Menjadi agen perubahan dalam menekan angka buta aksara di Indonesia, sejatinya menjadi tugas kita semua. Siapapun diri kita, yang merasa memiliki kepedulian akan kualitas negara tercinta ini di masa depan. Karena, berdasarkan catatan terakhir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, angka buta aksara di Indonesia masih cukup tinggi dan mencapai sekitar 20-30% dari total populasi. Ini harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk memprioritaskan pendidikan dan literasi bagi semua lapisan masyarakat.
Mao adalah seorang laki-laki yang lahir dan tumbuh di sebuah desa di Indonesia. Ia terlahir dari keluarga yang tidak mampu dan memiliki orang tua yang buta aksara. Karena keterbatasan pendidikan, Mao juga menjadi buta aksara.
Kesulitan pertama yang dialami Mao adalah sulitnya membaca dan menulis. Ia kesulitan untuk membaca petunjuk pada produk yang dibeli, membaca buku, dan menulis surat. Ini membuatnya merasa kurang percaya diri dan kurang mampu untuk mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan ekonomi.
Kesulitan kedua adalah sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak. Karena buta aksara, Mao tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan membaca dan menulis. Hal ini membatasi kesempatan kerja dan pendapatan yang ia peroleh, sehingga menimbulkan masalah ekonomi bagi keluarganya.
Kesulitan ketiga adalah sulitnya mengakses informasi dan komunikasi. Mao seringkali kesulitan untuk memperoleh informasi penting seperti informasi tentang peluang usaha atau investasi. Ia juga kesulitan untuk berbicara dan menulis dalam bahasa tertentu, sehingga ia kurang mampu untuk berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dan pemerintahan.
Dengan demikian, buta aksara membuat Mao mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis, memperoleh pekerjaan yang layak, dan mengakses informasi dan komunikasi. Ia harus berjuang untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dan menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Guru sebagai agen perubahan
Guru harus menjadi agen perubahan dalam menekan buta aksara di Indonesia karena mereka memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam membentuk generasi penerus bangsa. Berikut beberapa alasan mengapa guru harus menjadi agen perubahan dalam hal ini:
Guru dapat membantu membentuk kesadaran siswa tentang pentingnya literasi
Guru dapat membantu membentuk kesadaran siswa tentang pentingnya literasi dan mengajarkan bagaimana menggunakan bacaan dan tulisan untuk memperoleh informasi dan meningkatkan kualitas hidup.
Guru dapat memberikan pendidikan yang berkualitas