Sebagai guru, saya merasa bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara, yang sebelumnya mungkin hanya dilihat sebagai bagian dari sejarah pendidikan, kini muncul sebagai sumber inspirasi yang memiliki kedalaman dan relevansi yang luar biasa dalam era modern.
Tulisan saya ini akan menelisik alasan di balik pergeseran paradigma dalam pendidikan, yang mengakibatkan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang telah ada sejak lama kini memperoleh sorotan yang lebih terang.
Esai ini membahas fenomena menarik ini dengan tekad untuk menggali lebih dalam, menjawab pertanyaan mengapa pemikiran klasik ini baru menjadi pusat perhatian dalam pendidikan modern. Dengan menggunakan analisis yang cermat dan tajam, esai ini berusaha memberikan gambaran yang komprehensif tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi tren ini.
Kita tidak bisa melupakan bahwa dunia terus berubah, dan tuntutan pendidikan juga ikut bermetamorfosis seiring waktu. Era pendidikan sebelumnya lebih menekankan pada pembentukan karakter dan pengenalan nilai-nilai nasional.
Di sisi lain, pendidikan modern tampak lebih berfokus pada keterampilan praktis yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja yang berubah. Meskipun begitu, prinsip-prinsip Ki Hajar Dewantara, yang mendorong pembangunan karakter dan moral, ternyata menjadi semakin relevan dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Tidak dapat disangkal bahwa teknologi informasi telah menjadi katalisator yang kuat dalam menghidupkan kembali dan menyebarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Internet telah membuka pintu bagi akses cepat dan luas terhadap gagasan ini, memungkinkan penyebarannya ke berbagai kalangan masyarakat.
Diskusi-diskusi yang terjadi di platform daring semakin memperkaya pemahaman kolektif tentang makna dan relevansi pemikiran ini dalam konteks modern.
Booming pemikiran Ki Hajar Dewantara juga mungkin muncul sebagai tanggapan terhadap kekurangan dalam sistem pendidikan saat ini.
Lonjakan stres di kalangan siswa dan kekhawatiran tentang hilangnya penekanan pada pengembangan karakter dan warisan budaya lokal menunjukkan bahwa ada kekosongan yang mungkin dapat diisi oleh nilai-nilai yang dianut oleh Ki Hajar Dewantara.