"Saya ingin Nyaleg, Ki! Mohon bantuannya. "
" Ki, apa saya bisa menjadi menteri, menggantikan menteri yang tersandung kasus, dan menjadi tersangka, itu Ki? "
Ki Megantara membaca satu persatu pesan yang masuk ke emailnya.
Dia sendiri lupa, bagaimana sampai bisa mempunyai banyak pasien yang mengharapkan keampuhannya mengabulkan keinginan mereka. Mungkin hanya kebetulan.
Menjelang pesta demokrasi tahun depan,Ki Megantara banyak mendapat email dari banyak pesohor yang meminta bantuannya untuk meraih impian mereka.
Entah bagaimana mereka bisa percaya padanya, padahal Ki Megantara hanyalah sebuah nama di dunia maya.
Dia memang tidak pernah mematok tarif, tapi ada saja orang-orang bodoh yang menghubunginya, dan mentransfer rupiah yang cukup besar ke rekening panti asuhan atau yayasan amal yang diberikannya.
Padahal nomor rekening itu juga didapatnya secara online. Dia tidak kenal juga dengan pemilik rekening. Ditransfer atau tidak, dia tidak rugi.
Apa pedulinya, dia memang tidak mengharap rupiah atas keisengannya. Dia bukan penipu.
Dia tidak pernah menikmati uang pemberian para pesohor yang meminta nasehat dan doanya.