Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Zulkarnain

TERVERIFIKASI

Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Ketika Jokowi Jadi Imam Di PP Muhammadiyah

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini kisah biasa, tetapi karena menyangkut Jokowi, jadi tidak biasa. Siang tadi, (20/3/2014) Jokowi datang ke kantor Pusa PP Muhammadiyah Jalan Menteng Raya no. 62. Jakarta Pusat. Kedatangan Jokowi yang pas pada saat Adzan Dzuhur, membuat ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin lalu mengajak Jokowi untuk sholat Dzuhur terlebih dahulu. Lalu Din Syamsuddin mempersilahkan Jokowi menjadi imam. Maka jadilah Jokowi sebagai imam pada sholat Dzuhur tadi siang, sementara ketua PP Muhammadiyah dan yang lainnya menjadi makmum. (sumber)

Apa arti semua ini?

Apa arti semua peristiwa ini bagi kita semua. Apakah itu sinyal bagi masyarakat bahwa Muhammadiyah telah merespon dan mendukung Jokowi untuk menjadi RI.1 atau ada arti dan penafsiran yang lain. Jawaban dari semua pertanyaan itu, bisa iya bisa tidak. Bagi mereka yang tidak mengerti budaya yang berlaku pada Muhammadiyah, bisa jadi peristiwa jadinya Jokowi sebagai Imam pada sholat Dzuhur di PP Muhammadiyah siang tadi, sebagai sinyal bahwa Muhammadiyah mendukung Jokowi jadi RI.1.

Tetapi, bagi mereka yang memahami budaya pada komunitas Muhammadiyah, peristiwa itu, adalah peristiwa biasa saja. Menjadi imam pada sholat, kriterianya jelas, dari segi umur, dari segi fasih dalam membaca ayat al-Qur’an dan dari segi kedudukan dalam masyarakat. Sholat Dzuhur sebagaimana kita ketahui, imam tidak membaca ayat dengan suara dikeraskan, maka soal fasih atau tidaknya bacaan sudah tidak perlu lagi, lalu soal umur, antara usia Din dan Jokowi tak terpaut jauh, sebelas dua belas saja. Maka pertimbangan yang lebih dominan, adalah masalah jabatan. Ingat Jokowi masih DKI.1 sedangkan PP Muhammadiyah berada pada wilayah DKI.

Soal dukung mendukung, Muhammadiyah memiliki sifat tegas. Sesuai khittahnya. Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan organisatoris dan structural dan tidak berafiliasi dengan partai politik manapun. Muhammadiyah juga, tidak secara kelembagaan terlibat dalam politik kekuasaan, tetapi memberikan kebebasan pada warga Muhammadiyah.

Sebagai ilustrasi kebebasan yang dimiliki warga Muhammadiyah. Ketika reformasi masih masih hangat-hangatnya. Di Aula Fakultas Tekhnik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ada pertemuan yang dihadiri oleh dua ketua umum partai. Amien Rais dan Yusril Ihza Mahendra, masing-masing dari PAN dan PBB.

Kedua Ketua Umum Partai itu, memberikan ceramah politik, pandangan dan garis politik masing-masing partai mereka dengan semangat sangat terbuka dan itu dihadiri oleh warga Muhammadiyah. Semua berjalan aman dan semua peserta tahu kalau mereka bebas menentukan apiliasi politiknya, apakah ke PAN atau ke PBB atau bahkan ke partai lain.

Lalu apakah Muhammadiyah anti Jokowi, hal ini jika dikaitkan dengan dengan sikap Amien Rais yang bersikap kritis tentang Jokowi? Sikap kritis Amien Rais itu tidak mewakili anggota Muhammadiyah. Melainkan mewakili dirinya sendiri atau bisa saja mewakili PAN.

Anggota Muhammadiyah umumnya sudah dewasa dan melek politik. Mengkait-kaitkan sikap kritis Amien Rais pada Jokowi sebagai bentuk penolakan Warga Muhammadiyah pada Jokowi, atau mengkait-kaitkan peristiwa Jokowi menjadi Imam di PP Muhammadiyah sebagai bentuk dukungan pada Jokowi, merupakan kesimpulan yang terlalu dini dan absurd.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline