Lihat ke Halaman Asli

Iswan Heri

Dreamer, writer, and an uncle

[HUT RTC] Kuliah

Diperbarui: 7 Maret 2016   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber ilustrasi: akihikoyuuri.wordpress.com"][/caption]

Minggu pertama: terinspirasi puisi

Panas terik tak menyurutkan hasratku. Sepenuh tenaga kukayuh sepedaku, menembus hamparan sawah yang mengurung desaku ini. Udara di desaku bersih, pepohonan tumbuh di sepanjang jalan. Peluhku menetes sebesar bulir jagung. Kuberhenti sejenak, dan minum air kali di tepi jalan. Sungai di desaku mengalir jernih. Seringkali para pejalan kaki dan petani minum langsung dari sungai tersebut, tanpa harus khawatir akan mengalami sakit perut.

Segar sekali air yang mengalir melalui kerongkonganku, seolah tak ada satupun minuman ringan di dunia ini yang mampu menandinginya. Tak perlu berlama-lama, segera kukayuh sepedaku kembali. Tinggal sebentar lagi, aku akan sampai di rumah. Berita ini harus segera kusampaikan ke orang tuaku. Harus hari ini, saat ini.  Bapak mungkin belum pulang dari sawah, tapi masih ada simbok di rumah. Ini adalah berita yang akan mengubah nasib keluargaku, bahkan kampungku.

“Mbok, simbok…”, teriakku. Kemana gerangan perginya ibuku itu?

“Ono opo, Le? Kok bengok-bengok?”,* jawab simbok.

“Aku lulus Mbok..Lulus!”, teriakku girang. Kusodorkan surat kabar nasional yang memuat pengumuman seleksi perguruan tinggi itu. Dengan bangga kutunjukkan namaku diantara barisan nama yang lulus mengikuti seleksi. Simbok memeluk tubuhku, bahagia.

“Terus, berapa biaya masuknya, Le?”, tanya Simbok.

“Sepuluh juta, Mbok”, jawabku kemudian.

Simbok terdiam, senyum di wajahnya hilang, berganti dengan raut wajah kebingungan.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline