Lihat ke Halaman Asli

Istiqomah Rahayuningtyas Utami

Mahasiswa S1 Manajemen Pendidikan UNESA

Dilema Sarana Prasarana Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 5 Mei 2020   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan adalah hak segala bangsa. Itulah kalimat yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat yang mendefinisikan bagaimana ruang lingkup dan jangkauan pendidikan pada hakikatnya.

Namun apakah pendidikan sudah menjangkau semua lapisan elemen masyarakat? Apakah semua masyarakat bisa merasakan pendidikan hingga jenjang yang tinggi? Nyatanya masih banyak dalam keseharian kita ditayangkan berita keterbatasan dalam menempuh pendidikan.

Tidak semua kualitas pendidikan yang kita rasakan bisa dirasakan hingga penjuru negeri. Ketika penulis melakukan pengabdian masyarakat dalam suatu acara kampus di Tuban, masih banyak anak yang putus sekolah.

Selain karena kemampuan ekonomi, keterbatasan sarana prasarana juga menjadi penghambat bagi mereka.

Banyak istilah sekolah atap pada daerah perbatasan yang menjadi bukti bahwa sarana prasarana pendidikan masih kurang.

Ditambah lagi dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini yang telah menyebar pada 213 negara dan kawasan dunia. Kondisi ini menyebabkan lumpuhnya aktivitas masayarakat secara global dalam berbagai sektor terutama pendidikan. Ketidaksiapan sistem pendidikan dan pemerataan pendidikan menjadi alasan klasik atas berbagai dampak yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 ini.

Dengan pandemi COVID-19, seluruh sekolah ditutup dan bentuk aktivitas keterlibatan siswa dalam jumlah partisispasi yang banyak terpaksa mengalami penundaan hingga ketidakpastian waktu yang ditetapkan.

Lantas, dengan ditutupnya sekolah maka satu-satunya sarana prasarana  pendidikan bukan lagi gedung, papan tulis, atau kelas melainkan adalah media yang bisa menghubungkan jarak jauh antara guru dan murid secara efektif dan efisien. Satu-satunya yang menjawab problematika tersebut adalah penggunaan media daring sebagai pembelajaran.

Akan tetapi, tidak semua mampu menjangkaunya. Salah satunya seperti yang dilansir oleh tribunews Madura.com bahwa terdapat seorang guru yang rela menempuh hampir 22 km untuk mengajar dari rumah ke rumah peserta didiknya karena muridnya tidak memiliki gawai pintar.

Adapun UNESCO menyebutkan bahwa ada 300 juta anak di seluruh dunia yang terganggu pembelajarannya dan akan ada ancaman terhadap hak-hak pendidikan mereka pada masa mendatang. Sehingga perlu beberapa hal yang menjadi pertimbangan dan fokus kesiapan untuk mengatasi masalah pendidikan dalam segi sarana dan prasarana pendidikannya dengan segera pada pandemi COVID-19 ini. 

Pada masa ini yang dibutuhkan bukanlah gedung atau kelas, melainkan pendidikan yang menjangkau semua sekalipun dalam kondisi seperti ini. Perlu perbaikan proses pendidikan dan paradigma  pendidikan yang tepat untuk menjawabnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline