Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Zulkarnain

TERVERIFIKASI

Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Untuk Fasilitator yang Galau

Diperbarui: 23 Mei 2016   15:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sampai hari ini, saya masih menerima kabar, jika masih ada beberapa teman fasilitator yang sedang galau. Belum move on pasca dihentikannya program pemberdayaan pada 31 Desember 2014. Bermacam reaksi mereka keluarkan, dari yang sifatnya soft hingga yang keras. Beberapa kekesalan juga dituliskan. Seperti, Bagaimana ini?,kita betahun-tahun mengabdi, lalu dengan sebuah email, semuanya selesai. Atau yang lain lagi, nasib kita lebih buruk dari buruh, THR gak pernah dapet, bahkan ketika di PHK massal, cukup dengan ucapkan terima kasih. Dan masih banyak tulisan lain yang kurang paut untuk dituliskan.

Lalu timbul pertanyaan, benarkah demikian kedaannya, sekejam itukah mereka? Setragis itukah nasib sang fasilitator? Bagaimana menjelaskan semua ini? Tulisan ini dimaksudkaan sebagai jembatan saja. Tidak menjawab semua pertanyaan, tetapi sebagai upaya mendudukan masalahnya secara wajar. Sehingga kita semua bisa move on.

Pertanyaan pertama sebelum menjawab semua tanya diatas, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri. Benarkah saya sebagai fasilitator? Atau saya hanya bagian dari mereka yang mencari nafkah sebagai fasilitator. Apapun jabatan kita, Korprovkah, paskab kah, faskeu kah, fastekab kah, fk kah atau ft kah. Karena, tidak semua yang terlibat pada pemberdayaan itu,layak disebut sebagai fasilitator, ada diantara kita yang hanya menumpang hidup dan mencari kehidupan dengan lebel fasilitator.

Jika pertanyaan pertama sudah terjawab, dan jawabannya, teman-teman benar seorang fasilitator, maka beruntunglah. Dengan bergabungnya teman-teman selama sekian tahun pada program itu, teman-teman dijamin sudah menjadi fasilitator sejati. Dengan ada atau tidak adanya program. Program telah membekali teman-teman bukan dalam bentuk sejumlah nominal uang pesangon. Melainkan, sebuah semangat dan guidance hidup, yang jika teman-teman konsisten menjalankannya, segala bentuk kegalauan itu akan sirna dan berubah menjadi sesuatu yang luar biasa.

Diantara bekal itu, adalah sebagai berikut;

Satu, tetaplah membuat laporan individu setiap akhir bulan. Laporan ini, dibuat bukan untuk diserahkan pada faskab jika teman seorang fk, bukan pada fastekab jika teman seorang ft. bukan pada RMC jika teman seorang faskab atau fastekab. Tetapi, laporan itu untuk teman-teman sendiri. Karena, sekarang teman sudah menjadi seorang faskab atau korprov. Teman-teman bukan lagi menjadi bagian dari atasan dan bawahan. Teman-teman sudah menjadi Boss untuk diri teman sendiri. Buatlah laporan individu itu, sejujur mungkin. Sedetail mungkin. Mengapa harus jujur? Mengapa harus detail? Karena, ketidak-jujuran dan tidak detail itu, salah satu faktor yang menjadikan mengapa program itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Output yang tertera pada lembar kertas laporan tak sesuai dengan kondisi lapangan.

Sangat disayangkan, teman-teman menghabiskan waktu bertahun-tahun di perguruan tinggi, lalu lulus dengan IP memuaskan, ketika kerja di pemberdayaan, teman-teman hanya sibuk membuat karangan. Laporan yang dikarang-karang. Tak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Kinilah saatnya, teman-teman menjadi diri sendiri. Membuat laporan individu sesuai IP yang teman-teman terima ketika lulus, sesuai disiplin ilmu teman-teman yang teman-teman habiskan waktunya bertahun-tahun ketika mengambil S1. Lalu evalusi laporan individu itu, apakah masih terdapat kekurangan, jika masih segera perbaiki.

Dua, Tetaplah membuat Time Sheet. Time sheet rencana dan realisasi. Lalu evaluasi. Sudah benarkah rencana itu? Jika rencana belum benar, maka segera buat perbaikan. Apa saja dari rencana itu yang sudah direalisasikan, apa saja yang belum terrealisasi? Buat pertanyaan, mengapa belum terrealisasi? Apa penyebabnya? Apakah terlalu muluk sehingga sulit untuk direalisasikan, atau ada faktor lain. mungkin intern karena kemalesan, maka ubah sifat malas menjadi lebih giat,lebih rajin, atau karena faktor ketidak tahuan, maka segeralah untuk menambah ilmu.

Bisa juga karena faktor ekstern. Seperti kurang modal. Lalu pertanyaannya modal berbentuk apa? Berbentuk nominal atau relasi. jika bentuknya relasi, maka lakukan perbaikan, perluas pergaulan, karena dalam usaha, modal nominal uang, bukan segalanya.

Tiga, Tetaplah membuat best practice. Bentuk best practice yang teman-teman buat kali ini bentuknya sangat berbeda dengan yang teman-teman buat ketika masih aktif di program. Mengapa? Karena best practice yang selama ini teman-teman buat. Hanyalah sebuah bentuk pembodohan dan penuh rekayasa. Teman-teman hanya melaporkan yang bagus saja, lalu kemana teman-teman sembunyikan puluhan kegiatan lain yang tidak sempurna itu? Maka buatlah kini best practice itu, semua. Buat dengan jujur.lalu evaluasi. Jika belum sempurna, belum sesuai dengan kondisi ideal yang teman-teman harapkan, lakukan perbaikan, hingga sesuai dengan yang kita harapkan.

Empat, Buat skala prioritas untuk mencapai sesuatu. Dari sekian hal yang ingin dicapai, tentukan runut masalahnya, lalu apa solusinya, kapan dikerjakannya, kapan pekerjaan itu akan selesai. Jika planning itu sudah selesai, lalu lakukan umpan balik. Kumpulkan anak isteri yang sudah dewasa, presentasikan pada mereka. Dalam hal apa mereka tidak setuju, lalu apa yang menurut mereka terbaik. Diskusikan. Akhirnya ketika semua sudah oke. Segera lakukan, dengan schedule ketat sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline