Lihat ke Halaman Asli

Rumah untuk Guruku

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pak adil menyekolahkan keenam anak laki-lakinya di SDIT Baitul Mukminin. Setiap pengambilan rapor, pak adil akan meminta maaf kepada guru wali kelas, sekiranya terdapat perilaku anaknya kurang berkenan di mata para guru. Juga, pak adil akan mengucapkan terimakasih, atas kasih sayang mereka dalam mendidik anak-anaknya. Guru yang mendidik anak dengan sepenuh hati, adalah guru yang terbebas dari keresahan.

Salah satu sumber keresahan para guru adalah, mereka belum memiliki rumah dan mereka tidak memiliki bayangan, bagaimana cara untuk memiliki rumah di masa depan, dengan penghasilan yang mereka terima saat ini. Para pengurus yayasan lentera, yang melahirkan SDIT Baitul Mukminin, memahami kondisi ini. Mereka memiliki solusi untuk permasalahan ini. 
Pada saat penerimaan siswa baru, pihak sekolah meminta kepada setiap wali murid, untuk meminjamkan uang sebesar satu juta rupiah. Pihak sekolah berjanji akan mengembalikan pinjaman tersebut, pada saat sang anak lulus SD, enam tahun kemudian. Setiap bulan, pihak sekolah menyisihkan Rp15 ribu, untuk mengangsur pinjaman tersebut. Sebenarnya, Rp 15 ribu yang disisihkan oleh pihak sekolah untuk mengangsur pinjaman, sudah menjadi komponen biaya pendidikan yang dibayar oleh para wali murid setiap bulan. Sehingga, penyisihan uang tersebut, sama sekali tidak membebani pihak sekolah.

Dengan daya tampung siswa baru sebanyak 100 siswa setiap tahun, SDIT BM mendapatkan pinjaman sebesar Rp100 juta setiap tahun. Pihak sekolah menggunakan uang pinjaman itu untuk membeli tanah di sekitar sekolah. Dengan harga tanah sebesar Rp500 ribu per meter, pihak sekolah bisa membebaskan tanah seluas 200 meter, setiap tahun.

Tanah itu, akan diberikan kepada para guru, masing-masing seluas 60 meter, dengan imbalan, dedikasi mereka untuk terus mengajar di SDIT BM. Setelah mengajar selama sepuluh tahun, para guru secara resmi telah memiliki sepenuhnya tanah tersebut. Setelah semua guru mendapatkan tanah, pihak sekolah menggunakan uang pinjaman untuk membangun rumah tipe 36 dengan model Rumah Cepat Bangun Tahan Gempa System Pracetak (RCBTGSP) yang dikembangkan oleh kampus ITS Surabaya, senilai Rp50 juta per rumah, yang masa pembangunannya hanya membutuhkan waktu selama empat hari. Demikian seterusnya, sehingga semua guru telah memiliki rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline