Oleh-oleh khas buat Ibu
Minggu pagi, matahari bulan Januari bersinar cerah. Ada whatsapp dari Ibu di kampung tercinta. "Nak, pulang gak, hari ini. Ada yang harus ditandatangan berkas pengajuan sertifikat tanah." Secepatnya saya balas whatssapp ibu, agar beliau tidak menunggu-nunggu jawaban.
Karena, biasanya kalau saya akan pulang, ibu akan bersiap-siap. Beliau akan menelpon tukang giling padi, untuk mengambil sekarung padi untuk digiling, memetik cabai di kebun dekat rumah, memasak menu kesukaan anak-anak saya. Itu beliau lakukan dengan senang hati. Tanpa kami meminta. Bahkan bila saya berkata, "Bu, jangan repot-repot, ibu diam saja. Nanti aku saja yang masak." Beliau selalu menjawab dengan nada riang. "Ibu senang kok melakukannya."
Sebelum berangkat ke rumah ibu di Jingkang - Tanjungmedar, saya minta pada suami untuk membeli kue balok dulu di Cisarua - Sumedang. Kue balok legendaris yang rasanya enak, bercita rasa alami, selalu hangat, dan disukai generasi jaman sekarang alias generasi alpha. Yang terakhir adalah testimoni dari ketiga anak saya yang berusia belia. Anak sulung berusia 14 tahun, tengah 8 tahun, dan bungsu 3 tahun. "Enak ya, Ma! Bentuknya jadul, tapi rasanya mantul. Aa habis tiga kerat, lho!"
Menuju ke sana, kami menyusuri perumahan penduduk. Rumah-rumah megah dengan konstruksi bangunan ala perumahan elit di Jakarta. Pertama kali ke sini, saya merasa terheran-heran. "Berada di pinggiran kota Sumedang, tapi rumahnya mewah-mewah."
Suami menjelaskan, "Orang Cisarua itu seperti orang Kuningan, penduduknya banyak yang mencari nafkah di Jakarta, Ma!"
"Kerja apa di Jakarta, sampai dapat membuat rumah mewah seperti ini?" Saya bertanya penasaran. "Ya, jualan indo mie dan jualan kue balok, khas daerah Cisarua."
Dalam perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang menyedapkan mata. Jalan yang berliku dan berbelok-belok menjadi tantangan tersendiri. Kondisi jalan lumayan mulus dan sepi pengendara.
Tiba di lokasi penjual kue balok. Saya turun di depan tokonya. Suami memarkir dulu kendaraan ke tempat yang agak lapang. Sebagai informasi, lokasi toko kue balok ini, berada di pinggir jalan desa. Namun kondisinya sempit dan tidak ada tempat parkir mobil. Jadi, ya harus melipir dulu.
Saya memesan tiga boks. Untuk dimakan kami sekeluarga. Oleh-oleh untuk ibu, dan kakak. Masing-masing satu bungkus. Harga satu boks kecil Rp. 17.000. Boks besar seharga Rp. 20.000. Saya menunggu lumayan lama.
Lantaran waktu masih pagi, jadi penjual masih dalam tahap persiapan. Membersihkan tempat, menyalakan kompor yang berjejer berjumlah 4 buah kompor isi dua. Jadi kompor jumlahnya ada 8 lubang. Di atasnya terpasang 8 cetakan.
Bolu padat
Kue balok adalah bolu padat yang terbuat dari bahan baku tepung terigu, vanili, telur, susu kental manis, soda kue, margarine, dan gula pasir. Jajanan khas Bandung ini sering dijadikan makanan kudapan di sore hari untuk teman minum teh. Sebenarnya, ada beberapa kue yang bentuk, bahan, dan rasanya mirip kue balok. Penganan apa sajakah itu. Berikut saya rangkum dari berbagai sumber.
Pertama, kue pancong. Ukuran kue pancong lebih kecil dari pada kue balok, bahan yang digunakan pun agak berbeda. Kue pancong menggunakan tepung beras, santan, dan kelapa parut. Setelah matang, kue pancong dikonsumsi dengan cara dicocolkan pada taburan gula pasir atau parutan kelapa.
Kedua, kue rangi, bentuknya merupakan perpaduan antara kue balok dan kue pancong. Kue rangi terbuat dari tepung kanji dan kelapa parut. Cara mengkonsumsi kue rangi adalah dengan cara disiram dengan pasta gula merah dengan irisan nangka, durian, dan nanas.
Ketiga, kue sagu gula ambon. Bentuk dan ukuran persis sama dengan kue balok. Kue sagu gula ambon terbuat dari tepung sagu dan gula ambon. Cara mengkonsumsi kue sagu gula ambon, sama dengan kue rangi.
Keempat, kue pukis. Bentuk dan ukurannya sama dan mirip sekali dengan kue balok. Satu hal yang membedakan kue pukis dan kue balok adalah pada salah satu bahan adonanya yaitu santan. Kue pukis dikonsumsi dengan topping pelengkap seperti meises, coklat, dan keju.
Kue Balok Legendaris
Kue balok saya sebut sebagai penganan legendaris. Ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya.
Pertama, eksistensinya dalam khazanah perkulineran di nusantara. Kue balok merupakan kue khas dari Jawa Barat. Konon, kue ini merupakan penganan warisan Belanda di Tanah Pasundan. Jadi, sudah ada sejak jaman kolonial, ya.
Menurut sejarahnya, kue balok mulai dikenal pada tahun 1950-an.Sebagai kudapan orang Belanda, teman minum teh di sore hari. Lalu, bolu padat ini bertransformasi menjadi jajanan khas orang Bandung. Kue balok juga kadang dimakan sebagai pengganti sarapan.
Menurut salah seorang konsumen kue balok yang saya temui. Profesi beliau sebagai tukang becak. Pak Amat namanya. Beliau mengatakan bahwa, sarapan dengan kue bertekstur padat ini membuat perut terasa kenyang lebih lama. Oleh karena itu, Pak Amat terbiasa sarapan kue balok sebelum bekerja. Bahkan, ada penelitian menunjukkan bahwa orang Bandung lebih suka makan kue balok dibandingkan roti.
Kedua, Kue balok dibuat dengan racikan resep turun-menurun. Resep yang berasal dari warisan Belanda dipadukan dengan cara-cara masak tradisional. Semua bahan-bahan diaduk secara manual dengan tangan, sehingga menghasilkan adonan yang kental. Setelah itu, dicetak dengan cetakan khusus dari kayu, dipanaskan diatas tungku api dengan bahan bakar arang kayu.
Oleh sebab itu, kue ini memiliki cita rasa yang khas. Dimana rasa tersebut agak susah dijumpai selain di gerai yang bersangkutan. Kue balok rasanya nempel di hati, itu menurut saya. Tidak menimbulkan ketagihan, tetapi entah mengapa. Ada perasaan ingin memakannya lagi, lagi, dan lagi. Berasa seperti menikmati nostalgia.
Tidak seperti bolu-bolu kekinian yang 'boros' bahan dan topping. Penampilan kue balok tampak sederhana dan sangat natural. Rasa yang ditawarkan juga tidak 'wah' atau membuat enek. Rasanya sederhana, perpaduan sensasi yang tepat. Manis dan legitnya pas. Apalagi dimakan di waktu hangat. Hemmmh yummy.
Ketiga, cocok dijadikan sebagai oleh-oleh khas dari Jawa Barat. Penampilannya yang sederhana dengan perpaduan bahan-bahan alami yang sederhana pula. Ternyata mampu meningkatkan pamor kue balok. Semula hanya sebagai kudapan di sore hari, menjadi menu sarapan yang mengenyangkan, dan kini cocok dijadikan sebagai buah tangan.
Saya juga lebih suka membeli kue balok sebagai oleh-oleh bagi orang tua dan saudara. Karena, ketika kita makan bersama bolu padat ini bersama sanak keluarga. Rasa persaudaraan terasa hangat dan akrab.
Ibu saya sangat suka sekali kue ini. Senyumnya terlihat sumringah. Saat saya menyimpan dua kotak kue balok diatas meja. Beliau akan berkata, "Nah, ini kue kesukaan Emak."
Disukai semua generasi
Eksistensi kue balok dalam kehidupan generasi emak dan bapak saya. Sudah tidak diragukan lagi. Untuk generasi kelahiran tahun 1960-an popularitas dan cita rasa bolu padat ini sudah tidak diragukan lagi. Begitu juga dalam generasi milenial seperti saya dan suami yang lahir di tahun 1970-1980-an. Kami semua menyukai cita rasa dan tekstur kue balok yang padat, manisnya pas, dan mengenyangkan.
Nah, untuk generasi alpha yang lahir di tahun 2000-an hingga 2022 sekarang ini. Kini telah hadir kue balok yang tampil dengan formula baru dan kekinian.
Kue balok 'kekinian' diolah dengan cara modern. Menggunakan mesin pengaduk adonan kue dan oven panggang berteknologi canggih. Aneka varian rasa ditawarkan. Mulai dari green tea, keju, oreo, kismis, red velvet, kacang, pandan, dan yang paling populer kue balok brownies. Sehingga generasi jaman now tidak usah khawatir. Lidah kalian juga akan dapat menikmati dan cocok dengan bolu padat legendaris ini. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H