Masih ingat peristiwa saat ketika Jokowi mengangkat mantan walikota di Jakarta, yang sebelumnya dinonjobkan, menjadi Kepala Perpustakaan Umum DKI Jakarta. pejabat tersebut sempat tidak mau dilantik menjadi Kepala Perpustakaan umum di DKI karena mungkin dianggapnya tempat bekerja di Perpustakaan hanya sebagai tenaga buangan saja.
Kemudian kalau membaca berita di media cetak maupun media online (website), ada seorang guru bermasalah, kemudian oleh Kepala Sekolahnya tidak diberi jam mengajar, tetapi ditugaskan/ditempatkan di Perpustakaan Sekolah.
Hal ini mengesankan bahwa seseorang pejabat bermasalah atau guru bermasalah, harus dihukum secara pekerjaan atau "pekerjaannya dikerdilkan." Bila ditempatkan di Perpustakaan.
Kemudian ada seorang Pustakawan lulusan PGT, yang bekerja atau ditugaskan untuk mengelola Perpustakaan sekolah, mendapat perlakuan berbeda dengan seorang guru.
Padahal jam kerja Pustakawan itu, sesuai dengan waktu jam sekolah dari pagi hingga siang. Tetapi ketika mendapatkan honor, jauh berbeda bila dibandingkan dengan seorang guru yang sama-sama sebagai honorer.
Para pustakawan yang bekerja di Perpustakaan Sekolah, sering mengeluh karena honornya kecil atau tidak sebanding dengan profesi guru.
Berdasarkan contoh kasus seperti tersebut di atas, kita dapat memperoleh gambaran bahwa, prediksi masyarakat terhadap tempat bekerja "perpustakaaan" masih dianggap lebih rendah, bila bekerja di tempat lain atau profesi pustakawan dianggap lebih rendah dari profesi lain. Mungkin masih ada anggapan yang bekerja di Perpustakaan sebagai tempat "penjaga gudang" yang tidak bergengsi.
Begitu juga sebaliknya yang berprofesi sebagai Pustakawan, bila bekerja di Perpustakaan Sekolah atau tempat lainnya, dianggap lebih rendah dari seorang guru, atau hampir sama atau disamakan dengan petugas Tata Usaha.
Begitulah diantara anggapan yang ada selama ini terbentuk, masih ada yang menganggap dari sebagian masyarakat terhadap yang bekerja di perpustakaan dan pustakawan di Indonesia, yang menganggap tidak penting atau masih memandang sebelah mata.
Hal itu mungkin terbentuk karena diakibatkan karena masih ada di dalam ingatan yang melekat di sebagian orang bahwa perpustakaan adalah gudang buku, hanya tumpukan buku-buku tua, ruangan berdebu dan sebagainya.