Lihat ke Halaman Asli

Isur Suryati

TERVERIFIKASI

Menulis adalah mental healing terbaik

Pentingnya Persepsi Peserta Didik bagi Perkembangan Kantin Kejujuran

Diperbarui: 20 Desember 2022   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kantin Kejujuran (Pexels.com/Mike Van Schoonderwalt)

Saat kita dihadapkan pada sebuah gambar ilustrasi, memperlihatkan suasana kantin yang lengang dan sepi. Kita melihat tidak ada seorang pun di sana, bahkan tanpa penjaga. 

Hanya ada beberapa slogan yang tertempel di dinding kantin, ditulis dengan huruf besar, nyaris seperti sebuah pemberitahuan. "Jajanlah dengan jujur". 

Pemandangan kantin terlihat rapi dan teratur, stok makanan yang dijual tampak beraneka ragam tertata apik di rak storage dan etalase. Ada juga makanan dan minuman dingin di lemari pendingin. 

Bahkan, kue-kue basah yang masih hangat pun tersaji menarik, tertutup wadah transparan, tampak menggiurkan tapi higienis. Tahukah kita, berdasarkan apa yang dilihat dan dibaca tersebut. Bahwa kantin ini tentulah kantin kejujuran. 

Pertanyaannya?

Berdasarkan apa yang kita lihat, dengar dan rasakan dari  gambar tersebut. Jika uang jajan kita hanya sedikit atau terbatas untuk membeli beberapa buah gorengan saja. Sedangkan, dari rumah tadi perut kita belum terisi makanan sama sekali. Sesuai dengan persepsi yang terbentuk dalam pikiran kita. Kira-kira apa yang akan kita lakukan?

Saat kita memutuskan untuk jajan di kantin kejujuran. Maka, akan tersedia dua pilihan dalam benak kita. Pertama, uang aman, perut kenyang, namun hati tidak tenang. 

Itu artinya, kita mengambil makanan hingga perut kenyang, tapi uang yang ada pada kita tidak jadi ditaruh di kotak uang yang sudah tersedia di sana. Bisa juga uang tersebut disimpan di kotak, tapi tidak sesuai dengan jumlah barang yang diambil alias 'Darmaji'. 

Istilah ini pernah populer pada tahun 1990-an, saat belum ramai tentang program kantin kejujuran. Bahwa peserta didik jajan di kantin, ambil makanan umpama goreng pisang, bakwan, kerupuk, dan lain-lain. 

Saat mau bayar, berkata kepada penjual, "Tadi saya makan bakwan satu."  Padahal, yang dimakan itu sebenarnya ada lima. Nah, itulah yang dinamakan Darmaji, akronim dari 'dahar lima ngaku hiji'.

Kedua, uang yang ada di saku habis dipakai buat bayar, hanya mendapat dua buah gorengan saja. Masih lapar sih, tapi hati terasa tenang. Itu artinya, kita memilih untuk bertindak jujur. 

Ada atau tidak ada penjaga di sana, kita tetap menjaga kejujuran. Walau sebenarnya, peluang untuk berlaku curang dalam keadaan tersebut sangat besar. Tapi, kita memilih untuk melakukan hal terbaik sesuai hati nurani.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline