami, dia sholat Jum’at, setelah selesai sholat Jum’at, ada pengumuman bahwa ada seorang dermawan yang ingin memberangkat seorang Jama’ah untuk menunaikan ibadah haji, syaratnya, belum pernah naik haji, lelaki dan sehat. Bagi yang berminat, silahkan mendaftar dan akan diundi saat itu juga. Singkat cerita… Jadilah anak muda itu naik haji secara gratis. Anak muda itu, kini menjadi panutan temen-temannya dan menjadi pegawai negri di Departemen Pekerjaan Umum.
Kisah ketiga, dalam perjalanan di daerah perbatasan antara Sumatera Utara menuju Sumatera Barat, saya mampir untuk sholat di sebuah Mesjid yang kecil saja, Tanmir Mesjid kecil yang terlihat kumuh itu, sudah bergelar haji. Bagaimana hal itu dapat terjadi? Menurut pengakuannya, dia dulu sebagai kondektur Bus Kota di Jakarta. Segala kerja maksiat telah dilakukannya, hingga suatu ketika ada surat yang menyuruhnya pulang, karena sang ayah sakit. Tak lama merawat sang Ayah, beliaupun meninggal dunia, dengan maksud untuk bertobat dan merawat Mesjid Kampung yang dulu di kelola orang tuanya, maka sang haji tidak kembali ke Jakarta. Bagaimana dia kini merasa hidup sangat susah dan harus merawat Mesjid tanpa penghasilan. Keajaibanpun terjadi setelah beberapa tahun dia merawat Mesjid tua itu. Pada suatu ketika ada yang menumpang sholat di Mesjid itu, setelah sholat maka merekapun berbincang-bincang, akhirnya sang tamu menawarkannya untuk menunaikan ibadah haji. Hampir saja teman kita itu tidak percaya, kalau saja tamu itu tidak memperkenalkan diri sebagai Marah Halim. Gubernur Sumatera Utara pada waktu itu.
Kisah keempat, ketika saya masih di proyek, ada seorang mekanik tua, yang kalau dilihat dari kemampuannya me”maintenance” mesin sangat kurang, tetapi dia diberi fasilitas yang sama dengan temen-temen supervisor, bahkan memiliki akses langsung ke Direktur Utama. Ternyata teman mekanik ini, dulu seorang yang luntang-lantung saja, hingga suatu ketika dia membebaskan orang yang sedang “dikerjai”oleh segerombolan preman di Jakarta Barat. Siapakah dia yang sudah ditolong oleh sang mekanik dengan mempertaruhkan nyawanya itu? Dialah sang Direktur Utama dari Perusahaan Kontraktor Nasional itu.
Dari keempat kisah itu, sedekah yang kita berikan akan langsung dibalas oleh Yang Maha Kuasa langsung sejak di dunia ini juga, dan sedekah itu, tidak harus berbentuk uang, tidak juga harus menunggu kita kaya dulu baru bersedekah. Pola pikirnya harus dirubah, bukan kaya dulu baru bersedekah, tetapi bersedekahlah maka kamu akan kaya…….. Wallahu’alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H