Lihat ke Halaman Asli

Isur Suryati

TERVERIFIKASI

Menulis adalah mental healing terbaik

Suara Hati Driver Ojek Online: Kami Bukan Sekedar Nomor Antrian

Diperbarui: 14 Agustus 2024   20:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap hari, saya mengenakan helm hijau yang sudah pudar warnanya, mengencangkan tali dagu, dan membuka aplikasi di ponsel saya. 

Dengan jari yang sedikit gemetar akibat kelelahan, saya menekan tombol "mulai bekerja". Di saat itulah, saya tahu saya sedang memulai pertarungan baru. 

Bukan hanya dengan kemacetan yang sudah menjadi bagian dari hidup di kota besar ini, bukan hanya dengan cuaca yang tak bisa diprediksi—panas terik di siang hari, hujan deras di sore hari—tetapi juga dengan diri sendiri: keinginan untuk bertahan dan menghidupi keluarga di tengah tekanan ekonomi yang semakin sulit.

Namun, apa yang tidak pernah terpikirkan adalah bahwa salah satu dari kami, seorang rekan, bisa kehilangan nyawa karena sesuatu yang begitu mendasar—kelaparan. Kepergian rekan seprofesi tersebut meninggalkan luka yang dalam.

 Dia bukan sekadar teman seperjuangan, dia adalah peringatan bagi kami semua bahwa di balik helm ini, ada manusia yang sama rapuhnya seperti orang lain. Kami bukan sekadar nomor orderan di aplikasi, dan kehilangan kami adalah lebih dari sekadar statistik.

Sehari-hari Kami

Sebagai driver ojek online (ojol), kami telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan urban. Kami mengantar makanan, barang-barang, dan penumpang ke berbagai tujuan. 

Aplikasi yang terlihat sederhana di ponsel pintar itu sebenarnya adalah jembatan yang menghubungkan kami dengan berbagai sisi kota yang sering kali tidak tersentuh oleh masyarakat umum. Di balik layar aplikasi, kami bukan sekadar robot yang memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi manusia biasa dengan cerita hidup masing-masing.

Setiap kali kami mendapat orderan, itu bukan hanya tentang membawa sesuatu dari titik A ke titik B. Setiap kali kami mengantarkan makanan, kami tahu ada orang yang kelaparan menunggu. Setiap kali kami membawa penumpang, kami mengerti bahwa mungkin mereka terlambat untuk rapat penting atau bertemu orang terkasih. Ada tanggung jawab besar yang terletak di pundak kami, meski sering kali kami tak dihargai lebih dari sekadar angka di aplikasi.

Kehidupan di jalan tidak mudah. Kami menghadapi kemacetan yang seakan tak ada habisnya. Jalan-jalan kota dipenuhi dengan kendaraan yang berlomba melawan waktu, dan di tengah-tengah kekacauan itu, kami, para driver ojol, harus tetap fokus dan waspada. Keselamatan diri menjadi prioritas yang sering kali kami korbankan demi mendapatkan penghasilan lebih. Tak jarang, kami harus bertahan berjam-jam di bawah terik matahari atau hujan deras, berharap ada orderan yang bisa kami ambil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline