Lihat ke Halaman Asli

istiqomah

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Krisis Kritisasi dalam Edukasi Masa Pandemi

Diperbarui: 28 Desember 2021   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Istiqomah

Mahasiswi Pendidikan Sosiologi, FIS, UNJ

Pendidikan sejatinya merupakan proses memanusiakan manusia. Sebagai sebuah cita-cita yang ideal dan mulia, pendidikan diharapkan dapat meningkatkan derajat manusia. Namun pada realitasnya, pendidikan masih memainkan peran tradisionalnya dengan memandang peserta didik sebagai produk yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Padahal, pendidikanlah yang seharusnya menciptakan pribadi-pribadi yang unggul dan memiliki pemikiran kritis serta berkepribadian baik. Bukan pendidikan yang hanya menitikberatkan pada hasil pembelajaran yang berupa angka-angka dan menuntut peserta didik untuk menghafal materi-materi berdasarakan bahan ajar saja, sehingga tidak tersedianya ruang dialog interakatif antara guru dan peserta didik, maupun antar peserta didik.  Munir Mulkhan memberikan kritik terhadap dunia pendidikan yang menyatakan bahwa persoalan moral yang sedang dialami bangsa ini dimulai dari ruang kelas yang cacat moral dan memasung daya kritis serta kreativitas peserta didiknya, terlebih lagi dimasa pandemi covid-19.

Pendidikan yang semula dilaksanakan secara tatap muka di sekolah terkadang masih belum bisa mengimplementasikan pendidikan kritis sesungguhnya. Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh pendidik maupun peserta didik dalam menciptakan iklim kelas yang menyenangkan. Terlebih lagi ketika pandemic covid-19 hadir menerjang berbagai sektor di berbagai penjuru, termasuk di sektor pendidikan. Pendidikan menjadi sektor yang sangat krusial dimana sebagai pencetak genarasi penerus bangsa tentu saja harus dengan cepat beradaptasi keadaan. Penyebaran virus yang begitu cepat mengharuskan kegiatan pembelajaran tidak lagi dapat dilakukan di sekolah secara tatap muka, karena pemerintah melarang adanya kegiatan yang memicu perkumpulan manusia, sehingga kegiatan pembelajaran dialihkan dirumah masing-masing atau biasa dikenal dengan pembelajaran jarak jauh.

Pembelajaran jarak jauh dilaksanakan secara online dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Namun, Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya siap dengan perubahan tersebut, mengingat masih banyaknya keterbatasan baik dari pendidik maupun peserta didik untuk bisa memanfaatkan perkembangan tersebut. Sehingga implementasi pendidikan di masa pandemic covid-19 saat ini terbilang belum maksimal. Pendidik melakukan pengajaran dengan menggunakan platform-platform dengan didasari berbagai petimbangan, misalnya saja platform yang tidak terlalu banyak menghabiskan kuota internet, terlebih lagi tidak sedikit orang tua dari peserta didik yang perekonomian nya juga mengalami penurunan saat pandemi, seperti whatsapp group, google classroom, seesaw, google teams, dan lain sebagainya. Platform-platform tersebut tidak terlalu meghabiskan banyak kuota dalam penggunaannya. Namun dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru hanya memberikan materi-materi yang harus dipelajari dan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik tanpa tahu sejauh mana peserta didik nya paham. Selama hampir dua tahun lamanya, model pembelajaran seperti ini berlangsung. Pendidik dan peserta didik hanya sekedar menggugurkan kewajibannya saja dalam kegiatan pembelajaran tanpa tahu makna yang didapati dari proses tersebut. Setiap harinya pendidik memberikan sejumlah materi yang haus dipelajari dan dipahami siswa, kemudian diikuti dengan tugas yang harus dikerjakan siswa, sementara siswa harus patuh dan mengikuti apa yang telah ditugaskan oleh pendidik, karena jika tidak akan berdampak pada hasil pembelajaran yang didapatkan nantinya. Disisi lain pun, sebagai peserta didik, rasa bosan dan jenuh akan pembelajaran seperti ini tentunya sudah menghantui pikiran mereka, dimana jika pada situasi normal pembelajaran bisa dilaksanakan dengan menyenangkan di kelas, terdapat interaksi antara guru dan peserta didik atau sesama peserta didik. Namun kini, semua nya terbatas dalam jaringan. Sehingga peserta didik hanya bisa mengikuti perintah serta arahan dari pendidik tanpa tahu sejauh mana ia dapat memahami pembelajaran. Sehingga ruang dialog interaktif untuk peserta didik berpikir kritis dan kreatif kini tak lagi tersedia.

Berangkat dari persoalan pendidikan dimasa pandemi, sejalan dengan pemikirian kritis Paolo Freire yang bertolak dari kehidupan nyata, bahwasanya sebagian besar manusia di dunia ini menderita sementara sebagian yang lainnya berbahagia menikmati jerih payah orang lain dengan cara yang tidak adil dan kelompok yang menikmatinya justru bagian minoritas umat manusia. Hal ini menunjukkan adanya kondisi yang tidak seimbang, sehingga Freire menyebutnya sebagai situasi penindasan. Menurut Paolo Freire, penindasan yang harus dilawan dengan kesadaran kritis bukan hanya pada sistem dan struktur kekuasaan maupun sosial, melainkan penindasan sesungguhnya juga terjadi pada dunia pendidikan, yang disebut dengan pendidikan gaya bank. Pendidikan model ini mengumpamakan peserta didik sebagai celengan kosong, sementara pendidik yang akan mengisi celengan tersebut. dalam konteks pendidikan, peserta didik hanya menerima ilmu pengetahuan yang diberikan oleh pendidik tanpa tahu urgensi nya. Model pendidikan seperti inilah yang akan melahirkan budaya bisu dan dari budaya bisu inilah sesungguhnya tengah terjadi proses penindasan. Oleh karena itu, konsientisasi diperlukan sebagai perantara bagi pendidikan kritis.

Konsietisasi merupakan kegiatan yang berupaya menyadarkan peserta didik tentang realitas ketertindaannya. Dimana kesadaran yang dimaksud adalah menimbulkan sikap mengetahui, memahami, menginsafi, dan menindaklanjuti sesuatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Sama hal nya dengan tujuan pendidikan yang digagas oleh Freire yaitu untuk pembebasam dan humanisasi. Lebih lanjut Freore membagi kesadaran manusia menjadi kesadaran magis, naif, dan juga kritis. dalam hal ini, kesadaran kritis lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendidikan mencoba menganalisis secara kritis sistem dan struktur sosial di masyarakat. sehingga paradigma kritis inilah yang akan melatih siswa agar mampu mengidentifikasi dan menganalisisnya. Dengan begitu, tugas pendidikan disini ialah menciptakan ruang dialog yang melibatkan siswa dapat berperan aktif didalamnya, dengan demikinian kesadaran pendidikan akan mendorong perwujudan keberhasilan tujuan pendidikan.

Dengan demikian, konsep pendidikan yang digagas oleh Paolo Freire dapat diimplementasikan dalam pendidikan dimasa pandemic. Dimana pembelajaran jarak jauh yang semula seperti pendidikan yang krisis akan kritisisasi menjadi pendidikan yang lebih kritis. dimana ruang-ruang dialog interaktif harus disediakan. Pendidik bertindak sebagai fasilitator pendidikan yang dapat mendorong peserta didik nya  dalam proses dialogis antara guru dan peserta didik, maupun antar peserta didik. Selain itu, peserta didik pun diberi kebebasan untuk mencari ilmu pengetahuan dari sumber manapun selain dari guru. Metode pembelajaran yang digunakan pun tidak lagi satu arah, melainkan dua arah. Dimana pendidik dan peserta didik memiliki kedudukan yang sama sebagai partner diruang kelas. Sehingga peserta didik tidak lagi dijadikan sebagai objek pendidikan yang hanya menampung ilmu pengetahuan yang diberikan oleh pendidik. Pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan dengan menggunakan platform-platform yang minim akan penggunaan kuota dapat dimanfaatkan oleh pendidik. Misalnya saja ketika pembelajaran dilaksanakan menggunakan whatsapp group, pendidik bisa memberikan materi dengan disertai rekaman suara atau bisa dengan mengirimkan video, lalu peserta didik pun diwajibkan menanggapi ataupun bertanya atas apa yang disampaikan oleh guru maupun peserta didik. Dengan begitu, ruang dialog akan tercipta dengan lebih interaktif. sehingga, pembelajaran tidak lagi hanya bertumpu pada materi yang diberikan oleh pendidik saja dan tentunya memastikan bahwa semua peserta didik sudah memahami materi yang dipelajari saat itu dengan berdiskusi. Sehingga, perlahan iklim kelas pembelajaran jarak jauh perlahan akan seperti iklim kelas pembelajaran tatap muka. dimana peserta didik memiliki kebebasan untuk berpendapat dan berdialog di ruang-ruang intelektual, dalam hal ini ruang kelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline