Lihat ke Halaman Asli

Ismail Wekke

Warga Kota Sorong, Papua Barat

Semalam di Angkor Wat Kamboja

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua kata yang populer yang menjadi pilihan utama, Angkor dan Apsara. Jika Angkor adalah candi yang menjadi tujuan wisata populer, maka Apsara adalah tarian yang paling banyak dipentaskan di acara-acara yang sebagian besar dihadiri wisatawan. Bahkan kata Angkor sendiri digunakan untuk sebuah merek bir. Sementara Apsara dijadikan nama pengelola kawasan Angkor.

Popularitas Angkor menarik banyak orang dari belahan dunia untuk datang. Bis yang saya tumpangi dari perbatasan Thailand dan Kamboja sepenuhnya terisi oleh wisatawan dari penjuru dunia. Di samping dan belakang tempat duduk saya, China, Turki, Belanda, dan Kanada. Begitu memasuki kota Siem Reap, jejeran hotel berbintang berdiri megah. Hotel-hotel dengan jaringan internasional sudah dipenuhi bis. Untuk penginapan saja tidak kurang dari 10 dollar Amerika. Sepertinya, bisnis hotel tidak saja dikelola pengusaha Kamboja tetapi juga investor internasional. Beberapa jaringan internasional tersedia di sini seperti Le Meridien. Harga kamarpun lebih tinggi dibanding merek yang sama di negara lain, untuk kawasan Asia Tenggara bahkan dibanding dengan Singapura sekalipun.

Pasar dan transaksi sehari-hari menerima tiga mata uang, Riil Kamboja, Bath Thailand, dan Dollar Amerika. Bahkan uang kembalian yang diberikanpun juga dalam mata uang ini. Untuk sepiring nasi goreng dengan telur dadar, dihargai USD 3. Dibanding dengan Thailand, ongkos berwisata ke Kamboja relatif mahal. Termasuk harga tiket untuk memasuki kawasan Angkor juga dibanderol dengan 20 USD. Begitupun dengan ojek, untuk sewa satu hari setara dengan rental mobil di Indonesia. Tetapi ini satu-satunya pilihan, kecuali kalau punya waktu lebih lama di kota ini. Tersedia juga rental sepeda dengan harga USD 1. Sejak awal, Fredy yang berasal dari Australia mengingatkan, tidak cukup sehari jika hendak mengeksplorasi seluruh wilayah Angkor Wat. Candi-candi tersebar di beberapa tempat dan saling berjauhan.

Perbatasan Thailand dan Kamboja yang dapat dilalui wisatawan tersedia dalam beberapa jalur. Saat mengantri di imigrasi itulah dapat terlihat deretan truk yang juga akan melintas batas. Rupanya truk-truk itu mengangkut sebagian besar barang yang diangkut dari Thailand ke Kamboja untuk menyediakan kebutuhan masyarakat di sini. Termasuk makanan laut, seperti kerang dan segala keperluan makanan lainnya. Padahal Siem Riep tidak memiliki daerah laut secara langsung. Dengan mudah dapat ditemukan kerang, cumi, pilihan aneka ragam ikan di pasar malam.

Walaupun sebagian besar penduduk Kamboja memeluk Buddha namun bukan berarti bahwa agama lain tidak secara bebas mengekspresikan keberagamaannya. Di pusat kota sendiri berdiri sebuah masjid. Mungkin tukang ojek tidak menemukan kata untuk menggambarkan ini sehingga menggunakan kalimat “muslim church”. Ini juga dapat dimaknai perjumpaan antara Buddha dan Islam di Kamboja belum menemukan tempat dialog yang luas. Walaupun demikian, beberapa orang sudah paham tentang larangan memakan daging tertentu bagi seorang muslim.

Keramahan Asia Tenggara juga menjadi bagian dari keseharian di sini. Menyambut tamu dengan kehangatan sebagaimana kita bisa dapatkan di seentaro kawasan Asia Tenggara lainnya. Tidak kalah dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura. Untuk urusan teknologi, mungkin di sini agak tertinggal. Karena kamar yang saya tempati walau memiliki pendingin ruangan tetap saja disediakan kipas angin. Sementara kamar mandi dan perabot lainnya sangat sederhana. Atau ini karena kamar yang saya pilih memang dalam kategori murah meriah, seharga USD 10. Begitu masuk ke dalam hotel disediakan rak untuk alas kaki, sehingga memasuki bangunan hotel dengan kaki telanjang, serasa di masjid saja.

Jaringan transportasi darat dengan kota-kota lain sangat lengkap. Dari Siem Reap dapat menuju Ho Chi Minh di Vietnam, Vientine di Laos, Bangkok, dan juga sampai ke Phuket dan Pattaya. Penerbangan langsung ke Bangkok dalam satu hari mencapai 30 lebih penerbangan. Thai Airways melayani sampai 6 penerbangan, apalagi penerbangan budjet lainnya.

Menyadari bahwa pariwisata merupakan bagian kehidupan dan juga sumber pendapatan, maka sejak memasuki kawasan Siem Reap semuanya sudah menyediakan informasi dalam bahasa Inggris. Tulisan dalam bahasa Khmer juga sudah disediakan terjemahan. Sehingga tidak mengalami kesulitan untuk menjelajah kota. Keterbukaan dengan pelbagai budaya menjadi pilihan, termasuk menyediakan fasilitas yang bahkan “aneh”. Di kota ini pula segala macam kebutuhan disediakan, sekalipun itu bukan praktik masyarakat. Prostitusi menyertai tumbuhnya industri pariwisata. Tetapi “hotel” yang saya tempati sejak awal menyampaikan larangan “tidak diperkenankan memasukkan gadis ke kamar”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline