Pagi ini kicau burung menyambut kehadiranku di pekarangan samping rumah Ibu yang berbatasan langsung dengan hamparan sawah.
Pandangan mata dimanjakan oleh pepohon yang tumbuh rimbun tanpa ditanam.
Deretan pohon kelapa, ternyata berdampingan dengan pohon sonokeling yang tumbuh beranak pinak, rimbun dan banyak.
Dulu, ada 2 pohon sonokeling raksasa yang sudah berumur puluhan tahun, mungkin seumuran denganku.
Saat aku mulai bisa mengerti dan mengamati, pohon sonokeling itu sudah ada. Tapi kini pohon berukuran besar itu sudah ditebang, dibeli orang.
Kini tinggal pohon-pohon yang kecil, Kira-kira berdiameter 10 cm.
Tumbuh bergerombol di pinggir kolam. Konon pohon sonokeling ini sudah mulai langka.
Sejak tahun 2017, Kayu sonokeling mulai langka. Bahkan terdaftar sebagai spesies rentan oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam atau IUCN.
Kelangkaan kayu sonokeling, antara lain disebabkan oleh penebangan liar di hutan konservasi. Tapi di tempat saya, sonokeling justru tumbuh liar dan banyak.
Sonokeling, atau Dalbergia latifolia, dikenal pula dengan nama sonobrit dan sonosungu.