Lihat ke Halaman Asli

Isur Suryati

TERVERIFIKASI

Menulis adalah mental healing terbaik

'Menyudahi 2021' Surat untuk Mbak Fatmi Sunarya

Diperbarui: 2 Januari 2022   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbak Fatmi Sunarya |Dok.Pribadi

                                                                                                                                                                                                                                Sumedang, 2 Januari 2022

Tersampaikan kepada

Mbak Fatmi Sunarya

Di

Kompasiana.com

Assalamu alaikum, wr.wb.

Selamat malam. Salam hormat sebagai pembuka perkenalan. Maaf bila saya lancang menulis surat ini. Tidak ada maksud untuk mengganggu kenyamanan. Semata-mata hanya hendak berkenalan saja. 

Mbak Fatmi Sunarya adalah guru saya dalam menulis puisi. Dua puisi yang saya tulis berjudul 'Lakon Ibu yang Selalu Bahagia' dan 'Balada Ibu yang Menjahit Luka' masuk kategori pilihan. Saya, senang campur kaget. Saya tidak menyangka saja. Dua puisi tersebut akan mendapat kartu biru bertulis 'PILIHAN'. 

Oleh karena itu surat ini saya tujukan secara khusus kepada Mbak Fatmi Sunarya. Apa kabar Mbak Fatmi sekeluarga? Semoga kesehatan, kebahagiaan, keberlimpahan rejeki, kesuksesan,  dan keberkahan selalu menyertai kehidupan Mbak Fatmi dan keluarga. Aamiin yra.

Saat surat ini ditulis. Langit malam terlihat terang. Jangkrik bernyanyi diiringi tabuhan angin. Suara petasan yang riang, nyaring, lindap, dan tertahan berbunyi satu-persatu seperti menunggu giliran. 

Sayup-sayup tetangga di pinggir rumah. riuh-rendah diselingi canda. Ya, mereka sedang kumpul keluarga. Di lingkungan tempat saya tinggal. Ada beberapa rumah adalah milik halak hita (orang Batak). Tiap pergantian tahun, suku bangsa yang terkenal dengan profesi pengacaranya ini,  memiliki tradisi unik untuk merayakannya. Mereka menyebutnya Mandok Hatta. 

Ada juga suara motor dan mobil lalu-lalang. Pulang-pergi jalan-jalan menikmati malam. Walau hanya belanja ke Alfamart/Indomart yang lokasinya berada di dekat perumahan. 

 Bapak-bapak di RT 04 sedang karaokean. Suaranya bagus. Lumayan merdu dan enak didengar. Di RT 02 Ibu-ibu sibuk memasak. "Ngaliwet" adalah tradisi unik ala orang Sunda dalam merayakan malam pergantian tahun. Aroma sambal terasi, goreng ikan asin, dan tumis jengkol meng-awan ke langit lepas. 

Kemudian suara-suara itu bergabung membentuk konser alam. Menghasilkan simfoni yang teramat indah. Menjadi  backsound bagi lahirnya surat ini. Sebagai perwakilan diri dari saya nun jauh di Sumedang. 

Perumahan tempat saya tinggal, terdiri dari masyarakat yang heterogen. Jadi, ada beberapa tradisi unik yang tampak. Namun, bukan itu hal utama yang ingin saya utarakan melalui surat ini. 

Ada beberapa alasan kenapa saya memilih Mbak Fatmi Sunarya sebagai teman berkirim surat. 

Pertama, Mbak Fatmi Sunarya adalah perempuan pekerja atau wanita karier sama dengan saya. Oleh karena itu, saya merasa bahwa ada kesamaan antara saya dengan Mbak Fatmi Sunarya. 

Karena, saya merasakan betul. Bagaimana tantangan-tantangan yang dihadapi oleh perempuan yang bekerja di ranah publik. Saya mengetahui tentang hal ini, bahwa Mbak Fatmi adalah perempuan pekerja. Dari artikel Mbak Fatmi yang berjudul 'Rapor Menulis di Kompasiana untuk Saya sebagai Perempuan Pekerja'. 

Kedua, Mbak Fatmi Sunarya suka menulis puisi. Saya ingin belajar menulis puisi. Jadi klop kan? Saya mengetahui tentang hal itu. Karena saya melihat mayoritas konten Mbak Fatmi adalah puisi. Mbak Fatmi juga menulis di Profilnya 'Bukan Pujangga'. Bagi saya, kata-kata 'Bukan Pujangga' itu artinya adalah Mbak Fatmi adalah pujangga, karena beliau suka menulis puisi. 

Ada beberapa puisi yang sudah saya baca. Seperti 'Jangan Mengutuk Hujan', 'Menggantang Sepi Kepada Tuhan', 'Mengantarmu Pulang', dan beberapa puisi lainnya yang tidak akan saya tulis di sini. 

Ketiga, sebenarnya ini adalah alasan yang pertama. Karena, saya mengenal Mbak Fatmi Sunarya, dari hal ini.  Dalam beberapa konten debutan saya sebagai pemula. Ada notifikasi gambar lonceng. Pada bagian atas lonceng ada tulisan berwarna merah berisi jumlah angka. Jika diklik akan muncul keterangan.

Saya melihat ada nama 'Fatmi Sunarya memberi rating pada Lakon Ibu yang Selalu Bahagia' ada beberapa lagi notifikasi dari Mbak Fatmi. 

Setelah mengetahui profil Mbak Fatmi dari notifikasi itu, saya banyak belajar menulis puisi dari Mbak Fatmi. 

Dengan cara membaca puisi-puisi beliau. Kemudian saya coba aplikasikan dalam tulisan saya. Dilihat dari foto profilnya. Saya melihat Mbak Fatmi adalah orang yang lincah, luwes, dan gesit. Benar ya, Mbak? 

Dalam surat ini, saya ingin berbagi asa dan harapan tentang 'Menyudahi 2021'. Dalam puisi ini Mbak Fatmi Sunarya menulis :

Bait I

Desember menutup tahun
Tahun 2021 berhembus berlalu pergi
Pergi meninggalkan kenangan bergerigi
Bergerigi menempa diri walau kadang jatuh bangun

*

Tahun 2021 telah berlalu. Pulang ke dalam kubangan masa. Menyatu dengan atmosfer di langit sana. Entah masuk ke lorong waktu yang mana. Kita tidak pernah tahu. Karena, sejatinya waktu adalah satu-satunya hal yang tidak dapat diulang. Bahkan walau hanya sedetik. Ketika waktu pergi, maka jangan harap dia akan kembali. Dalam hal ini, kita dapat melihat satu surat dalam Al-Qur'an. Yakni Al-Ashr. Makna dari surat ini adalah :

Kehidupan di dunia ini, memiliki waktu yang singkat. Oleh karena itu, manusia harus menggunakan dan memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya. Beriman dan saling menasihati dalam kebaikan. Karena, kalau kita tidak melakukan dua hal tersebut. Maka, selamanya kita akan merugi.

Tahun 2021 telah pergi. Meninggalkan kenangan, asa, dan perjuangan. Menempa diri menjadi lebih kuat, mengajarkan cara bertahan dalam masalah yang menghimpit, dan memandu ketika lelah dan ingin menyerah datang menghampiri.

Bait II

365 hari yang harus berucap syukur
Syukur akan anugerah Ilahi yang masih mengasihi
Mengasihi berlimpah rahmat serta cobaan menguji
Menguji berapa kuat bertahan dalam bertafakur

**

Mbak Fatmi Sunarya adalah tipikal perempuan yang selalu bersyukur. Dalam 365 hari yang dilaluinya. Dia isi dengan dua hal bermakna. Yakni bersyukur dan bertafakur. Syukur atas anugrah Illahi. Karena Dia masih melimpahkan kasih dan sayang-Nya. Meliputi rezeki, kesempatan, kesehatan, bahkan helaan udara yang setiap detik kita hirup. Itu menunjukkan, betapa Maha Mengasihinya Illahi. Tafakur, berfikir berkontemplasi. Menyelam ke kedalaman jiwa. Tentang siapa kita sebenarnya. Mengapa kita ada. Tujuan kita diciptakan. Semua hal itu adalah asas dari tafakur. 

Bait III
Menyudahi 2021, meninggalkan jejak yang tak bisa diulang menapak
Menapak kembali menuju tahun baru penuh asa
Asa akan pelangi indah merona
Merona mengiringi derap langkah maju bergerak

***

Meninggalkan tahun 2021 menurut Mbak Fatmi adalah meninggalkan jejak yang tidak dapat diulang. Namun bekasnya akan tetap ada. Menjadi bukti bahwa kita pernah berkarya dan berkreasi. Sesederhana apapun bentuk dan jenis dari karya yang tercipta itu. Karya sebagai ibu rumah tangga, karya sebagai wanita bekerja, dan karya kita sebagai perempuan yang termaktub dalam tulisan. Itulah jejak yang meninggalkan bekas. 

 Ada dua asa yang tersirat dari puisi ini sebagai resolusi tahun 2022.

Pertama, asa akan pelangi indah merona. Artinya, setelah menempuh berbagai cobaan, masalah, dan tangisan. Kita berharap akan ada bahagia, tawa, penghargaan, dan kesuksesan tercipta. Sebagai buah dari perjuangan. 

Kedua, mengiringi derap langkah maju bergerak. Di tahun 2022 yang akan kita jelang. Berbagai impian, harapan, target, dan cita-cita. Tentu saja akan mengisi daptar catatan panjang goals kita. Dari mulai body goals, study goals, write goals, money goals, dan masih banyak goals-goals lainnya. Nah, untuk semua tujuan besar itu. Kita harus senantiasa bergerak maju dengan langkah yang berderap. Maksud dari berderap adalah penuh semangat. Jadikan 2022 sebagai awal yang baru. Titik permulaan kita kembali melecut diri untuk tumbuh dan berkembang lebih baik.

Mimpi, asa, dan harapan yang sama

Saya menulis surat ini berawal dari kesamaan-kesamaan. Ternyata, akhirnya juga ada kesamaan. Meski sejujurnya saya sadar, mungkin hanya saya saja yang merasa bahwa kita sama. Hihi. Membaca puisi 'Menyudahi 2021' saya seperti membaca diri sendiri. Di tahun 2021 ini, awal saya gabung dengan kompasiana. Entah, mungkin jalan Illahi. Saya juga tidak tahu. Bagaimana semuanya berawal. Tiba-tiba saja saya sudah login di kompasiana. Harus saya akui, kini virus menulis menulari diri. Setiap hari saya seperti keranjingan. Menulis, menulis, dan menulis lagi. 

Mungkin di dalam surat ini, cukup sekian. Walau kata masih berkeriap dalam otak. Namun, mata sudah tidak kuat menahan kantuk. Akhirnya, saya tutup dengan akhirul kalam. Assalamu alaikum, wr.wb.


Januari, ku ucap selamat datang

Datanglah bersama cita seterang Surya

Surya dalam jiwa yang selalu bahagia

Bahagia memiliki mimpi, asa, dan harapan 


#Surat Untuk Sahabat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline