Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Iswan

Mahasiswa Universitas Islam Indonesia

Jerat Melingkar antara Politisi, Rakyat dan Pengusaha

Diperbarui: 11 Mei 2023   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judul di atas tentu tidak mengherankan lagi di Indonesia, di era sekarang. Era dimana hampir seluruh aktivitas individu maupun sosial, membutuhkan kekayaan sebagai modal utama untuk beraktivitas. 

Termasuk dalam ranah politik, justru segmen kehidupan yang satu ini menjadi wajah baru bagi pemusatan gravitasi ekonomi. Bahasa yang seringkali digunakan oleh para aktivis dengan istilah "Perselingkuhan penguasa dengan pengusaha" sudah mulai memudar, bahkan, mungkin tidak lama lagi akan hilang dari peredaran diskusi mahasiswa.

Lalu, Siapa politisi yang dimaksud? kenapa politisi harus kaya? Bagaimana politisi akan kaya sementara hidupnya disibukan dengan aktivitas untuk menjalankan fungsi jabatannya? bagaimana pula nasib si miskin yang hendak jadi politisi? 

Definisi atau arti politisi dapat dengan mudah didapati di google. Namun, di sini kita tidak sedang mempersoalkan arti politisi itu dalam arti bahasa. Melainkan dalam arti jabatan dan fungsi yang diemban. 

Seorang politisi yang dimaksud di sini adalah mereka yang menjadi mind maker atas kehidupan masyarakat, khususnya di Indonesia. Baik mereka yang menduduki jabatan struktural dalam birokrasi pemerintahan maupun mereka yang terlibat secara langsung dalam melaksanakan fungsi kenegaraan dalam artian politik. 

Lebih khusus, dalam tulisan ini, mengarahkan pandangan kepada mereka yang menduduki jabatan melalui mandat yang diberikan oleh rakyat sebagai pemegang kuasa tertinggi di negara Republik Indonesia. Mereka adalah wakil yang dipercaya rakyat untuk memegang amanat dan tanggung jawab untuk membuat kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Baik dari kalangan pemerintah eksekutif maupun dari kalangan legislatif.

Menariknya. Berbagai fakta lapangan dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, ada sebuah fenomena lama yang terus tumbuh dan mencuat setiap lima tahun sekali, pada saat pagelaran pemilu berlangsung. 

Sebuah agenda demokrasi yang marak dilangsungkan setiap lima tahun sekali. Beruntungnya, hadir sebuah kebijakan untuk melaksanakan pemilu secara serentak. 

Hal ini, terlepas dari kepentingan dan perdebatan politik di belakangnya, merupakan upaya yang baik agar agenda pemilu tidak menguras begitu banyak harta (uang) operasional untuk penyelenggaraan pemilu secara resmi maupun uang kaget untuk masuk ke kantong oknum masyarakat yang masih begitu menaruh harapan besar menguras harta calon wakilnya sendiri.

Politisi dari kalangan eksekutif maupun legislatif yang pada dasarnya juga mengakomodir kepentingan partai politik pengusungnya, tidak terlepas dari modal untuk biaya kampanye dan operasional lainnya. 

Belum lagi untuk kepentingan pembagian uang kaget. Dengan biaya atau modal besar yang akan digunakan, tidak heran bahwa pada prosesnya mereka harus turut serta merangkul dan membuka diri bagi para pengusaha untuk membantunya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline