Lihat ke Halaman Asli

Iswara Rusniady

Pustakawan

Senyum Kecut Memandang Rencana Kenaikan UMP 2020

Diperbarui: 7 November 2019   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Tribun Jogja/Hasan Sakri Ghozali

Para pekerja khususnya para buruh perusahaan, mungkin sudah banyak yang mengetahui dan mendengar dengan isu akan ada kenaikan upah untuk tahun 2020.  

Rencana kenaikan UMP berdasarkan acuan  Surat Edaran (SE) Mentri Ketenagakerjaan No.B-M/308/HI.01.00/X/2019 perihal data tingkat inflasi nasional dan PDB tahun 2019, dalam surat edaran itu disebutkan pula mengenai  UMP 2020 yang telah diputuskan per 1 November 2019. 

Mulai tahun 2020 akan  menaikan upah buruh minimum per provinsi (UMP), yang besaran kenaikan upah itu hanya sebesar 8,51 persen. Dengan dinaikan upah buruh dengan standar upah buruh UMP yang diberlakukan tiap daerah provinsi. 

Dengan adanya regulasi pemerintah tentang kenaikan UMP  itu yang telah mempertimbangkan tingkat inflasi nasional dan PDB,  pemerintah mengharapkan akan cukup mensejahterakan dan bisa menutup kebutuhan para buruh. Walaupun dengan adanya kebijakan tersebut pada akhirnya harus disambut para buruh  dengan senyum  yang kecut,  senyum kegetiran,  senyum kegelisahan karena tidak sesuai dengan  standard kebutuhan  hidup layak (KHL). Sebab itulah sebagian para buruh  berunjuk rasa mengajukan  tuntutan  agar UMP  disesuaikan  dengan standard hidup layak yang sebagaimana mestinya, karena para buruh harus menanggung  kebutuhan keluarganya. 

Yang jelas,   para buruh  tidak setuju  dengan penetapa kenaikan   UMP 8,51 %  karena kenaikan sebesar itu hanya bisa dinikmati sesaat, karena saat berikutnya para buruh akan dihadapkan dengan harga kebutuhan pokok ikut naik. Belum lagi rencana pemerintah mulai tahun 2020 menaikan iuran BPJS, menyusul tarif listrik dan tarif tol. 

Kenaikan UMP yang selalu dinantikan para buruh, seyogianya bisa dinikmati dulu, jangan sampai ada kenaikan barang dan jasa lainnya.

Jadi kalau setiap kali upah buruh naik, tetapi berbagai kebutuhan pokok terkadang ikut naik, rasanya kenaikan yang hanya 8,51 % itu, tidak ada artinya  bagi sebagian besar para buruh. 

Padahal para buruh, sudah banyak keluar keringat untuk mengabdikan diri, membesarkan, dan bekerja untuk perusahaan. Namun jika diperhatikan masih terjadi demo di kalangan para buruh. Artinya para buruh masih tidak bisa terima dengan kanaikan sebesar itu.

Kadang para buruh masih merasakan upah sebesar itu tidak sebanding dengan pengabdian, dan pekerjaan yang sudah dikeluarkan, maka mereka pun turun ke jalan untuk berdemo, agar upahnya ada perbaikan.

Seperti yang saya kutip dari cnbcindonesia.com, para buruh melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota DKI Jakarta pada 30/10. Kemudian 31/10, ratusan buruh dari Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jakarta juga melakukan demo di Kantor Kementrian Ketenagakerjaan.

Dari aksi demo tersebut para buruh menuntut antara lain menolak PP 78/2015 tentang pengupahan, yang menjadi dasar rencana kenaikan UMP 2020 yang hanya 8,51 %, mereka juga menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline