I
Dalam waktu sepeminuman teh
Suar dari tungku membumbung
Kujilat sesak yang tiba-tiba hadir
Isi relung kosong dalam cangkirku
Tak ada luka dalam file kenangan
Yang ku rekam tanpa jelak
Bergedik angin hempaskan aroma bunga
Kala Ibu usap punggung anaknya
Kata-kata sudah pulang
Yang tertinggal hanya tanda baca
Ibu tidak bisa lagi mengambil benang
Sudah tandas dibopong Sang pemberi luka
II
Hati sobek itu tidak sakit lagi
Ada benang putih yang tersulam dalam perih
Torehan luka itu tak lagi berarti
Selalu ada jarum untuk penawarnya
Air mata dalam telaga masih penuh
Walau bulan mulai pasi dan keriput
Tangan-tangan diksi lepaskan tanda seru
Menyuruh Ibu menjahit sekali lagi
Apakah matahari akan terbenam?
Didekap pelukan malam yang merah
Kau bilang luka itu kini bernanah
Lantaran Ibu menjahit tanpa betadine
III
Hati langit sudah kebas
Darah kering kini pucat
Obat itu bernama waktu
Luka lama kini sisakan parut
Bulan tidur dalam luka baru
Balutan perban sisakan sesal
Ibu membakar senyum di tungku
Teh aroma melati diseduh lagi
IV
Senja bertamu mengirim benang
Kali ini jarum marah ucapkan lelah
Dia lukai pamidangan yang terisak
Ibu hanya bisa mengusap dada
Maap, Nak! kali ini Ibu tak lagi bisa menjahit
Coretan takdir bukanlah luka
Bahagia-mu adalah tangis-mu
Kata-kata menjemput tanda baca
Aku kini berdiri diatas luka-ku
Jarum motivasi ku tancapkan dengan yakin
Ya, aku kini Ibu yang menjahit luka
Memori lalu dan luka anak-anakku
Sumedang, Ujung Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H