Banyak diantara kita, menganggap surat, merupakan sesuatu yang jadul.Sesuatu dari masa lalu yang kini sudah dapat digantikan dengan sesuatu yang lebih canggih. Untuk apa cape-cape menulis surat? Cukup sms, dalam hitungan detik, semua yang ditulis dapat diterima oleh yang kita tuju. Dalam hitungan detik berikutnya, jawaban dari sms yang kita kirim, dapat kita baca jawabannya. Gak puas dengan sms, bisa pencet nomer pada ponsel, dalamhitungan detik sudah tersambung dengan lawan bicara, komunikasi bisa lebih intens, lebih komunikatif. Jika semuanya bisa lebih mudah, lebih cepat. Lalu, kenapa harus menggunakan yang lebih susah, lebih lama, tak komunikatif?
Namun laiknya hasil tekhnologi, secanggih apapun, tetap tak sempurna, ada sisi lemahnya, tak sempurna secara paripurna dapat menggantikan tekhnologi terdahulu. Ada sisi dari masa lalu yang tetap tak dapat tergantikan. Termasuk surat.
Beberapa waktu yang lalu, saya menerima surat, dari seorang adik. Isi surat itu, bercerita tentang kondisi sang adik, juga tentang sisi kehidupannya. Awalnya surat itu bersifat privacy, tetapi setelah beberapa kali diskusi, agar lebih bermanfaat untuk banyak orang, maka kita berkesimpulan, bisa dipublikasikan untuk umum, agar menjadi iktibar bagi kita semua. Surat yang dipublikasikan ini, tentunya setelah mengalami perubahan disana-sini.
Inilah isi surat itu.
Assalamu’alaikum..
Semoga Abang sekeluarga dalam lindungan Allah SWT dan kondisi sehat, tak kurang suatu apa. Sengaja adik berkirim surat, tak menelpon Abang, dengan pertimbangan, jika menelpon Abang, mungkin Abang lagi sibuk, jadi Abang tak konsen mendengarkannnya, atau Abang akan potong pembicaraan ini, sebelum semua keluh kesah adik tersampaikan. Dengan surat ini, maka Abang dapat baca kapan saja Abang ada waktu dan dapat tersampaikan seluruh keluh kesah adik secara utuh.
Inilah keluh kesah adik, Bang.
Seperti Abang ketahui, lima tahun lalu, adik berpolygami, tak ada alasan kuat yang dapat dijadikan alasan mengapa adik harus menambah isteri lagi. Isteri pertama adik, sebut saja Rose, seorang wanita yang baik, cantik, sholehah, sayang dan cinta pada adikdan telah memberi beberapa putra hasil buah cinta kami. Adik juga sangat menghormati Rose, mencintainya dan berkeinginan membahagiakannya sepanjang hayat adik.
Namun, nasib berkata lain. Lima tahun lalu, adik bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik, secantik Rose, sebut saja namanya Melati. Seorang wanita yang baik hati, sholehah dan sayang pada adik, kami saling jatuh cinta, saling mencintai.Adik sangat menghargai Melati, bertekad untuk membahagiakannya sepanjang hayat adik. Bagi Melati, adik adalah cinta matinya, dia ingin mengabdikan seluruh hidupnya pada adik, ingin membahagiakan adik sepanjang hayatnya.
Singkat cerita, akhirnya kami menikah. Rose tak tahu pernikahan kami ini, bagaimana mungkin adik harus memberitahukan pernikahan itu pada Rose, pada wanita yang sangat adik hargai, yang sangat adik cintai, pada wanita yang telah memberikan anak-anak pada adik, yang adik bertekad akan membahagiakannya sepanjang hayat adik.
Bagaimana Rose begitu sangat mencintai adik, membahagiakan adik, kami berdua sholat berjamaah Bang, setelah itu, kami berdo’a bersama-sama, adik selalu menangis, Rose ketika melihat suaminya selalu menangis, mengira kalau adik benar-benar lelaki saleh, yang memohonkan ampun pada Allah karena dosa-dosanya, padahal sesungguhnya, adik selalu menangis, bukan karena itu, tetapi karena malu pada Rose sekaligus malu pada Allah, karena bagaimana mungkin adik menyimpan rahasia tentang Melati pada orang yang sangat adik cintai, Rose.
Begitu juga, ketika Melati begitu sangat mencintai adik, membahagiakan adik, kami sholat berjamaah Bang, setelah itu, kami berdo’a bersama-sama, adik selalu menangis, ketika Melati melihat adik selalu menangis, dia mengira kalau suaminya benar-benar lelaki saleh, yang memohonkan ampun pada Allah karena dosa-dosanya, padahal sesungguhnya, adik selalu menangis, karena malu pada Melati sekaligus malu pada Allah, karena bagaimana mungkin adik menyimpan rahasia tentang Rose pada isteri yang sangat adik cintai, Melati.
Bagaimana mungkin adik membuka rahasia ini, pada dua wanita yang sangat adik cintai, yang sangat adik hargai dan yang sangat ingin adik bahagiakan sepanjang hayat adik.
Makin mereka bersikap baik pada adik, makin adik tersiksa. Bagaimana mungkin adik berbohong pada Rose yang begitu baik pada adik, pada Melati yang begitu baik pada adik.
Makin mereka mencintai pada adik, makin adik tersiksa. Bagaimana mungkin adik berbohong pada Rose yang begitu adik cintai, pada Melati yang begitu adik cintai. Mereka berdua tempat cinta ini berlabuh secarasempurna
Malam itu, malam takbiran Bang, besok kita semua akan merayakan Iedul Fitri, seluruh umat bertakbir mengagungkan namaNya, adik sedang di rumah Rose. Hancur luluh rasa di dada ini, membayangkan, bagaimana Melati melewati malam Takbir ini tanpa kehadiran adik. Membayangkan besok sholat Iedul Fitri di lapangan tanpa kehadiran adik. Wanita yang sangat adik cintai itu, melewati hari bahagia ini, tanpa kehadiran adik, suami tercintanya.
Kalaupun, misalnya adik berada di rumah Melati, rasa yang sama akan tetap adik rasakan, bagaimana semua yang kini terjadi pada Melati itu, harus dialami pula oleh Rose. Wanita yang sangat adik cintai dan hormati itu. Bayangkan Bang, tersiksanya bathin adik.
Ketika Rose melihat adik bercucuran airmata di malam takbir ini, membuat Rose hanyut dalam sedu sedannya, rasa bahagianya, melihat sang suami, menangisi dosa-dosanya, melepaskan pasrahnya dalam menakhodai rumah tangganya bersama Rose, pada sang Maha Pencipta, Allah SWT. Tetapi, jujur, tangis itu, adalah tangis adik yang menyesali tak sanggup memenuhi kewajibannya, menghadirkan fisiknya pada wanita lain yang sangat dia cintai, istrinya yang sungguh dia cintai, Melati.
Jika hal itu terjadi di rumah Melati, tentu alasannya akan sama Bang, hanya obyeknya saja yang berbeda, adik menagisi kondisi, karena adik tak sanggup memenuhi kewajibannya pada wanita yang sangat dicintainya, Rose.
Masih banyak kejadian yang membahagiakan sekaligus menghujamkan siksa bathin itu, Bang. Semua terjadi, karena hadirnya, dua wanita yang adik sungguh cintai, dua wanita yang sungguhsholelah, sekaligus yang tulus mencintai adik.
Adik kini, sudah tenggelam dalam lautan tak bertepi, yang sengaja adik renangi sendiri Bang, adik hanya berusaha sekuat tenaga agar bisa konsisten, berusaha membahagiakan mereka berdua, walau ternyata kelak, adik akan hancur sekalipun. Usaha yang konsisten akan adik usahakan selalu terus menerus, hingga hayat menjemput kelak, atau Allah merubah semua skenario ini dengan yang lain, yang lebih baik menurut Allah, bukan yang terbaik menurut adik.
Terima kasih abang yang telah sudi meluangkan waktu untuk membaca surat adik ini, lain waktu akan adik sambung dengan cerita yang lain lagi.
Wassalaam,
Adik Abang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H