Lihat ke Halaman Asli

Isur Suryati

TERVERIFIKASI

Menulis adalah mental healing terbaik

Jika Saya Punya Mobil Mewah, Ikut Konvoi atau Tidak

Diperbarui: 28 Januari 2022   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi konvoi mobil mewah |Sumber: megapolitan.kompas.com

Selamat malam, Kompasianer tercinta. Mari kita nikmati udara malam yang berbisik lirih. Desau daun di pekarangan, hantarkan aroma sunyi senyap. Di dapur terdengar riuh suara wajan beradu dengan serokan. Rupanya Si Sulung sedang sibuk memasak mie kuah pedas dengan beberapa biji cabai rawit dan sekepal sosin tanpa dicincang, kesukaan bapaknya.

Saya, malam ini hanya ingin menghayal saja. Bagaimana jika saya memiliki mobil mewah? Itu adalah hayalan saya yang pertama. Kedua, apakah jika saya memiliki mobil mewah dan memiliki grup sosialita terkait kepemilikan mobil mewah tersebut, apakah saya juga akan ikut konvoi?


Nah, mari kita mulai petualangan imaji tersebut.


Pada tahun 2045, saya memasuki masa pensiun. Kebijakan pemerintah terkait dana pensiun yang menyebutkan bahwa pensiunan PNS akan mendapat tunjangan satu miliar kini terealisasi dengan baik dan lancar. 

Padahal, saat kemunculannya pertama kali, pada tahun 2021, kebijakan tentang skema dana pensiun ini menjadi polemik yang berkelindan rumit. Pro dan kontra tidak menemui jalan penyelesaian. Hal itu terjadi karena, PNS merasa takut akan masa depan di hari tuanya, jika dana pensiun dibayarkan sekaligus.

 Namun, saat saya pensiun. Semua setuju dan aman-aman saja kok. Bahkan hari ini saya sedang menulis rencana-rencana terkait penggunaan dana 1 milliar tersebut.


Si sulung yang hobi sepak bola mengatakan, "Ma, mending kita gunakan uang itu sebagian untuk jalan-jalan ke luar negeri, sambil nonton piala dunia di Uruguay. Kan, Argentina-Uruguay sebagai tuan rumah bersama piala dunia 2045. Nanti, mama di sana bisa beli makanan khas Uruguay yaitu Aaroz con Ieche."  Saya memandang si sulung dengan heran, sambil bertanya, "Makanan apaan tuh?" si sulung terkekeh, "Itu lho, Ma ... kalo di Indonesia sama dengan bubur ayam." Ish, kamu ada saja lelucon-nya. Saya menggeplak punggungnya dengan lembut.


Semua anggota keluarga, termasuk 2 cucu dari anak pertama, 3 cucu dari anak kedua, dan 2 cucu dari si bungsu ikut menyumbangkan ide. Giliran suami tercinta yang mengutarakan pendapatnya, "Kita beli tanah saja, Ma. Posisinya di pinggir jalan desa, biar harganya agak miring, tapi posisinya harus strategis. Lalu kita bangun tuh rumah toko. Lima atau enam pintu saja untuk tahap promosi. Menurut Papa, sih gak bakal habis 500 juta. Masih ada sisa tuh, 500 juta lagi." Saya hanya mengangguk. Bagus dan visioner juga idenya.


Tapi, entah mengapa saya tergoda untuk membeli 'mobil mewah'. Tidak apa-apa lah yang paling murah pun, asal masuk kategori mobil mewah. Saya sudah bahagia. Mungkin Mercedes Benz GLC-Class 2021, menurut kabar harganya Rp. 1,02 milyar. Semua keluarga hanya terdiam membisu, ketika saya utarakan hal tersebut. tidak ada satu orang pun yang mampu menghalangi. Termasuk suami. Padahal, di hari-hari sebelumnya, dia itu getol banget menghalangi semua cita-cita dan keinginan saya. Namun, hari itu. Dia hanya mengangguk lemah, "Iya deh, terserah Mama saja, yang penting Mama bahagia." Ucapnya.


Fiks, keesokan harinya mobil mewah tersebut sudah terparkir dengan elegan di depan rumah. Semua tetangga berdecak kagum, mereka bertanya, "Mobil mewah punya siapa, Bu?" Saya jawab dengan lugas dan penuh kebanggaan. "Mobil saya, dong."  Jawaban saya tersebut membuat mulut mereka diam seribu bahasa. Hanya lirikan matanya saja yang berbicara penuh sejuta makna. Lalu tiba-tiba sebuah kalimat tak enak masuk tanpa ijin ke telinga saya, "Sudah tua, bukannya insyaf, malah gaya-gayaan beli mobil mewah."


Masuk grup sosialita


Setelah memiliki mobil mewah, cakupan sosial saya berubah. Perlahan sih, namun terasa sekali. Mula-mula ada grup whatssapp Sumedang Gazeless. Admin grupnya adalah istri bos perusahaan 'Tahu Sumedang'. Ada 15 anggota yang tergabung dalam grup supercars khusus wanita ini. 

Mereka adalah wanita-wanita kaya dari berbagai latar belakang kehidupan, seperti eksekutif muda, bos sebuah perusahaan, dan para ibu rumah tangga dari suami kaya raya. Saya adalah satu-satunya anggota yang berasal dari pensiunan guru. Hihi. Guru juga bisa, ya memiliki mobil mewah. Dilarang overthinking.


Pertama kali bergabung sebagai anggota Sumedang Gazeless. Masyarakat memberi label buruk pada komunitas kami. Mereka menganggap grup sosialita supercars ini membawa pengaruh buruk kepada orang lain. 

Namun, akhirnya sedikit demi sedikit karena melihat kegiatan sosial yang kami adakan seperti reboisasi hutan gundul, santunan terhadap anak yatim dan fakir miskin, menggalang dana untuk korban bencana alam, dan gotong royong membersihkan drainase yang mampet. 

Perlahan tapi pasti, Sumedang Gazeless mendapatkan simpati masyarakat. Saat itu, kami belum berani melakukan konvoi. Ketua grup yang juga istri bos perusahaan tahu Sumedang mengatakan, "Kita harus banyak berempati, saudara kita di kampung Ciherang baru saja terkena musibah. Apa kata dunia, kalau kita terlihat konvoi menggunakan mobil mewah."


Konvoi mobil mewah dilarang

Mengapa saya dan anggota grup mobil Sumedang Gazeless tidak atau belum pernah melakukan konvoi karena ada larangan dari pihak kepolisian. Bahwa melakukan konvoi untuk jenis mobil apapun. Baik truk, tronton, moge, dan mobil mewah dilarang. Ada beberapa alasan mengapa konvoi dilarang. Berikut saya rangkumkan untuk Kompasianer tercinta :


1.Konvoi akan menyebabkan kemacetan. Konvoi itu dilakukan oleh kendaraan apa pun. Baik mobil biasa, angkutan, roda dua, roda delapan. Maupun mobil mewah sekalipun. Jelas akan menimbulkan kemacetan. Apalagi bila peserta konvoi berhenti di tengah jalan untuk sekedar buang air kecil, mengambil rekaman untuk konten, dan kehabisan bensin misalnya. 

Semua hal tersebut adalah dampak yang sudah diperhitungkan oleh polisi lalu lintas. Oleh karena itu, di jalan raya kita akan melihat rambu lalu lintas yang berbunyi, 'Dilarang Konvoi'.

2.Mengganggu pengguna jalan yang lain. Jelas sekali jika kita berhenti di tengah antrian konvoi, maka apa yang kita lakukan, secara otomatis akan mengganggu kenyamanan pengguna jalan yang lain. Apalagi jika kita berada di barisan konvoi mobil mewah, maka masyarakat akan mencibir, "Puih, mentang-mentang punya mobil mewah, berhenti sembarangan, gak tahu gitu orang lagi kebelet pipis." Nah, oleh karena itu, jangan konvoi, ya Guys.

3.Menimbulkan kecemburuan sosial diantara masyarakat. Jika anda konvoi di jalan raya. Lalu berhenti di tengah jalan dengan berbagai alasan. Anda diberhentikan polisi dan diberi peringatan. Namun, tidak dikenakan sanksi tilang. "Apa yang dikatakan dunia pada anda?" Tentu saja, komentar julid kan. 

Semua netizen akan berkomentar buruk tentang anda. Mengatakan bahwa anda mentang-mentang memiliki mobil mewah, jadi polisi membiarkan anda bebas. Padahal, kita kan tidak tahu dengan pasti, ya alasan bapak polisi tidak memberikan sanksi tilang pada pelanggaran tersebut. Mungkin, karena kooperatif, tatakrama dan etika yang baik saat berbicara dengan polisi, dan beberapa alasan lainnya yang dapat membebaskan anggota konvoi tersebut dari proses tilang.

Saya ikut konvoi mobil mewah bersama Sumedang Gazeless


Sejak muda, saya merasa kurang melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. Umpama, berkuda, pencak silat, naik flying fox, berselancar, balapan mobil, dan hal-hal lain yang agak menguji adrenalin. Nah, mumpung saat ini saya memiliki mobil mewah. 

Lalu admin grup Sumedang Gazeless mengatakan, "Hari ini kita konvoi Merc-Benz mengelilingi jalan tol Cisumdawu, ya Guys. Jaga kesehatan dan hati-hati di jalan. Konvoi yang kita lakukan tidak mendapat pengawalan dari polisi. Jadi, keep calm, ya Girls. Di pertemuan tol Tanjungsari, kita berhenti sejenak untuk ambil video buat filmisasi grup supercars kita." Begitu bunyi cuitan admin di grup whatssapp Sumedang Gazeless. Komentar penuh semangat dan tanda persetujuan, riuh mengisi beranda telepon seluler. Dasar emak-emak gaze. Hihi.

Ternyata, kejadian pada tahun 2022 di tol Andara, juga dialami oleh grup super cars kita. Kami diberhentikan oleh polisi. Ditanya mengapa berhenti di tengah jalan tol. Ibu admin dengan lugas, cekatan, hangat dan lemah lembut menjelaskan. Bapak polisi tampak mengangguk-angguk sebagai pertanda merasa puas dengan jawaban Ibu ketua. Kita pun hanya diberikan teguran tanpa tilang.

Namun, apa dikata. Netizen di beranda media sosial menghujat habis-habisan kepada kami dan bapak polisi. Saya yang sudah berumur tua, namun aktif di media sosial, merasa pusying dengan segala pemberitaan di televisi, surat kabar, dan media massa internet. 

Akhirnya, saya ngedrop, tekanan darah menurun. Antara sadar dan tidak, saya dengar Si Sulung berkata, "Ma, bangun! Sebentar lagi adzan Maghrib." Ya Illahi ternyata saya bermimpi, Guys. Komputer sudah lama padam. Tulisan saya, menghilang entah ke mana. Nasib ya nasib, menghayal kok kejauhan, ya. Hihi. (*)

#Konvoi Mobil Mewah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline