Chelonia Mydas atau penyu hijau, adalah salah satu biota laut yang langka, dilindungi dan paling dicari. Karena merupakan salah satu idola bagi para penyelam. Bukti bahwa satwa tersebut dilindungi tertuang dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada tahun 2007, penyu hijau ditemukan di Likupang. Peristiwa ditemukannya penyu tersebut menghebohkan masyarakat setempat dan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia. Hal ini menandakan bahwa pantai Likupang masih terjaga kelestariannya.
Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa Likupang merupakan suatu kecamatan yang terletak di kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Jika saat ini, anda berada di kota Manado, maka jarak menuju Likupang, hanya tinggal 48 km saja. Anda dapat berkendara dari Manado ke Likupang, dalam waktu dua jam. Luas Likupang sekitar 200 hektare, potensi utama daerah ini adalah kawasan pesisir dengan pantai berpasir putih yang masih terjaga keasliannya. Keadaan alam yang indah bagai lukisan, hamparan bukit, dan pesona air yang memikat mata, menjadikan sektor pariwisata sebagai andalan bagi Sulawesi Utara.
Anda mungkin tidak asing dengan beberapa destinasi wisata di Sulawesi Utara, seperti Danau Linow, Taman Nasional Bunaken, Air Terjun Tuminperas, Museum Perjuangan Rakyat Sulut, Gunung Klabat, Tangkoko National Park, Patung Yesus Memberkati, dan Patung Abadi. Oleh karena itu, Sulawesi Utara dikenal dunia dengan obyek pariwisata dan keindahan panorama alamnya. Sehingga Sulawesi Utara, selalu menjadi destinasi wisata yang termasuk dalam daftar kunjungan wisatawan mancanegara.
Namun, sejak pandemi melanda negeri tercinta Indonesia, jumlah kunjungan wisata ke Sulawesi Utara menurun. Hal ini, dapat dipahami sebab memang semua negara melarang warga masyarakatnya untuk melakukan kunjungan ke luar negeri, apalagi sekedar untuk berwisata. Berikut adalah data kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulawesi Utara.
Sumber : Databoks.katadata.id
Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa pada bulan Juli 2021, kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulawesi Utara mengalami penurunan secara drastis, hanya 695 wisatawan saja. Padahal, pada bulan Juni tahun 2021, Badan Pusat Statistik mencatat, ada 2.435 wisatawan mancanegara yang berkunjung. Bila dikalkulasi secara persentase, maka kunjungan wisatawan mancanegara ini, mengalami penurunan sekitar 71,5 % dari bulan sebelumnya.
Jika dilihat perbandingan dengan tahun sebelumnya, yakni Juni 2020, terdapat tren peningkatan yang cukup signifikan, ya. Padahal, saat itu juga, pembatasan mobilitas sedang ketat-ketatnya, terkait serangan gelombang 2 covid-19 varian delta. Mungkin, karena pada saat itu tingkat kematian akibat serangan covid-19 sangat tinggi. Maka, masyarakat mancanegara membatasi diri untuk sementara menunda dulu rencana mereka untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata di Indonesia.
Legenda Tumetenden
Legenda Tumatenden atau cerita tentang asal-usul sebuah nama tempat yaitu Tumatenden. Jika di pulau Jawa, anda akan menemui kisah Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan. Legenda ini memiliki kemiripan, ya. Bedanya, jika dalam legenda Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan bidadari itu ada 7, dan yang bungsu adalah Dewi Nawang Wulan. Sedangkan dalam legenda Tumatenden, bidadari itu jumlahnya ada sembilan. Bidadari ke-sembilan adalah Lumalundung.
Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id tentang Legenda Tumetenden, yakni cerita rakyat Minahasa dari sub suku Tonsea (sekarang kabupaten Minahasa Utara). Konon, dalam bahasa Tonsea, Tumatenden artinya adalah pancuran bidadari.
Kisah ini, diawali dengan pertemuan antara Mamanua dan Lumalundung. Mamanua adalah pemilik pemandian air panas tempat mandi bagi para putri kahyangan. Nama tempat pemandian tersebut adalah Rano ni Putiin artinya, air dari burung balam. Mamanua pemilik mata air tersebut adalah seorang pemuda kaya raya dan memiliki banyak pesuruh. Dia memiliki kebiasaan untuk berburu di hutan dekat pemandian miliknya tersebut. Setiap selesai berburu, Mamanua selalu singgah di pemandian tersebut untuk mandi.
Pada suatu hari, pesuruh Mamanua melapor bahwa kondisi pemandian sangat kotor. Mendengar hal itu, Mamanua sangat marah, dan memutuskan untuk mengintip apa penyebab dari kotornya pemandian tersebut. Dia pun bersembunyi dan menunggu. Tiba-tiba terdengar suara angin ribut dari sebelah timur. Tampaklah oleh Mamanua, sekelompok burung balam berwarna putih berjumlah sembilan, lalu Mamanua melihat ke-sembilan burung balam tersebut berubah menjadi sembilan putri yang cantik dan bersayap putih. Ketika mereka asyik mandi, sayap putih tersebut ditinggalkannya di batu-batu atas pemandian.
Mamanua merasa tertarik dan jatuh cinta pada putri-putri tersebut. Lalu, ia pun memutuskan untuk mengambil salah satu sayap milik para bidadari tersebut. Semua putri merasa kaget dengan kedatangan Mamanua, mereka langsung berhamburan terbang. Kecuali, seorang putri bungsu yang bernama Lumalundung tidak dapat terbang. Karena, sayapnya hilang, dicuri oleh Mamanua. Kakak-kakaknya tidak dapat menolong Lumalundung. Lumalundung hanya bisa menangis.
Mamanua membujuk Lumalundung, agar mau menikah dan hidup bersama Mamanua. Akhirnya Mamanua dan Lumalundung hidup bahagia dan memiliki seorang anak, yang diberi nama Walang-sendow. Suatu hari, saat Lumalundung sedang menyusui Walang-sendow, tanpa diminta Mamanua mengambil kutu yang banyak terdapat pada rambut Lumalundung, dan mencabut tiga helai rambutnya. Padahal, itu adalah pantangan yang tidak boleh dilakukan. Namun, Lumalundung dilarang untuk memberitahukannya pada Mamanua. Bekas dari rambut yang tercabut tersebut mengeluarkan darah tanpa henti. Mamanua berlari keluar rumah, mencari pertolongan. Sedangkan Lumalundung mencari sayap yang disembunyikan Mamanua.
Lumalundung terbang dengan sayap bidadarinya, meninggalkan Lumalundung dan Walangsendow yang terus menangis meratapi kepergian ibunya. Mamanua sangat sedih ditinggalkan oleh Lumalundung. Akhirnya, sambil menggendong Walang-sendow ia memutuskan untuk mencari Lumalundung. Beberapa bantuan ia temukan di perjalanan, seperti pohon hitam, rotan panjang, babi hutan, ikan besar, lalu bertemu lelaki tua yang bernama Malaroya -ayahnya Lumalundung. Setelah melewati beragam ujian, akhirnya Mamanua bisa berkumpul bersama anak dan istrinya dan tinggal di kayangan.
Geografis Likupang
Terlepas dari legenda tersebut, Likupang memang memiliki pesona kawasan perairan yang sangat memukai. Beberapa pantai yang asri, dilengkapi dengan pasir putihnya yang masih alami dan belum banyak tersentuh. Topografi wilayah Likupang, sebagian besar merupakan dataran dan perbukitan, dari permukaan laut ketinggiannya sekitar 0-650 meter. Karakter topografinya datar, landai, dan bergelombang.
Secara geo-hidrologi, wilayah kabupaten Minahasa Utara memiliki beberapa daerah aliran sungai yang mengalir dari bukit, perbukitan, dan gunung. Ada 4 daerah aliran sungai yang mengelilingi kabupaten Minahasa Utara, yaitu sungai Tondano, Sawangan, Talawaan, dan Sikupang.
Berikut adalah peta Likupang ditinjau dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang akan dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah setempat dalam melakukan pemanfaatan ruang, dan acuan pelaksanaan pembangunan sektor pariwisata.
Sumber : Tataruang.atrbpn. go.id
Keunikan Likupang
Mengutip dari laman kemenparekraf.go.id diketahui bahwa saat ini Likupang berpotensi menjadi salahsatu destinasi wisata unggulan dari Indonesia kelas dunia. Tentu saja, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa Likupang pantas untuk mendapatkan predikat tersebut. Bahkan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif(Kemenparekraf/Baparekraf) telah menetapkan Likupang sebagai salahsatu dari 5 Destinasi Super Prioritas di Indonesia, bersama dengan Danau Toba, Borobudur, Mandalika, dan Labuan Bajo. Berikut adalah beberapa potensi strategis dan unik dari Likupang.
1. Perbukitan hijau yang terhampar luas, ada dua bukit yang dapat kamu kunjungi, saat berwisata ke Likupang, yaitu pertama bukit Larata yang berada di Desa Kinunang. Kedua, bukit savana Pulisan yang berada di Desa Pulisan, kecamatan Likupang Timur.
2. Pantai pasir putih yang indah, dikutip dari Kompas.com ada lima pantai yang terdapat di Likupang. Sayang banget jika dilewatkan, menemani funtime kamu bareng keluarga. Pantai-pantai tersebut adalah, pertama Pantai Paal berada di Desa Marinsow, Likupang Timur. Kedua, Pantai Pulisan berada di Desa Pulisan, Likupang Timur. Ketiga, Pulau Lihaga, meski tidak berpenghuni, namun ada beberapa fasilitas yang dapat kamu gunakan, seperti kamar mandi dan tempat duduk. Keempat, Pulau Gangga Kelima, Pantai Talise di desa Talise,
3. Bawah laut yang masih terjaga, terumbu karang dan biota laut lainnya yang masih alami dan belum terjamah. Hal ini, terbukti dengan ditemukannya spesies langka, yaitu penyu hijau pada tahun 2007.
4. Kuliner menggugah selera, ada beberapa kuliner yang layak dicoba seperti lalampa, milu siram, sup jagung yang dibuat dengan ikan dan udang, cakalang pupu, pisang goroho goreng sambal loa, serta binta biluhuta. Dari namanya saja sudah membuat penasaran, ya.
5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), secara geo-ekonomi, Likupang memiliki beberapa keunggulan, seperti dilansir dari kek.go.id pertama, dekat dengan bandara internasional Sam Ratulangi dan pelabuhan Bitung. Kedua, sektor pariwisata dengan tema resort, dan wisata budaya (cultural tourism), ketiga, memiliki kawasan pantai dan Wallace Conservation Center.
6. Kearifan lokal eko-wisata Bahoi dan kesenian tari tradisional Sangihe sebagai salahsatu kesenian tradisional yang dapat ditampilkan dalam acara-acara tradisional, dan disuguhkan kepada para wisatawan yang datang.
Kebijakan Kemenparekraf pada Likupang
Dikutip dari kotakreatif.kemenparekraf.go.id pada tahun 2021 pemerintah telah menerbitkan masterplan kawasan ekonomi khusus (KEK) Likupang dan telah tertuang dalam RTRW provinsi Sulawesi Utara tahun 2014-2034. Dalam hal ini, pemerintah berupaya menggenjot sektor pariwisata dengan mengoptimalkan 5 destinasi super prioritas sebagai target dalam memulihkan kondisi pariwisata Indonesia pasca pandemi.
Ada 3 langkah yang harus dilakukan sebagai program keberlanjutan, agar tempat wisata tetap terjaga dan tidak menurun kualitas alaminya.
1. Pelestarian lingkungan harus tetap dijaga, termasuk keberlangsungan hidup biota laut, seperti terumbu karang, penyu hijau dan lain-lain.
2. Pengendalian sampah, berupa pengolahan kembali sampah-sampah plastik dengan prinsif 3R, reuse, reduce dan recycle.
3. Penguatan sektor informal, seperti buruh, para pedagang kaki lima, pengrajin hasta karya, nelayan, petani dan sebagainya harus diraih, demi terciptanya sektor wisata yang berkelanjutan.
Likupang, surga yang masih perawan
Sebagai strategi memulihkan sektor pariwisata pasca digempur pandemi, semoga saja Likupang dapat menjadi oase yang menyejukkan bagi dunia pariwisata kita. Menurut saya, Likupang adalah surga dengan kemolekan alam yang masih perawan. Sebagai masyarakat, sebelum berkunjung ke negara lain, kunjungilah dahulu obyek wisata di negara sendiri, apalagi di masa pandemi, Indonesia aja dulu lah, ya. (*)
#Wonderful Indonesia
#DSP Likupang
#North-Sulawesi
#Di Indonesia Aja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H