Lihat ke Halaman Asli

Isur Suryati

TERVERIFIKASI

Menulis adalah mental healing terbaik

Seperti Kostum Harian Mama

Diperbarui: 20 Juni 2022   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kostum pesta | Pexels.com/Ron Lach

Saat Mama menyodorkan kostum astronot dengan ransel, sepatu bulu yang nampak hangat, dan helm bulat yang juga seperti ingin memeluk kepala, aku menggeleng lemah. Antara merasa tidak yakin, jika kostum ini akan mengantarkan piala emas ke atas lemari pajangan di ruang tamu itu seperti biasanya. Dan, rasa kasihan kepada Mama.

"Alice, sayang! Mama mohon pengertian kamu, ... ini adalah kostum kelima yang Mama buat." Ucapnya memohon. Aku tidak menjawab. Hanya mampu melirik sekilas pada kostum yang menurutku sangat aneh itu. Malah lebih aneh dari keempat kostum pesta yang sebelumnya aku coba. Kostum badut menurutku jauh lebih bisa diterima di badan. Lha ini, terus terang saja aku tidak suka dunia antariksa. 

"Cobalah dulu, ya! Mama janji setelah ini, tidak lagi-lagi menyuruhmu ikut ajang kostum pesta ini. Percayalah, sayang! Mama hanya ingin membuat penampilan kamu berbeda dari yang lain. Mama ingin kamu mendapat juara lagi kali ini." Lagi-lagi perempuan berambut pirang blonde dengan perawakan tinggi dan berkulit putih itu membujuk.

Aku menghela nafas, "Oke lah, Mama! Tapi, janji ya, ini yang terakhir. Setelah ini, biarkan aku saja yang mencari ide, kostum seperti apa yang akan dipakai di acara pesta kostum itu." Aku memutuskan. Mama mengangguk lemah. Dia masih sangat berambisi, itu terlihat dari mengerasnya rahang di tulang pipinya. Aku tahu itu.

Setelah kepergian Papa, setahun yang lalu. Mama memfokuskan dukanya kepada kemajuan karirku di modelling. Dia habiskan waktu dan energinya untuk menjahit kostum-kostum yang indah. Tidak peduli siang atau malam, dia selalu sibuk mencari event-event untuk lomba. Berburu kain-kain bagus dengan harga yang terjangkau di pasar-pasar kota.

Aku sebenarnya merasa heran, mengapa Papa pergi. Lebih tepatnya dia meninggalkan kami. Padahal, meneurut pendapatku, Mama adalah istri yang baik, cantik, lemah lembut dan penyayang. Lebih dari itu, dia juga pekerja keras. Setiap hari ia habiskan waktu di butiknya.Entah itu menjahit, mengontrol stok baju yang mulai habis, atau memantau para pekerja. Mama adalah sosok perempuan serba bisa dan multi talenta. Setiap apa yang dipegang tangannya selalu sukses besar. 

Tapi, sudahlah, aku tidak terlalu paham urusan orang dewasa. Yang jelas, di malam pergantian tahun baru. Papa dan Mama bertengkar, aku saat itu hanya duduk meringkuk bagai anak kucing berdiang di perapian. 

Sayup ku dengar Mama memohon, "Satu tahun lagi, saja Joseph! Kasihan Alice dia belum mengerti."Aku memasang kupingku rapat-rapat agar dapat menguping pembicaraan itu. Karena, terdengar seperti ada urusannya dengan keberadaanku. Tapi, sayang hanya suara Mama saja yang terdengar. Setelah beberapa menit berlalu, Papa terlihat menarik kopernya dengan kasar, lalu pergi dengan mobilnya menuju ke arah utara.

Sejak saat itu, aku berjanji untuk selalu patuh dan menuruti semua keingginan Mama. Termasuk ambisi=ambisinya menjadikan aku sebagai primadona dan selalu tampil beda dengan kostum-kostum yang dirancangnya. Ya, menurutku Mama akhir-akhir ini tampak menggila. Hari ini adalah puncak kekesalanku. Bagaimana tidak, Mama selalu saja memaksakan kehendaknya. Hal yang bagus menurut dirinya, tanpa bertanya bagaimana pendapat, keinginan, dan perasaanku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline