Fenomena Doom Spending: Gaya Hidup Elit Saat Ekonomi Sulit
Doom spending menjadi sorotan terbaru hari ini, yang menurut google fenomena belanja untuk menghempaskan rasa stress tanpa peduli kondisi keuangan yang ada.
Atau istilah anak sekarang itu biasa disebut dengan hidup elit saat ekonomi sulit. Lagi-lagi fenomena ini timbul dari kebiasaan sosial media yang menyuguhkan gaya hidup mewah yang menggiurkan.
Dunia maya menjadi bagian dari hidup masyarakat 5.0. Apa lagi dengan kemudahan apapun bisa diraih tanpa peduli jarak dan waktu.
Hasrat tak terkendali untuk menginginkan segalanya bisa terlampaui.
Terutama dengan keberadaan paylater. Kemudahan ini akan berujung pada perspektif segala pembayaran adalah soal kemudian, yang penting senang duluan.
Akhirnya, tanpa berpikir panjang dan juga pola konsumtif yang membudaya, maka jalan ninja meluapkannya adalah dengan cuci mata. Lalu, lama-lama gelap mata yang berlanjut untuk berbelanja yang sudah tidak bisa menahan gejolak rasa.
Pepatah lama jadi terbalik, yang harusnya bersenang-senang kemudian jadi bersenang dahulu baru meratapi keuangan kemudian. Kendali untuk menahan keinginan tidak bisa dimanajemen dengan baik, disituasi serba memilukan dalam pemenuhan kebutuhan sekaligus keinginan.
Prilaku impulsif menjadi alasannya, serta fenomena ini menyasar kepada gen Z tanpa mempedulikan keuangan jangka panjang.
Melihat dinamika pertumbuhan ekonomi yang ada, ekonomi Indonesia melambat 5,05 persen, dibandingkan pertumbuhannya 5,31 persen pada tahun 2022 (setkab.go.id)
Hal ini sejalan jika dikaitkan dengan prilaku impulsif berbelanja. Hasrat ingin berbelanja sangat besar tetapi disisi lainnya keuangan tidak memadai. Kondisi ini juga sudah mendunia akibat dari aktivitas domestik yang terdampak inflasi yang tinggi.