Lihat ke Halaman Asli

Iswadi Suhari

Passion catcher

Lui Si Malas Mandi (Dongeng Untuk Anakku) (2)

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1330823864108243548

Kisah sebelumnya:

Lui sang cucu yang nakal berlari dari rumah neneknya karena marah dinasehati sang nenek yang gerah dengan kelakuan Lui yang sangat malas mandi. Dengan amarah yang memuncak Lui berlari ke dalam hutan dan tersesat. Di dalam gelap gulitanya malam di tengah hutan Lui bertemu dengan seorang nenek aneh yang menyihir tubuhnya menjadi seekor kambing.

Cerita pun berlanjut…

Setelah sadar bahwa dirinya telah menjadi seekor kambing jantan, Lui pun menangis meraung-raung, dibenturkannya kepalanya yang sekarang bertanduk ke batang pohon yang berada di dekatnya berulang kali. Air matanya mengucur deras dari matanya yang terlihat bulat dan besar. Mungkin kalau ada orang yang melihat keadaan Lui saat itu, dia akan lari terbirit-birit ketakutan melihat kambing jantan mengamuk sambil bercucuran air mata.

Lama juga Lui menangis sambil mengamuk membenturkan tanduknya. Lama kelamaan badannya kembali terasa lunglai. Lui pun menjatuhkan badannya yang kini berbulu di atas rumputan yang hijau. Badannya terasa sangat lelah dan … kini perutnya terasa sakit. Tiba-tiba Lui merasa sangat lapar. Ditengoknya keadaan di sekitarnya, tak ada makanan yang bisa di makan, hanya ada daun-daunan dan rumputan yang hijau tumbuh dengan suburnya. Hiii… tubuh Lui bergidik merasa jijik memikirkan kalau dia harus makan rumput daun mentah. “Gak akan pernah.” Pikirnya. “Tapi… bagaimana dengan perut ini yang terasa sangat lapar.” Pikir Lui kemudian. “Apa mungkin rumput ini enak juga buat seekor kambing jadi-jadian seperti aku ini.” Pikirnya lagi sambil mencoba menggigit dan kemudian mengunyah rumput hijau yang ada di dekatnya. Ppppuuiiiihhhhhh…. Lui memuntahkan rumput yang ada di mulutnya. Rasanya sangat aneh, ternyata walaupun dirinya telah berubah wujud menjadi seekor kambing tapi selera makannya tetap seorang manusia, tidak doyan dengan rumput mentah.

Dengan sisa tenaga yang ada, Lui pun mencoba beranjak dari tempatnya berada. Masih terngiang di kepalanya ucapan nenek-nenek aneh tadi malam “Kalau kamu ingin menjadi manusia lagi, kamu harus memecahkan balon raksasa yang dijaga seekor harimau putih di gua Naga… Kalau kau masih ingin hidup berjalanlah kau ke arah timur.” “Ke arah timur? Berarti aku harus menuju ke arah matahari terbit, oke akan kucoba, siapa tahu di sana ada perkampungan dimana aku bisa menemukan makanan manusia” pikirnya. Lui pun beranjak menuju ke rah matahari terbit.

Matahari semakin meninggi, cuaca yang cerah memberikan keleluasaan bagi Sang Surya untuk memancarkan cahaya panasnya sesuka hati. Udarapun berubah dari dingin menjadi panas menyengat. Lui terus berjalan dan berjalan ke arah timur. Sesekali dia berhenti untuk minum di sungai kecil dangkal atau pun di mata air yang ditemuinya untuk sekedar mengisi perutnya yang semakin terasa perih kelaparan. Tiba-tiba Lui melihat dua ekor monyet sedang berebut pisang yang masih menggantung di pohonnya. Air liurnya terasa memenuhi mulutnya yang terasa lebar. “Wah… enak sekali kalau aku bisa mendapatkan pisang itu.” Pikir Lui berharap. Dia pun mendekati pohon pisang itu.

Dua monyet yang tengah sibuk berebut pisang tiba-tiba berhentimelihat kedatangan Lui. Lui mencoba berkata-kata, otaknya hendak mengatakan “Hei monyet … bolehkah aku meminta pisangmu itu” apa daya yang keluar hanya suara “Embek…. Embek…”. Si monyet yang berada di atas pohon pisang seperti tertawa mendengar suara Lui. Kini dengan isengnya monyet-monyet itu melempari Lui dengan kulit pisang yang isinya telah mereka makan. “Sialan…” pikir Lui geram. Dia pun mengambil beberapa langkah mundur dan… HAP… Lui berlari sekuatnya menubruk pohon pisang tersebut. GUBRAKKKK… monyet-monyet yang tengah lahap memakan pisang itupun berjatuhan berbarengan dengan robohnya pohon pisang.Lui kembali mengambil ancang-ancang untuk menyerang kedua monyet yang seperti kesakitan. Monyet-monyet itu pun lari ketakutan dan kemudian bergelantungan di pohon kapuk yang rindang di hutan lebat itu. “Rasainkau” umpat hati Lui sambil mendekati pohon pisang yang sudah roboh. Dicobanya untuk menggigit kulit pisang . Susah sekali Lui membuka kulit pisang dengan giginya. Tangannya yang kini menjadi tungkai depan tidak bisa banyak membantu. Hap… akhirnya Lui berhasil mengupas kulit pisang yang pertama. Lui pun melahap pisang yang sudah matang dengan sempurna tersebut. “Hmmm Enaknya…” pikir Lui. Lui kembali mengupas pisang-pisang matang itu hingga dia merasa kenyang. Terakhir Lui kembali menghampiri sungai kecil untuk minum.

Tiba-tiba Lui mendengar seperti ada suara manusia bercakap-cakap, semakin lama semakin jelas. Dan akhirnya Lui melihat dengan jelas ada lima orang lelaki memanggul kayu bakar. Dengan gembira Lui pun menghampiri orang-orang itu dengan harapan bisa ikut pulang dan keluar dari hutan belantara yang menakutkan itu. Tapi… tiba-tiba Lui teringat kalau dirinya bukan manusia lagi melainkan seekor kambing muda. Bagaimana kalau orang-orang itu menangkapnya dan menyembelihnya untuk kemudian dijadikan sate. Hiiiiii…. Lui bergidik ketakutan. Dia pun mengurungkan niatnya menghampiri lelaki-lelaki itu. Tapi… terlambat…

“Hei lihat… ada kambing gemuk sekali…!” teriak salah seorang dari lelaki itu.

“Wah… iya… ayo kita tangkap…” Jawab yang lainnya.

“Ya… ayo kita tangkap, kebetulan sekali kita butuh kambing untuk pesta rakyat kampung kita…!” Jawab yang lainnya lagi sambil segera menaruh kayu-kayu bakar mereka dan bersiap mengepung Lui.

Lui yang kekenyangan mencoba sekuat tenaga untuk lari menghindari orang-orangitu, sial pikirnya. Diterjangnya pohon-pohon kecil bercabang. Diinjaknya duri-duri yang banyak berhamparan. Walaupun terasa sakit akibat tusukan duri-duri kecil Lui terus mencoba berlari sekuat tenaga. Lima orang lelaki tadi pun tidak kalah semangatnya, mereka berlari berpencar ke segala arah untuk mengepung Lui.

“HAHA… mau lari kemana kau kambing gemuk…” tiba-tiba seorang di antara lelaki itu sudah berada di depan Lui yang berlari tanpa arah. Di tangan lelaki itu terpegang sebuah golok. Mata Lui terbelalak melihat tangan lelaki itu menghunus goloknya hendak menebas tubuhnya.

“Hei… tunggu!Jangan kau bunuh kambing itu sekarang…” tiba-tiba lelaki yang lain berteriak.

“Kenapa… kita sembelih saja sekarang, daripada dia kabur…” jawab lelaki dengan golok tadi.

“Jangan… kita tangkap dia hidup-hidup, lalu kita pamerkan pada penduduk kampung kita kalau kita berhasil menangkap kambing gemuk ini dan menyumbangkannya untuk pesta rakyat. Nah pasti kita akan mendapat pujian dari penduduk kampung” jawab lelaki lainnya lagi sambil terus mencoba menghadang kemana Lui hendak berlari.

“Setuju.. ya setuju…” teriak yang lainnya.

“Baiklah kalau begitu…” jawab si pembawa golok sambil menaruh kembali golok yang telah dihunusnya itu di sarungnya. Mereka pun kembali mengepung Lui. Lui mencoba untuk luput dari tangkapan kelima lelaki itu. Tapi sial menimpa Lui. Tiba-tiba satu kakinya yang tengah berlari kencang terlilit pohon merambat dan membuatnya terjatuh. Dengan susah payah Lui mencoba untuk kembali bangkit. Tapi apadaya, tangan-tangan kekar lelaki pencari kayu bakar itu lebih dulu menangkap keempat kakinya.

“HAHAHAHAHA…. Mau lari kemana kau kambing nakal… sekarang kau harus ikut kami ke kampung dan berpesta bersama kami hahahaha…” lelaki-lelaki itupun tertawa kegirangan. Lui terus berontak sekuatnya, tapi tangan-tangan lelaki itu lebih kuat menahannya. Mereka pun mengikat kaki-kaki Lui dengan tali dan menggotongnya hingga kampung tempat mereka tinggal. (Bersambung…)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline