Lihat ke Halaman Asli

Isur Suryati

TERVERIFIKASI

Menulis adalah mental healing terbaik

Semangkuk Sup dan Cerita Pagi Hari

Diperbarui: 9 Januari 2022   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semangkuk sup | tribunnews.com

I

Kala pagi membuka mata, uapkan seni di kisah paling belakang

Pijar sang mentari mengintip di balik jendela kamar

Ku tatap kabut dan senyum bidadari cantik-ku

Dia mengigau di balik lelapnya, "Sup ayam!"

Inspirasi tiba-tiba saja berkeriap dalam otak betina-ku


II

"Bang, ayamnya dua puluh ribu saja, dipotong buat sup."

Suaraku menggelegar kalahkan bising mobil tetangga sebelah

seledri, bawang daun, lada, wortel parade goyang dalam kepala

Pagi berlari mengejar bayang-bayang sang surya dalam tiang jemuran

Semangatku membuat sup bagai pejuang kalahkan musuh


III

Warna biru dari api kompor membakar wajan

Didihkan air tumisan bawang merah, bawang putih, dan lada

Aromanya koyakkan lapar mengawan ke langit lepas

Tiba-tiba saja ketukkan di pintu depan pudarkan fokus-ku

Tergesa ku temui tetamu, dan sedikit basa-basi hiasi pagi


IV

Sepeminuman teh berlalu

Tanganku tergesa gailkan air sup di wajan tampak mendedah

"Tinggal masukkan potongan ayam, bumbu dan seledri." gumamku.

Lewat kerlingan mata, ku lihat beberapa kucing pesta pora

Sekantung daging ayam itu, oh Tuhan, habis tak bersisa


V

Sup hangat itu tetap terhidang, tentu saja tanpa potongan ayam

Anakku bertanya, "Ayamnya mana, Ma?" tatap matanya bening dan polos

Mengiris rasa bersalah dalam lapisan terdalam di hatiku

Dia menggantang kesal, tangannya terlipat di dada

Sup ayam pagi ini hadirkan kecewa mendalam di hatinya


VI

Pagi telah pulang, senja merayap di batang bambu depan rumah

Hatiku masih saja meratap, pada sup ayam yang gagal terhidang

Mencari-cari apa yang salah, kucingkah? atau tetamukah?

Tidak etis rasanya, nalar suciku tidak mengijinkannya

Jadi, aku lah yang bersalah?


VII

Ya, Rabb penguasa semesta alam, terima maafku

Hatiku merintih perih, apa dayaku hanyalah insan alpa

Niat hati ingin membuat anak bahagia, malah membuatnya lebih kesal

Di penghujung malam, aku tiba pada puncak kesadaran

Bahwa manusia hanya dapat berencana, Tuhan jua yang berkuasa mengabulkan


Sumedang, Di ujung lelah Januari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline